Kenangan Kus bersama keluarga & warga
A
A
A
Sindonews.com - Lima hari sudah, peristiwa berdarah terjadi di Jalan Graha Raya, tak jauh dari Polsek Pondok Aren dan Masjid Bani Umar, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), yang menewaskan dua anggota polsek setempat, yakni Aiptu Kus Hendratma dan Bripka Ahmad Maulana.
Kesedihan pun masih dirasakan pihak keluarga Aiptu Kus Hendratma. Saat disambangi di kediamannya, yang terletak di RT 02/04 Nomor 50A, Kelurahan Pondok Kacang Timur, Kota Tangsel.
Tampak di rumah Kus masih berdiri tegak bendera merah putih yang tiangnya dicat warna hijau. Selain itu juga tampak, tenda warna putih di gang depan rumah Kus yang temboknya berwarna oranye itu.
Lies Kristiani, kakak ipar Kus yang datang dari Denpasar, Bali saat ditemui mengatakan, Kus dan Ana Susiantiasih adalah anak yang paling disayang oleh ibunya, Sutiyah.
"Makanya ibu memilih tinggal di kediaman dek Kus," cerita Lies sambil mengeluarkan air matanya dengan terus mengalir ke pipi, Selasa (20/8/2013).
Menurut Lies, Kus adalah sosok juru damai dikeluarganya. "Kami (keluarga) kalau ada masalah justru dia (Kus) yang menengahi. Justru, kadang adik saya (Ana) yang suka marah dengan ibu. Kus itu tidak pernah sama sekali marah sama ibu (Sutiyah)," terang Lies seraya sesekali menyeka air matanya.
Lies juga mengatakan, pihak keluarganya memiliki perasaan yang tidak enak dengan Kus. Sebab, Kus itu kerap menuruti permintaan mertuanya Sutiyah.
"Pokoknya, kami merasa malah Kus lah yang sayang sama ibu kami. Kalau sama saudara pun demikian, kalau dia mau bantu, ya bantu sampai tuntas. Contohnya saja, mengantar ke Bandara, sesibuk apapun dia akan berusaha mengantar. Sampai kami tidak kelihatan lagi, baru dia kembali," terang Lies.
Di kediaman almarhum Kus, ketika wartawan mendatangi hanya ada keluarga dari istrinya, yakni kakak-kakaknya dan ibu mertuanya.
"Kalau istrinya dik Kus masih di Jogja (Jogjakarta) karena memang dimakamkan di pemakaman keluarga, persis samping rumah orangtuanya Kus," tutur Lies kakak Ana yang pertama.
Lies juga mengenang sifat Kus yang disampaikan tetangga Kus, bahwa orangnya tidak pernah bisa diam.
"Jadi selama saya ada di sini, banyak sekali kenangan warga sini dengan dia. Sampai, ada yang bilang, dia bukan polisi biasa. Karena dia kalau tak lagi dinas, ya ikutan atur lalu lintas di perempatan situ. Padahal adik saya itu Anggota Bimas, bukan Polantas," katanya.
Selain itu menurut Lies, banyak pedagang di pasar yang juga ikut datang melayat ke kediaman Kus, dan menceritakan sosok Kus yang mengayomi semua kalangan.
"Pedagang merasa berterima kasih. Karena Kus sudah menghindari mereka dari preman yang suka memaksa meminta uang kepada pedagang," bangga Lies.
Lies mengatakan, dirinya pertama kali mendapat kabar Kus ditembak dari adiknya Charles Yudistiro pada Sabtu 17 Agustus sekira pukul 01.30 WIB.
"Waktu itu Yudi baru bilang, embak. Saya langsung tanya ibu yah Yud. Lalu Yudi bilang, bukan embak, dek Kus. Dek Kus ditembak embak. Dia langsung tak bisa menceritakan lagi, saya juga langsung menangis dan terdiam. Yudi bilang, embak kalau tanya kenapa, tanya ke mas Warsito (sepupu) saja," kenangnya.
Lies sendiri mengaku, tak berpikir kalau Kus ditembak pelaku teror. Untuk itu dia pun tak menanyakan penyebab tewasnya Kus ke Warsito.
"Belakangan pas ketemu, baru saya tanya ke Warsito. Dia memang anggota polisi juga. Pas ketemu, saya baru tahu ditembak teroris. Padahal, saya pikir ditembak perampok," katanya.
Sedangkan Tris Jati Wahono, kakak kedua Ana mengatakan, keluarga sudah menganggap Kus seperti adik sendiri. "Tidak ada perbedaan, dia sama sekali sudah melebur menjadi saudara kami," katanya.
Kus diketahui Tris, mendapat tugas dari kepolisian untuk bertugas di Tangerang 17 tahun silam. Pria yang menikahi Ana di Madiun itu dimakamkan dengan upacara kemiliteran. "Di sana ramai sekali, sampai yang memimpin upacaranya Kapolda Jogja.
Keluarga, menurut dia, tidak menggelar pengajian (tahlilan) di Tangerang Selatan. Keluarga menggelar pengajian tujuh harian di kampung halaman Kus, yang berlokasi di Desa Triharja, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo, Yogjakarta.
