Skandal seks di Lapas bikin malu Kemenkum HAM
A
A
A
Sindonews.com - Lagi-lagi wajah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) dipermalukan oleh tindakan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Narkotika Cipinang Thurman Saud M Hutapea, terkait terbongkarnya skandal seks di dalam Lapas Narkotika.
Belum lama kerusuhan terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Tanjung Gusta, Medan, yang mengakibatkan ratusan narapidana kabur. Disusul dengan kaburnya belasan narapidana yang ada di Rumah Tahanan Klas II A Batam dengan hal yang serupa.
Kasus skandal seks ini mencuat setelah model majalah dewasa, Vanny Rossyane (22) mengaku berhubungan seks dan memakai narkoba bersama kekasihnya yang juga gembong narkoba internasional, Freddy Budiman, di ruangan khusus di LP Cipinang selama 2012 sampai Mei 2013.
Bahkan buntut dari terbongkarnya skandal seks tersebut, Thurman Saud M Hutapea kini sudah dicopot dari jabatannya sebagai Kalapas Narkotika Cipinang, pada Kamis 25 Juli 2013 kemarin.
Ironinya, kasus skandal ini tidak hanya ramai diperbincangkan dikalangan media nasional saja. Tetapi, kasus skandal seks di dalam Lapas Narkotika Cipinang ini sudah tersebar luas di berbagai media asing.
Menteri Hukum dan HAm (Menkum HAM) Amir Syamsuddin mengatakan, pihaknya terus melakukan penyidikan terhadap Thurman guna menggali informasi lebih dalam lagi. Jika, dia terbukti melakukan pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi tegas.
"Jadi sementara kita lakukan pencopotan sambil melakukan menyelidikan. Dan mana kala ada indikasi layak untuk diproses melalui hukum, maka wajib dilakukanm," tegas Amir di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Thurman menyatakan kecewa dengan tindakan pencopotan ini. Karena, kata dia, belum dilakukan pemeriksaan oleh Kemenkum HAM terkait adanya tudingan memberikan fasilitas ruangan khusus itu. Tapi dirinya sudah dicopot terlebih dahulu.
"Belum diperiksa, tahu-tahu dicopot, ya jelas kecewa," kata Thurman, Kamis, 25 Juli 2013 kemarin.
Freddy Budiman alias Budi, bandar narkoba yang menjadi anggota sindikat internasional, divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa, 16 Juli 2013 lalu.
Freddy merupakan terpidana mati yang terbukti melanggar Pasal 114 UU No 35/2009 tentang Narkotika.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat (Jakbar) Aswandi menjelaskan, Freddy terbukti sebagai pemilik satu kontainer berisi 1,4 juta pil ekstasi yang didatangkan dari Cina.
Saat itu terdakwa berusaha mengelabui petugas Pelabuhan Tanjung Priok dengan mendaftarkan barang miliknya sebagai akuarium impor.
Namun, di sisi akuarium, terdakwa malah memasukkan jutaan pil ekstasi itu dalam bentuk 12 kardus besar yang didaftarkan sebagai akuarium.
"Terdakwa tidak pernah mengajukan keberatan atau pun menghadirkan saksi yang meringankan selama proses persidangan," katanya di PN Jakarta Barat, Selasa 16 Juli 2013.
Lebih lanjut Aswandi memaparkan, Freddy memiliki pasar narkoba yang tersebar di diskotek- diskotek di Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, Makassar, Bali, dan Papua.
"Terdakwa mengaku mendapatkan keuntungan 10 persen jika berhasil menjual narkoba tersebut," ujarnya.
Dalam proses pengadaan barang haram tersebut, Freddy mengatur segala urusan pil ekstasi miliknya itu dari dalam Lapas Cipinang. Bahkan, segala urusan dari mulai pelabuhan hingga mendapatkan sebuah gudang di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, untuk menyimpan ekstasi seberat empat ton tersebut itu didapatkan dari rekannya yang juga berada di Lapas Cipinang.
"Terdakwa mengeluarkan uang sebesar Rp90 juta atas jasa pengurusan kontainer. Semua itu memberatkan hukuman terdakwa, terlebih terdakwa saat ini masih menjalani proses hukumnya di Lapas Cipinang," ujarnya.
Selain hukuman mati, Freddy juga harus kehilangan enam haknya sebagai warga negara. Pencabutan keenam hak tersebut lantaran dia kembali mengulangi perbuatannya dari dalam Lapas.
