DPRD DKI gagal gulingkan Jokowi ?
A
A
A
Sindonews.com - Hak Interpelasi yang digagas oleh beberapa anggota DPRD DKI Jakarta, yang akan berdampak pada pemakzulan (Impeachment) terhadap Gubernur DKI Joko Widodo, dinilai terlalu berlebihan.
Hal itu dikatakan oleh Sekretaris DPRD DKI Jakarta Manggar Pardede di kantor DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Menurutnya, wacana Hak Interpelasi sudah redup setelah beberapa fraksi yang awalnya mendukung, belakangan mundur.
"Sama sekali tidak terkait pemakzulan, tidak ada itu. Prosesnya pun panjang, kemarin kan dari 32 orang dari beberapa fraksi. Tapi kan sudah berkurang sekarang," ujar Manggar, di DPRD DKI, Jakarta, Senin (3/6/2013).
Manggar mengingatkan, proses pengajuan Hak Interpelasi tidaklah mudah. Dalam mekanismenya, Hak Interpelasi bisa diajukan melalui komisi yang berwenang.
Selanjutnya akan disimpulkan melalui rapat gabungan fraksi apakah kebijakan tersebut layak diajukan dalam Interpelasi atau tidak. Kesimpulan ini kemudian diputuskan dalam rapat pimpinan DPRD.
"Misalnya di Komisi E selesai, tidak ada lagi pertanyaan, ya lanjut. Rapat pimpinan memutuskan dilanjutkan atau tidak," paparnya.
Manggar mengingatkan, Hak Interpelasi baru inisiasi dari beberapa anggota dewan. Lagipula, Interpelasi harus didaftarkan terlebih dahulu di Badan Musyawarah (Bamus), dibahas untuk menjadwalkannnya.
Bamus, katanya, bisa juga menolak untuk menjadwalkan. Namun, jika diterima, perkara itu harus diparipurnakan. Rapat paripurna bisa terlaksana bila dihadiri setengah dari anggota DPRD.
"Persyaratannya Interpelasi bisa lanjut, jika setengah menyetujui. Kalau itu sudah oke, baru Interpelasi Dewan. Kemarin itu baru inisiasi," ungkapnya.
Seperti diberitakan, wacana Hak Interpelasi program KJS akhirnya kandas di tengah jalan, setelah beberapa fraksi menarik mundur dari dukungannya. Tiga fraksi yang menyatakan mundur antara lain, Fraksi Partai Golkar, PPP, dan Hanura.
Hal itu dikatakan oleh Sekretaris DPRD DKI Jakarta Manggar Pardede di kantor DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Menurutnya, wacana Hak Interpelasi sudah redup setelah beberapa fraksi yang awalnya mendukung, belakangan mundur.
"Sama sekali tidak terkait pemakzulan, tidak ada itu. Prosesnya pun panjang, kemarin kan dari 32 orang dari beberapa fraksi. Tapi kan sudah berkurang sekarang," ujar Manggar, di DPRD DKI, Jakarta, Senin (3/6/2013).
Manggar mengingatkan, proses pengajuan Hak Interpelasi tidaklah mudah. Dalam mekanismenya, Hak Interpelasi bisa diajukan melalui komisi yang berwenang.
Selanjutnya akan disimpulkan melalui rapat gabungan fraksi apakah kebijakan tersebut layak diajukan dalam Interpelasi atau tidak. Kesimpulan ini kemudian diputuskan dalam rapat pimpinan DPRD.
"Misalnya di Komisi E selesai, tidak ada lagi pertanyaan, ya lanjut. Rapat pimpinan memutuskan dilanjutkan atau tidak," paparnya.
Manggar mengingatkan, Hak Interpelasi baru inisiasi dari beberapa anggota dewan. Lagipula, Interpelasi harus didaftarkan terlebih dahulu di Badan Musyawarah (Bamus), dibahas untuk menjadwalkannnya.
Bamus, katanya, bisa juga menolak untuk menjadwalkan. Namun, jika diterima, perkara itu harus diparipurnakan. Rapat paripurna bisa terlaksana bila dihadiri setengah dari anggota DPRD.
"Persyaratannya Interpelasi bisa lanjut, jika setengah menyetujui. Kalau itu sudah oke, baru Interpelasi Dewan. Kemarin itu baru inisiasi," ungkapnya.
Seperti diberitakan, wacana Hak Interpelasi program KJS akhirnya kandas di tengah jalan, setelah beberapa fraksi menarik mundur dari dukungannya. Tiga fraksi yang menyatakan mundur antara lain, Fraksi Partai Golkar, PPP, dan Hanura.
(stb)