Namun, warga di Tangerang Selatan menggelar sendiri pengajian itu di kediaman Kus. "Iya para tetangga mengaku kehilangan sekali Kus. Makanya, mereka menggelar sendiri tahilan di sini," ujarnya.
Kesedihan pun masih dirasakan pihak keluarga Aiptu Kus Hendratma. Saat disambangi di kediamannya, yang terletak di RT 02/04 Nomor 50A, Kelurahan Pondok Kacang Timur, Kota Tangsel.
Tampak di rumah Kus masih berdiri tegak bendera merah putih yang tiangnya dicat warna hijau. Selain itu juga tampak, tenda warna putih di gang depan rumah Kus yang temboknya berwarna oranye itu.
Lies Kristiani, kakak ipar Kus yang datang dari Denpasar, Bali saat ditemui mengatakan, Kus dan Ana Susiantiasih adalah anak yang paling disayang oleh ibunya, Sutiyah.
"Makanya ibu memilih tinggal di kediaman dek Kus," cerita Lies sambil mengeluarkan air matanya dengan terus mengalir ke pipi, Selasa (20/8/2013).
Menurut Lies, Kus adalah sosok juru damai dikeluarganya. "Kami (keluarga) kalau ada masalah justru dia (Kus) yang menengahi. Justru, kadang adik saya (Ana) yang suka marah dengan ibu. Kus itu tidak pernah sama sekali marah sama ibu (Sutiyah)," terang Lies seraya sesekali menyeka air matanya.
Lies juga mengatakan, pihak keluarganya memiliki perasaan yang tidak enak dengan Kus. Sebab, Kus itu kerap menuruti permintaan mertuanya Sutiyah.
"Pokoknya, kami merasa malah Kus lah yang sayang sama ibu kami. Kalau sama saudara pun demikian, kalau dia mau bantu, ya bantu sampai tuntas. Contohnya saja, mengantar ke Bandara, sesibuk apapun dia akan berusaha mengantar. Sampai kami tidak kelihatan lagi, baru dia kembali," terang Lies.
Di kediaman almarhum Kus, ketika wartawan mendatangi hanya ada keluarga dari istrinya, yakni kakak-kakaknya dan ibu mertuanya.
"Kalau istrinya dik Kus masih di Jogja (Jogjakarta) karena memang dimakamkan di pemakaman keluarga, persis samping rumah orangtuanya Kus," tutur Lies kakak Ana yang pertama.
Lies juga mengenang sifat Kus yang disampaikan tetangga Kus, bahwa orangnya tidak pernah bisa diam.
"Jadi selama saya ada di sini, banyak sekali kenangan warga sini dengan dia. Sampai, ada yang bilang, dia bukan polisi biasa. Karena dia kalau tak lagi dinas, ya ikutan atur lalu lintas di perempatan situ. Padahal adik saya itu Anggota Bimas, bukan Polantas," katanya.
Selain itu menurut Lies, banyak pedagang di pasar yang juga ikut datang melayat ke kediaman Kus, dan menceritakan sosok Kus yang mengayomi semua kalangan.
"Pedagang merasa berterima kasih. Karena Kus sudah menghindari mereka dari preman yang suka memaksa meminta uang kepada pedagang," bangga Lies.
Lies mengatakan, dirinya pertama kali mendapat kabar Kus ditembak dari adiknya Charles Yudistiro pada Sabtu 17 Agustus sekira pukul 01.30 WIB.
"Waktu itu Yudi baru bilang, embak. Saya langsung tanya ibu yah Yud. Lalu Yudi bilang, bukan embak, dek Kus. Dek Kus ditembak embak. Dia langsung tak bisa menceritakan lagi, saya juga langsung menangis dan terdiam. Yudi bilang, embak kalau tanya kenapa, tanya ke mas Warsito (sepupu) saja," kenangnya.
Lies sendiri mengaku, tak berpikir kalau Kus ditembak pelaku teror. Untuk itu dia pun tak menanyakan penyebab tewasnya Kus ke Warsito.
"Belakangan pas ketemu, baru saya tanya ke Warsito. Dia memang anggota polisi juga. Pas ketemu, saya baru tahu ditembak teroris. Padahal, saya pikir ditembak perampok," katanya.
Sedangkan Tris Jati Wahono, kakak kedua Ana mengatakan, keluarga sudah menganggap Kus seperti adik sendiri. "Tidak ada perbedaan, dia sama sekali sudah melebur menjadi saudara kami," katanya.
Kus diketahui Tris, mendapat tugas dari kepolisian untuk bertugas di Tangerang 17 tahun silam. Pria yang menikahi Ana di Madiun itu dimakamkan dengan upacara kemiliteran. "Di sana ramai sekali, sampai yang memimpin upacaranya Kapolda Jogja.
Keluarga, menurut dia, tidak menggelar pengajian (tahlilan) di Tangerang Selatan. Keluarga menggelar pengajian tujuh harian di kampung halaman Kus, yang berlokasi di Desa Triharja, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo, Yogjakarta.
Namun, warga di Tangerang Selatan menggelar sendiri pengajian itu di kediaman Kus. "Iya para tetangga mengaku kehilangan sekali Kus. Makanya, mereka menggelar sendiri tahilan di sini," ujarnya.
(mhd)