Di antaranya adalah kehilangan hak berkomunikasi dengan gadget apa pun, hak untuk menjabat di segala jabatan, hak untuk masuk institusi, hak untuk memilih dan dipilih, dan hak mendapatkan pekerjaan.
Belum lama kerusuhan terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Tanjung Gusta, Medan, yang mengakibatkan ratusan narapidana kabur. Disusul dengan kaburnya belasan narapidana yang ada di Rumah Tahanan Klas II A Batam dengan hal yang serupa.
Kasus skandal seks ini mencuat setelah model majalah dewasa, Vanny Rossyane (22) mengaku berhubungan seks dan memakai narkoba bersama kekasihnya yang juga gembong narkoba internasional, Freddy Budiman, di ruangan khusus di LP Cipinang selama 2012 sampai Mei 2013.
Bahkan buntut dari terbongkarnya skandal seks tersebut, Thurman Saud M Hutapea kini sudah dicopot dari jabatannya sebagai Kalapas Narkotika Cipinang, pada Kamis 25 Juli 2013 kemarin.
Ironinya, kasus skandal ini tidak hanya ramai diperbincangkan dikalangan media nasional saja. Tetapi, kasus skandal seks di dalam Lapas Narkotika Cipinang ini sudah tersebar luas di berbagai media asing.
Menteri Hukum dan HAm (Menkum HAM) Amir Syamsuddin mengatakan, pihaknya terus melakukan penyidikan terhadap Thurman guna menggali informasi lebih dalam lagi. Jika, dia terbukti melakukan pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi tegas.
"Jadi sementara kita lakukan pencopotan sambil melakukan menyelidikan. Dan mana kala ada indikasi layak untuk diproses melalui hukum, maka wajib dilakukanm," tegas Amir di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Thurman menyatakan kecewa dengan tindakan pencopotan ini. Karena, kata dia, belum dilakukan pemeriksaan oleh Kemenkum HAM terkait adanya tudingan memberikan fasilitas ruangan khusus itu. Tapi dirinya sudah dicopot terlebih dahulu.
"Belum diperiksa, tahu-tahu dicopot, ya jelas kecewa," kata Thurman, Kamis, 25 Juli 2013 kemarin.
Freddy Budiman alias Budi, bandar narkoba yang menjadi anggota sindikat internasional, divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa, 16 Juli 2013 lalu.
Freddy merupakan terpidana mati yang terbukti melanggar Pasal 114 UU No 35/2009 tentang Narkotika.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat (Jakbar) Aswandi menjelaskan, Freddy terbukti sebagai pemilik satu kontainer berisi 1,4 juta pil ekstasi yang didatangkan dari Cina.
Saat itu terdakwa berusaha mengelabui petugas Pelabuhan Tanjung Priok dengan mendaftarkan barang miliknya sebagai akuarium impor.
Namun, di sisi akuarium, terdakwa malah memasukkan jutaan pil ekstasi itu dalam bentuk 12 kardus besar yang didaftarkan sebagai akuarium.
"Terdakwa tidak pernah mengajukan keberatan atau pun menghadirkan saksi yang meringankan selama proses persidangan," katanya di PN Jakarta Barat, Selasa 16 Juli 2013.
Lebih lanjut Aswandi memaparkan, Freddy memiliki pasar narkoba yang tersebar di diskotek- diskotek di Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, Makassar, Bali, dan Papua.
"Terdakwa mengaku mendapatkan keuntungan 10 persen jika berhasil menjual narkoba tersebut," ujarnya.
Dalam proses pengadaan barang haram tersebut, Freddy mengatur segala urusan pil ekstasi miliknya itu dari dalam Lapas Cipinang. Bahkan, segala urusan dari mulai pelabuhan hingga mendapatkan sebuah gudang di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, untuk menyimpan ekstasi seberat empat ton tersebut itu didapatkan dari rekannya yang juga berada di Lapas Cipinang.
"Terdakwa mengeluarkan uang sebesar Rp90 juta atas jasa pengurusan kontainer. Semua itu memberatkan hukuman terdakwa, terlebih terdakwa saat ini masih menjalani proses hukumnya di Lapas Cipinang," ujarnya.
Selain hukuman mati, Freddy juga harus kehilangan enam haknya sebagai warga negara. Pencabutan keenam hak tersebut lantaran dia kembali mengulangi perbuatannya dari dalam Lapas.
Di antaranya adalah kehilangan hak berkomunikasi dengan gadget apa pun, hak untuk menjabat di segala jabatan, hak untuk masuk institusi, hak untuk memilih dan dipilih, dan hak mendapatkan pekerjaan.
(mhd)