Ini curhat penjaga perlintasan kereta api
A
A
A
Sindonews.com - Kecelakaan yang terjadi di pintu perlintasan kerap dilimpahkan pada petugas penjaga. Tugas mereka yang nampak sepele sebenarnya sangat beresiko tinggi.
Tak jarang, petugas disalahkan jika terjadi kecelakaan dengan tudingan petugas tidak menutup pintu. Walaupun mereka sudah maksimal untuk memberi peringatan kepada para pengendara yang melintas. Tetap saja ada yang nekat menerobos perlintasan hingga menyebabkan kecelakaan dan penjaga pintu harus berurusan dengan polisi.
Dua perlintasan yang kerap menimbulkan kecelakaan di Depok adalah perlintasan di 24 A di Stasiun Pondok Cina dan perlintasan liar di Bojong Pondok Terong, Cipayung.
Penjaga perlintasan Bojong Pondok Terong Husaini (43) mengaku, harus hati-hati dengan para pengendara. Dirinya sempat diperiksa polisi ketika terjadi kecelakaan di perlintasan itu beberapa tahun lalu. Beruntung ada saksi yang menguatkan dirinya sehingga dia tidak jadi dibui.
"Saat itu pernah kejadian motor diseret langsung tewas dua orang. Saya dibawa polisi dan hampir ditahan," katanya, Rabu (11/12/2013).
Dikatakan dia, pengendara motor lebih sering menerobos perlintasan. Padahal, dirinya sudah sering mengingatkan sampai harus menahan emosi. Saat itu, tahun 2000 ada pengendara motor berboncengan yang nekat melintas. Dia sudah menutup pintu perlintasan namun tidak dihiraukan.
"Pengendara motor memang paling parah. Makanya kita harus hati-hati. Kalau sudah kejadian maka penjaga pintu akan dimintai tanggungjawab," ucapnya.
Menjaga perlintasan ilegal sambung Husain, tidak semudah menjaga pintu legal yang memiliki sinyal. Penjaga harus melihat dua arah untuk mengetahui ada atau tidaknya kereta yang lewat. Untuk memberhentikan pengendara, mereka hanya memakai palang dari bambu.
"Makanya kadang kita pakai dobel, sinyal kita hanya pakai teriak mulut dan pluit," kata dia.
Dirinya sangat kesal dan sangat menyayangkan jika mereka tetap menerobos. Pengendara tidak pernah memikirkan resiko yang harus ditanggung penjaga perlintasan.
Husaini mengaku kerap dihantui rasa takut jika kecelakaan. Karena polisi akan tetap menjerat mereka dengan pasal kelalaian. "Yang jaga benar tetap aja disalahkan, itu memang resiko orang jaga," katanya.
Sementara itu, data dari Satuan Lalulintas Kepolisian Resor Kota Depok mencatat pada 2011 jumlah kasus kecelakaan dipintu perlintasan liar KRL Depok mencapai 241 orang.
Sedangkan pada 2012 meningkat mencapai 256 orang, kebanyakan dari jumlah korban itu meninggal dunia di tempat. Sementara pada tahun ini belum direkap jumlah korbannya.
Sepanjang Depok ada 24 pintu perlintasan liar dari Stasiun Citayam hingga Stasiun Universitas Indonesia (UI) yang dibuat warga. Sementara yang resmi hanya dua perlintasan. Yaitu perlintasan di Jalan Dewi Sartika dan Perlintasan 24 A Stasiun Pondok Cina.
Tak jarang, petugas disalahkan jika terjadi kecelakaan dengan tudingan petugas tidak menutup pintu. Walaupun mereka sudah maksimal untuk memberi peringatan kepada para pengendara yang melintas. Tetap saja ada yang nekat menerobos perlintasan hingga menyebabkan kecelakaan dan penjaga pintu harus berurusan dengan polisi.
Dua perlintasan yang kerap menimbulkan kecelakaan di Depok adalah perlintasan di 24 A di Stasiun Pondok Cina dan perlintasan liar di Bojong Pondok Terong, Cipayung.
Penjaga perlintasan Bojong Pondok Terong Husaini (43) mengaku, harus hati-hati dengan para pengendara. Dirinya sempat diperiksa polisi ketika terjadi kecelakaan di perlintasan itu beberapa tahun lalu. Beruntung ada saksi yang menguatkan dirinya sehingga dia tidak jadi dibui.
"Saat itu pernah kejadian motor diseret langsung tewas dua orang. Saya dibawa polisi dan hampir ditahan," katanya, Rabu (11/12/2013).
Dikatakan dia, pengendara motor lebih sering menerobos perlintasan. Padahal, dirinya sudah sering mengingatkan sampai harus menahan emosi. Saat itu, tahun 2000 ada pengendara motor berboncengan yang nekat melintas. Dia sudah menutup pintu perlintasan namun tidak dihiraukan.
"Pengendara motor memang paling parah. Makanya kita harus hati-hati. Kalau sudah kejadian maka penjaga pintu akan dimintai tanggungjawab," ucapnya.
Menjaga perlintasan ilegal sambung Husain, tidak semudah menjaga pintu legal yang memiliki sinyal. Penjaga harus melihat dua arah untuk mengetahui ada atau tidaknya kereta yang lewat. Untuk memberhentikan pengendara, mereka hanya memakai palang dari bambu.
"Makanya kadang kita pakai dobel, sinyal kita hanya pakai teriak mulut dan pluit," kata dia.
Dirinya sangat kesal dan sangat menyayangkan jika mereka tetap menerobos. Pengendara tidak pernah memikirkan resiko yang harus ditanggung penjaga perlintasan.
Husaini mengaku kerap dihantui rasa takut jika kecelakaan. Karena polisi akan tetap menjerat mereka dengan pasal kelalaian. "Yang jaga benar tetap aja disalahkan, itu memang resiko orang jaga," katanya.
Sementara itu, data dari Satuan Lalulintas Kepolisian Resor Kota Depok mencatat pada 2011 jumlah kasus kecelakaan dipintu perlintasan liar KRL Depok mencapai 241 orang.
Sedangkan pada 2012 meningkat mencapai 256 orang, kebanyakan dari jumlah korban itu meninggal dunia di tempat. Sementara pada tahun ini belum direkap jumlah korbannya.
Sepanjang Depok ada 24 pintu perlintasan liar dari Stasiun Citayam hingga Stasiun Universitas Indonesia (UI) yang dibuat warga. Sementara yang resmi hanya dua perlintasan. Yaitu perlintasan di Jalan Dewi Sartika dan Perlintasan 24 A Stasiun Pondok Cina.
(ysw)