Raih Gelar Doktor, Kapolres Jakbar Dapat IPK 3,81
A
A
A
DEPOK - Kapolres Jakarta Barat Komisaris Besar (Kombes) Pol Dr Mohammad Fadil Imran, Msi berhasil meraih gelar Doktor dalam bidang kriminologi. Fadil raih gelar itu dari disertasi yang berjudul "Studi Kejahatan Mutilasi di Jakarta (Perspektif Pilihan Rasional dari Lima Pelaku)" di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI Depok.
Sidang ini dipimpin promotor Kriminolog UI Adrianus Meliala dan Co Promotor Muhammad Kemal Darmawan di hadapan dewan penguji yang terdiri dari Guru Besar FISIP UI salah satunya Bambang Shergi Laksmono.
"Tim penguji mengangkat saudara dengan gelar doktor IPK 3,81 dengan predikat sangat memuaskan," ujar Ketua Dewan Penguji yang juga Guru Besar FISIP UI Bambang Shergi Laksmono, Rabu (2/7/2014).
Menanggapi hal itu, Fadil mengaku sangat senang, puas, dan bangga. Hasil riset ia lalui selama 2,5 tahun dengan berbagai tantangan dan hambatan.
"Tentu bahagia, senang, mutilasi sebagai fenomena saat ini belum ada yang melakukan penelitian di Indonesia. Karena itu saya mendalami ini, mempelajari lebih jauh selama 2,5 tahun. Saya sebagai polisi sering berinteraksi dengan mereka (para pelaku)," ungkap Fadil.
Ia menambahkan hambatan terberat menempuh studi S3 di UI yakni masalah membagi waktu antara kesibukannya sebagai polisi dan akademisi. Apalagi, lanjutnya, kuliah di UI tak ada toleransi soal absensi.
"Sebenarnya enggak berat, hanya waktu dan pekerjaan saja yang terbagi-bagi, kalau ditekuni bisa, waktu kita berdinas ini susah, di UI absensi itu no kompromi, no mercy, saya pun sempat dua kali enggak lulus mengulang pada mata kuliah statistik, kalau S3 itu kan yang lama menelitinya," paparnya.
Terkait persoalan mutilasi, Fadil menilai diperlukan peraturan daerah (Perda) terkait pencegahan kejahatan di masyarakat. Salah satunyadengan melibatkan langsung RT dan RW sebagai early warning system.
"Kejahatan ini kan membutuhkan sumber daya yang besar, masing-masing perda pencegahan kejahatan, ada toolsnya, mekanismenya buat komitmen, misalnya ada batas keluar masuk tamu, CCTV, panic button, pecandu narkoba, orientasi seksual berbeda, ini butuh treatment dan koordinasi dengan polisi," tutupnya.
Sidang ini dipimpin promotor Kriminolog UI Adrianus Meliala dan Co Promotor Muhammad Kemal Darmawan di hadapan dewan penguji yang terdiri dari Guru Besar FISIP UI salah satunya Bambang Shergi Laksmono.
"Tim penguji mengangkat saudara dengan gelar doktor IPK 3,81 dengan predikat sangat memuaskan," ujar Ketua Dewan Penguji yang juga Guru Besar FISIP UI Bambang Shergi Laksmono, Rabu (2/7/2014).
Menanggapi hal itu, Fadil mengaku sangat senang, puas, dan bangga. Hasil riset ia lalui selama 2,5 tahun dengan berbagai tantangan dan hambatan.
"Tentu bahagia, senang, mutilasi sebagai fenomena saat ini belum ada yang melakukan penelitian di Indonesia. Karena itu saya mendalami ini, mempelajari lebih jauh selama 2,5 tahun. Saya sebagai polisi sering berinteraksi dengan mereka (para pelaku)," ungkap Fadil.
Ia menambahkan hambatan terberat menempuh studi S3 di UI yakni masalah membagi waktu antara kesibukannya sebagai polisi dan akademisi. Apalagi, lanjutnya, kuliah di UI tak ada toleransi soal absensi.
"Sebenarnya enggak berat, hanya waktu dan pekerjaan saja yang terbagi-bagi, kalau ditekuni bisa, waktu kita berdinas ini susah, di UI absensi itu no kompromi, no mercy, saya pun sempat dua kali enggak lulus mengulang pada mata kuliah statistik, kalau S3 itu kan yang lama menelitinya," paparnya.
Terkait persoalan mutilasi, Fadil menilai diperlukan peraturan daerah (Perda) terkait pencegahan kejahatan di masyarakat. Salah satunyadengan melibatkan langsung RT dan RW sebagai early warning system.
"Kejahatan ini kan membutuhkan sumber daya yang besar, masing-masing perda pencegahan kejahatan, ada toolsnya, mekanismenya buat komitmen, misalnya ada batas keluar masuk tamu, CCTV, panic button, pecandu narkoba, orientasi seksual berbeda, ini butuh treatment dan koordinasi dengan polisi," tutupnya.
(mhd)