Meriam Ini Telah Menghamili Ratusan Wanita
A
A
A
JAKARTA - Jika mengunjungi Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta yang berada di kawasan Kota Tua Jakarta barat, tidak lengkap jika menyentuh meriam si Jagur yang terkenal. Ada warga yang meyakini, kalau meriam peninggalan kerajaan Portugis tersebut dapat membuat wanita yang menginginkan anak dapat hamil.
Berdasarkan catatan sejarah, meriam si Jagur merupakan meriam yang dimiliki Portugis untuk mempertahankan wilayahnya di Malaka. Namun pada tahun 1641, meriam tersebut berhasil direbut oleh Belanda dan dibawa ke Batavia.
Di Batavia, banyak masyarakat yang meyakini kalau si Jagur memiliki daya magis yang bisa memberi keturunan. Tak heran, banyak pengunjung terutama wanita yang penasaran dan berusaha mengelus-elus atau menaiki meriam tersebut.
Sejak diletakan di halaman belakang Museum Fatahillah, entah sudah berapa ratus wanita yang mencoba keampuhan meriam si Jagur. Toh hingga kini, ada saja wanita yang penasaran ingin menaiki atau sekedar mengelus-elus.
"Penasaran saja, siapa tahu benar," ujar seorang ibu muda yang belum dikaruniai anak ini, Senin (30/6/2014)
Berdasarkan catatan sejarah, meriam yang memiliki panjang 3,085 meter tersebut merupakan kumpulan dari 16 meriam ukuran kecil yang dilebur dan menjadi satu meriam besar. Ini berdasarkan tulisan di bagian punggung meriam bertuliskan latim Ex Me Ipsa Renata Sum yang artinya, dari diriku sendiri aku dilahirkan.
Sewaktu diletakan dekat Jembatan Kota Intan, meriam tersebut selalu didatangi peziarah yang membakar kemenyan dan kembang di sekitar si Jagur. Pada masa ini, banyak warga yang percaya kalau meriam tersebut bisa mengabulkan permintaan keluarga yang belum memiliki anak. Lalu pada tahun 1968, si Jagur dipindahkan ke Museum wayang dan pada tahun 1974 dipindahkan ke Museum Fatahillah.
Disamping sejarah ternyata ada juga legenda yang menyertai keberadaan meriam si Jagur. Konon meriam si Jagur mempunyai pasangan tempur yang bernama Ki Amuk yang kini berada di Museum Banten. Jika kedua meriam ini disatukan konon bisa mengusir penjajah Belanda. Ada lagi pasangan si Jagur yang kini berada di Solo yakni meriam Nyai Setomi.
Menurut catatan di Jakarta.go.id, mitos si Jagur bermula ketika Raja Pajajaran bermimpi buruk. Ia mendengar suara gemuruh dari sebuah senjata yang kelihatan sangat dahsyat dan tak dikenal tentaranya.
Sang Raja memerintahkan patihnya, Kiai Setomo, untuk mencari senjata ampuh tersebut. Apabila gagal akan dihukum mati. Dalam mengupayakan senjata ampuh tersebut, Kiai Setomo dan istrinya Nyai Setomi bersemedi di dalam rumah.
Setelah sekian lama Sang Patih tidak kelihatan, Sang Raja memerintahkan para prajurit menggeledah rumah Kiai Setomo. Namun tidak ditemukan siapapun dalam rumah itu, kecuali dua buah pipa aneh yang besar. Ternyata Kiai Setomo dan Nyai Setomi telah berubah wujud menjadi dua buah meriam seperti dalam impian Sang Raja.
Cerita berubahnya suami istri menjadi meriam tersiar kemana-mana, hingga terdengar oleh Sultan Agung di Mataram. Sultan Agung memerintahkan agar kedua meriam itu dibawa ke Mataram, namun meriam jantan Kiai Setomo menolaknya dan melarikan diri ke Batavia.
