Penghuni Apartemen Bellezza tolak penguasaan PPRS
A
A
A
Sindonews.com - Penghuni sekaligus pemilik Apartemen The Bellezza, Permata Hijau, Kebayoran Baru Jakarta Selatan menggelar aksi unjuk rasa, di pelataran apartemen tersebut, Jumat, 01 November 2013, malam.
Demonstrasi itu di tujukan kepada pengelola apartemen, karena dinilai telah mengeluarkan banyak kebijakan yang memberatkan penghuni. Di antaranya kenaikan tarif parkir, dan listrik secara sepihak.
Para pendemo menuding pihak pengelola melalui Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), telah mengeluarkan kebijakan sewenang-wenang terhadap parkir kendaraan, yang besarannya mencapai seratus persen.
Di mana penghuni apartemen yang semula hanya dikenakan tarif parkir Rp150 ribu perbulan, kini dinaikan menjadi Rp300 ribu mulai bulan ini.
"Ada kenaikan listrik dan parkir hampir seratus persen tanpa sosialisasi. Mereka juga minta dibayar di muka untuk tiga bulan ke depan," kata juru bicara aksi Mulya.
Mulya mengatakan, hal yang sama juga terjadi pada kenaikan listrik. Para penghuni apartemen beranggapan jika ujung pangkal persoalan ini terletak pada PPRS. Karena organisasi itu selama ini cenderung lebih berpihak kepada developer.
Apartemen The Bellizza, lanjut Mulya, merupakan apartemen bersatus strata title, di mana penghuni dapat memiliki sepenuhnya unit, karena telah membeli dari pengembang.
Namun, faktanya, PPRS seharusnya menjadi wadah para penghuni, saat ini malah cenderung berpihak pada developer.
"Ini kan strata tittle, tentunya beda dengan apartemen service sewa. Kami sekarang satu rumah dengan yang sewa juga. Yang sewa itu kan tidak bayar biaya pemeliharaan, ini tidak adil dan tidak nyaman juga bagi penghuni," ujarnya.
Ia mengutarakan, PPRS seharus dibentuk penghuni apartemen tanpa ada campur tangan dari pihak pengembang. Terlebih, dalam Undang-undang Perumahan, pihak pengembang hanya memiliki kapasitas membangun, sementara pengelolaannya diserahkan kepada PPRS.
"Setelah selesai membangun seharusnya pengelolaan diserahkan pada PPRS, tapi orang-orang PPRS sekarang ini masih dikuasai orang developer. Jadi kami mau PPRS ini dibentuk dan PPRS yang sekarang dibubarkan," tegasnya.
Mulya menduga, alasan tidak maunya pengembang hengkang dari Apartemen Bellezza karena motif bisnis. Di mana apartemen ini dijadikan tambang emas bagi pengembang. Mengingat, letak apartemen yang cukup strategis dan menjanjikan dijadikan lahan bisnis. "Yang jelas enggak jauh-jauh dari itu," ujarnya.
Pantauan di lapangan, aksi demonstrasi para penghuni apartemen dilakukan dengan membentangkan spanduk tuntutan, sambil berkeliling area dan berorasi. Para pendemo juga sempat melakukan audiensi dengan operator apartemen building management.
Dalam mediasi tersebut, pihak operator berjanji akan menyampaikan tuntutan penghuni apartemen kepada pihak PPRS.
Baca juga bubarkan demo dengan water canon.
Demonstrasi itu di tujukan kepada pengelola apartemen, karena dinilai telah mengeluarkan banyak kebijakan yang memberatkan penghuni. Di antaranya kenaikan tarif parkir, dan listrik secara sepihak.
Para pendemo menuding pihak pengelola melalui Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), telah mengeluarkan kebijakan sewenang-wenang terhadap parkir kendaraan, yang besarannya mencapai seratus persen.
Di mana penghuni apartemen yang semula hanya dikenakan tarif parkir Rp150 ribu perbulan, kini dinaikan menjadi Rp300 ribu mulai bulan ini.
"Ada kenaikan listrik dan parkir hampir seratus persen tanpa sosialisasi. Mereka juga minta dibayar di muka untuk tiga bulan ke depan," kata juru bicara aksi Mulya.
Mulya mengatakan, hal yang sama juga terjadi pada kenaikan listrik. Para penghuni apartemen beranggapan jika ujung pangkal persoalan ini terletak pada PPRS. Karena organisasi itu selama ini cenderung lebih berpihak kepada developer.
Apartemen The Bellizza, lanjut Mulya, merupakan apartemen bersatus strata title, di mana penghuni dapat memiliki sepenuhnya unit, karena telah membeli dari pengembang.
Namun, faktanya, PPRS seharusnya menjadi wadah para penghuni, saat ini malah cenderung berpihak pada developer.
"Ini kan strata tittle, tentunya beda dengan apartemen service sewa. Kami sekarang satu rumah dengan yang sewa juga. Yang sewa itu kan tidak bayar biaya pemeliharaan, ini tidak adil dan tidak nyaman juga bagi penghuni," ujarnya.
Ia mengutarakan, PPRS seharus dibentuk penghuni apartemen tanpa ada campur tangan dari pihak pengembang. Terlebih, dalam Undang-undang Perumahan, pihak pengembang hanya memiliki kapasitas membangun, sementara pengelolaannya diserahkan kepada PPRS.
"Setelah selesai membangun seharusnya pengelolaan diserahkan pada PPRS, tapi orang-orang PPRS sekarang ini masih dikuasai orang developer. Jadi kami mau PPRS ini dibentuk dan PPRS yang sekarang dibubarkan," tegasnya.
Mulya menduga, alasan tidak maunya pengembang hengkang dari Apartemen Bellezza karena motif bisnis. Di mana apartemen ini dijadikan tambang emas bagi pengembang. Mengingat, letak apartemen yang cukup strategis dan menjanjikan dijadikan lahan bisnis. "Yang jelas enggak jauh-jauh dari itu," ujarnya.
Pantauan di lapangan, aksi demonstrasi para penghuni apartemen dilakukan dengan membentangkan spanduk tuntutan, sambil berkeliling area dan berorasi. Para pendemo juga sempat melakukan audiensi dengan operator apartemen building management.
Dalam mediasi tersebut, pihak operator berjanji akan menyampaikan tuntutan penghuni apartemen kepada pihak PPRS.
Baca juga bubarkan demo dengan water canon.
(stb)