LPSK komentari kasus pemotongan kelamin
A
A
A
Sindonews.com - Persoalan ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan merupakan akar kekerasan seksual terhadap perempuan. Pola superioritas laki-laki ini terlihat dari pola kekerasan yang dilakukan NN terdakwa pemotong kelamin AM.
Seperti diberitakan, NN merasa sakit hati karena tak berdaya menolak ajakan bersetubuh dengan AM sampai akhirnya melakukan perlawanan dengan memotong kelamin AM.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai, posisi NN perlu dilihat sebagai perlawanan seorang korban ketimpangan relasi laki-laki terhadap perempuan.
"Hakim perlu mempertimbangkan secara serius posisi NN,yang melakukan perlawanan dengan memotong kelamin AM, bisa jadi hal itu terpaksa dilakukannya untuk menghindari paksaan persetubuhan dengan AM" ungkap Maharani Siti Shopia, Juru Bicara LPSK.
Selain itu, rani mengatakan, sejatinya proses penegakan hukum secara seimbang dapat melihat motif NN memotong kelamin AM saat itu.“ Jika itu merupakan upaya pembelaan NN,sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), NN tak dapat dipidana" ungap rani.
Seperti diberitakan, NN yang telah memasuki masa persidangan pertama, mengaku memotong alat kelamin, karena sakit hati dipaksa bersetubuh dengan AM.
Rentannya posisi korban terhadap teror dan intimidasi,Lanjut Rani, mengakibatkan korban cenderung tidak mau bicara karena posisi publiknya justru dapat menempatkan dirinya sebagai korban untuk kedua kalinya."Ruang publik dan media seharusnya secara seimbang memposisikan NN sebagai korban yang melakukan perlawanan untuk menyelamatkan dirinya dari perbuatan yang tidak disetujuinya" ungkap Rani.
Seperti diberitakan, NN merasa sakit hati karena tak berdaya menolak ajakan bersetubuh dengan AM sampai akhirnya melakukan perlawanan dengan memotong kelamin AM.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai, posisi NN perlu dilihat sebagai perlawanan seorang korban ketimpangan relasi laki-laki terhadap perempuan.
"Hakim perlu mempertimbangkan secara serius posisi NN,yang melakukan perlawanan dengan memotong kelamin AM, bisa jadi hal itu terpaksa dilakukannya untuk menghindari paksaan persetubuhan dengan AM" ungkap Maharani Siti Shopia, Juru Bicara LPSK.
Selain itu, rani mengatakan, sejatinya proses penegakan hukum secara seimbang dapat melihat motif NN memotong kelamin AM saat itu.“ Jika itu merupakan upaya pembelaan NN,sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), NN tak dapat dipidana" ungap rani.
Seperti diberitakan, NN yang telah memasuki masa persidangan pertama, mengaku memotong alat kelamin, karena sakit hati dipaksa bersetubuh dengan AM.
Rentannya posisi korban terhadap teror dan intimidasi,Lanjut Rani, mengakibatkan korban cenderung tidak mau bicara karena posisi publiknya justru dapat menempatkan dirinya sebagai korban untuk kedua kalinya."Ruang publik dan media seharusnya secara seimbang memposisikan NN sebagai korban yang melakukan perlawanan untuk menyelamatkan dirinya dari perbuatan yang tidak disetujuinya" ungkap Rani.
(lal)