Warga Batavia gempar menyaksikan benda tersebut dan menganggap benda yang dilihatnya itu barang suci. Mereka lalu menutupinya dengan sebuah payung untuk melindunginya dari terik matahari dan hujan dan menamakannya Kiai Jagur atau Sang Perkasa. Sedangkan Nyai Setomi diboyong ke Mataram.
Berdasarkan catatan sejarah, meriam si Jagur merupakan meriam yang dimiliki Portugis untuk mempertahankan wilayahnya di Malaka. Namun pada tahun 1641, meriam tersebut berhasil direbut oleh Belanda dan dibawa ke Batavia.
Di Batavia, banyak masyarakat yang meyakini kalau si Jagur memiliki daya magis yang bisa memberi keturunan. Tak heran, banyak pengunjung terutama wanita yang penasaran dan berusaha mengelus-elus atau menaiki meriam tersebut.
Sejak diletakan di halaman belakang Museum Fatahillah, entah sudah berapa ratus wanita yang mencoba keampuhan meriam si Jagur. Toh hingga kini, ada saja wanita yang penasaran ingin menaiki atau sekedar mengelus-elus.
"Penasaran saja, siapa tahu benar," ujar seorang ibu muda yang belum dikaruniai anak ini, Senin (30/6/2014)
Berdasarkan catatan sejarah, meriam yang memiliki panjang 3,085 meter tersebut merupakan kumpulan dari 16 meriam ukuran kecil yang dilebur dan menjadi satu meriam besar. Ini berdasarkan tulisan di bagian punggung meriam bertuliskan latim Ex Me Ipsa Renata Sum yang artinya, dari diriku sendiri aku dilahirkan.
Sewaktu diletakan dekat Jembatan Kota Intan, meriam tersebut selalu didatangi peziarah yang membakar kemenyan dan kembang di sekitar si Jagur. Pada masa ini, banyak warga yang percaya kalau meriam tersebut bisa mengabulkan permintaan keluarga yang belum memiliki anak. Lalu pada tahun 1968, si Jagur dipindahkan ke Museum wayang dan pada tahun 1974 dipindahkan ke Museum Fatahillah.
Disamping sejarah ternyata ada juga legenda yang menyertai keberadaan meriam si Jagur. Konon meriam si Jagur mempunyai pasangan tempur yang bernama Ki Amuk yang kini berada di Museum Banten. Jika kedua meriam ini disatukan konon bisa mengusir penjajah Belanda. Ada lagi pasangan si Jagur yang kini berada di Solo yakni meriam Nyai Setomi.
Menurut catatan di Jakarta.go.id, mitos si Jagur bermula ketika Raja Pajajaran bermimpi buruk. Ia mendengar suara gemuruh dari sebuah senjata yang kelihatan sangat dahsyat dan tak dikenal tentaranya.
Sang Raja memerintahkan patihnya, Kiai Setomo, untuk mencari senjata ampuh tersebut. Apabila gagal akan dihukum mati. Dalam mengupayakan senjata ampuh tersebut, Kiai Setomo dan istrinya Nyai Setomi bersemedi di dalam rumah.
Setelah sekian lama Sang Patih tidak kelihatan, Sang Raja memerintahkan para prajurit menggeledah rumah Kiai Setomo. Namun tidak ditemukan siapapun dalam rumah itu, kecuali dua buah pipa aneh yang besar. Ternyata Kiai Setomo dan Nyai Setomi telah berubah wujud menjadi dua buah meriam seperti dalam impian Sang Raja.
Cerita berubahnya suami istri menjadi meriam tersiar kemana-mana, hingga terdengar oleh Sultan Agung di Mataram. Sultan Agung memerintahkan agar kedua meriam itu dibawa ke Mataram, namun meriam jantan Kiai Setomo menolaknya dan melarikan diri ke Batavia.
Warga Batavia gempar menyaksikan benda tersebut dan menganggap benda yang dilihatnya itu barang suci. Mereka lalu menutupinya dengan sebuah payung untuk melindunginya dari terik matahari dan hujan dan menamakannya Kiai Jagur atau Sang Perkasa. Sedangkan Nyai Setomi diboyong ke Mataram.
(ysw)