Kerusakan Ciliwung, pemerintah dituntut tanggung jawab
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah telah menetapkan tanggal 27 Juli sebagai Hari Sungai Nasional. Meski demikian, sejumlah elemen lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendesak pemerintah dan para pihak terkait untuk bertanggung jawab atas rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.
"Kini Sungai Ciliwung tercemar oleh limbah industri tahu dan sampah rumah tangga, kondisi bantarannya pun telah banyak diuruk para pengembang perumahan mulai dari Kabupaten Bogor hingga Kota Depok," kata Sudirman Asun dari Ciliwung Institute di Jakarta, Jumat (26/7/2013).
Bahkan, lanjut dia, hutan bambu di bantaran Ciliwung juga terancam oleh para pengembang yang berniat membangun perumahan.
Sungai Ciliwung sepanjang ± 120 Km yang berhulu di Kawasan Puncak, aliran sungainya melewati Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan DKI Jakarta.
Berdasarkan data tahun 2007 Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU), terdapat kurang lebih 20 situ (setu) yang masuk di dalam DAS Ciliwung.
Selain itu, Forest Watch Indonesia (FWI) Hari Yanto telah melakukan pengecekan lapangan secara langsung kondisi situ (setu) pada April 2013.
Menurut dia, kondisi situ yang berada di dalam DAS Ciliwung tak ubahnya kubangan air yang dipenuhi oleh tumpukan sampah dan terjadi pendangkalan.
"Kami menemukan kondisi 22 situ dan empat rawa tidak akan mampu menahan air jika musim hujan tiba. Selain itu, jumlah situ yang kami temui di lapangan berbeda dengan data jumlah situ yang dimiliki Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane pada tahun 2007," kata Hari.
Pada tahun 2012, FWI memaparkan hasil temuannya terkait kondisi tutupan hutan di DAS Ciliwung yang tersisa tinggal 12 persen dari total luas Kawasan DAS yang mencapai 29 ribu hektar.
Kondisi ini tidak sesuai dengan yang diamanatkan di dalam undang-undang, dimana keberadaan hutan sebagai daerah resapan air yang optimal harus mempunyai luasan yang cukup dengan sebaran proposional, minimal 30 persen dari luas DAS.
"Kini Sungai Ciliwung tercemar oleh limbah industri tahu dan sampah rumah tangga, kondisi bantarannya pun telah banyak diuruk para pengembang perumahan mulai dari Kabupaten Bogor hingga Kota Depok," kata Sudirman Asun dari Ciliwung Institute di Jakarta, Jumat (26/7/2013).
Bahkan, lanjut dia, hutan bambu di bantaran Ciliwung juga terancam oleh para pengembang yang berniat membangun perumahan.
Sungai Ciliwung sepanjang ± 120 Km yang berhulu di Kawasan Puncak, aliran sungainya melewati Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan DKI Jakarta.
Berdasarkan data tahun 2007 Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU), terdapat kurang lebih 20 situ (setu) yang masuk di dalam DAS Ciliwung.
Selain itu, Forest Watch Indonesia (FWI) Hari Yanto telah melakukan pengecekan lapangan secara langsung kondisi situ (setu) pada April 2013.
Menurut dia, kondisi situ yang berada di dalam DAS Ciliwung tak ubahnya kubangan air yang dipenuhi oleh tumpukan sampah dan terjadi pendangkalan.
"Kami menemukan kondisi 22 situ dan empat rawa tidak akan mampu menahan air jika musim hujan tiba. Selain itu, jumlah situ yang kami temui di lapangan berbeda dengan data jumlah situ yang dimiliki Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane pada tahun 2007," kata Hari.
Pada tahun 2012, FWI memaparkan hasil temuannya terkait kondisi tutupan hutan di DAS Ciliwung yang tersisa tinggal 12 persen dari total luas Kawasan DAS yang mencapai 29 ribu hektar.
Kondisi ini tidak sesuai dengan yang diamanatkan di dalam undang-undang, dimana keberadaan hutan sebagai daerah resapan air yang optimal harus mempunyai luasan yang cukup dengan sebaran proposional, minimal 30 persen dari luas DAS.
(mhd)