Evaluasi program Jamkesda di Depok, benahi dari sini
A
A
A
Sindonews.com - Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Bambang Wispriono menilai, evaluasi program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di Depok, sejauh ini sudah cukup baik. Namun dia menilai, masih banyak kelemahan yang terjadi dalam sistem pelayanan.
"Kita harus melihat dua sisi, tak hanya dari sisi pemerintah daerah saja. Tetapi sisi masyarakat juga, jangan semua apa-apa demi masyarakat juga, nanti enggak pernah beres. Sejauh ini sudah baik. Yang penting sistemnya harus pro rakyat," ungkapnya, di Depok, Sabtu (2/3/2013).
Dia menambahkan, implementasi di lapangan memang terdapat sistem yang masih harus diperbaiki. "Misalnya dana dari pemerintah pembayaran atau klaim rumah sakit telat, birokrasi harus dibuat lebih simpel. Namun sejauh ini pintunya sudah bagus," tegasnya.
Dia juga mendorong agar kesiapan rumah sakit menampung pasien, terutama pasien miskin untuk lebih ditingkatkan. Jangan sampai ada keterbatasan kelas.
"Jumlahnya ditambah, memang banyak masyarakat kita maunya berobat langsung ke RS, enggak mau ke puskesmas dulu," imbuhnya.
Banyak pula administrasi kependudukan di masyarakat belum rapi, sehingga banyak proses mendapatkan Jamkesda berbelit-belit. Banyak pula masyarakat yang baru sadar mengurus Jamkesda saat mereka jatuh sakit.
"Orang itu kadang-kadang baru mengurus kalau tiba-tiba sakit. Ada juga yang bukan KTP dialamat tempat mereka tinggal, bertahun-tahun di situ, begitu mulai sakit, baru komplain. Masyarakat juga jangan minta dilayani terus harus bisa hidup tertib," jelasnya.
Untuk itu, dia mendorong agar rumah sakit memberlakukan reformasi pelayanan dengan menghapus sistem kasta atau kelas. Semestinya hanya ada dua jenis kamar, yakni kamar yang menggunakan biaya dan asuransi pribadi, serta kamar yang ditanggung oleh pemerintah.
"Reformasi model RS yang pas, jangan ada kelas I, II, III, seperti dikastakan. Harus dibikin dua kelompok saja, kelas 2 dan 3 digabung jadi satu saja. Harusnya ada pembenahan sistem RS," tandasnya.
"Kita harus melihat dua sisi, tak hanya dari sisi pemerintah daerah saja. Tetapi sisi masyarakat juga, jangan semua apa-apa demi masyarakat juga, nanti enggak pernah beres. Sejauh ini sudah baik. Yang penting sistemnya harus pro rakyat," ungkapnya, di Depok, Sabtu (2/3/2013).
Dia menambahkan, implementasi di lapangan memang terdapat sistem yang masih harus diperbaiki. "Misalnya dana dari pemerintah pembayaran atau klaim rumah sakit telat, birokrasi harus dibuat lebih simpel. Namun sejauh ini pintunya sudah bagus," tegasnya.
Dia juga mendorong agar kesiapan rumah sakit menampung pasien, terutama pasien miskin untuk lebih ditingkatkan. Jangan sampai ada keterbatasan kelas.
"Jumlahnya ditambah, memang banyak masyarakat kita maunya berobat langsung ke RS, enggak mau ke puskesmas dulu," imbuhnya.
Banyak pula administrasi kependudukan di masyarakat belum rapi, sehingga banyak proses mendapatkan Jamkesda berbelit-belit. Banyak pula masyarakat yang baru sadar mengurus Jamkesda saat mereka jatuh sakit.
"Orang itu kadang-kadang baru mengurus kalau tiba-tiba sakit. Ada juga yang bukan KTP dialamat tempat mereka tinggal, bertahun-tahun di situ, begitu mulai sakit, baru komplain. Masyarakat juga jangan minta dilayani terus harus bisa hidup tertib," jelasnya.
Untuk itu, dia mendorong agar rumah sakit memberlakukan reformasi pelayanan dengan menghapus sistem kasta atau kelas. Semestinya hanya ada dua jenis kamar, yakni kamar yang menggunakan biaya dan asuransi pribadi, serta kamar yang ditanggung oleh pemerintah.
"Reformasi model RS yang pas, jangan ada kelas I, II, III, seperti dikastakan. Harus dibikin dua kelompok saja, kelas 2 dan 3 digabung jadi satu saja. Harusnya ada pembenahan sistem RS," tandasnya.
(san)