RTRW mangkrak, Pemkot Depok ditegur Pusat
A
A
A
Sindonews.com - Kota Depok mendapatkan teguran dari Pemerintah Pusat karena merupakan salah satu dari empat kota di Indonesia yang belum memiliki rencana tata ruang wilayah (RTRW). Padahal, draf tersebut harus sudah selesai pada November 2012.
"Ini lagi dipepet pengerjaannya," kata Anggota Komisi B DPRD Depok Muttaqien, Minggu (7/10/2012).
Dia mengatakan teguran tersebut sebenarnya sudah dilayangkan sejak Mei 2012.
Kota lainnya yang belum menyerahkan RTRW adalah Banjar, Makassar, dan Surabaya. Sejumlah kendala yang dihadapi antara lain rancangan tersebut sudah ditentukan di tingkat provinsi padahal belum di bahas di tingkat kota.
"Harusnya dibahas di sini baru baru ke kita, jadi kita seperti terpaksa menuruti draf itu," ujarnya.
Selain itu, kata Muttaqien, terdapat perubahan struktur pemerintahan di Pemerintah Daerah (Pemda). Awalnya tata ruang berada di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Saat ini, bagian tata ruang ada di Dinas Tata Ruang dan Pemukiman. Sementara sumber daya manusia yang dulu ada di Bappeda, tidak pindah semuanya.
"Jadi belum belum ada SDM, kalau di tarkim kan sifatnya tidak makro," tukasnya
Bahkan ada rencana bagian tata ruang tersebut dikembalikan lagi ke Bappeda. Hal itu berdasarkan Peraturan daerah yang saat ini sedang digodog DPRD Kota Depok.
Saat ini DPRD dan eksekutif sedang membahas beberapa perubahan dalam draft RTRW. Misalnya saja membahas peruntukan lahan pertanian apakah berkelanjutan atau ruang terbuka hijau saja.
Selain itu, kata Muttaqien, terdapat perubahan struktur pemerintahan di pemerintah daerah. Awalnya tata ruang berada di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).
"Sekarang bagian tata ruang ada di Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarkim). Sementara sumber daya manusia yang dulu ada di Bappeda, tidak pindah semuanya," ungkapnya.
Muttaqien mengatakan, saat ini DPRD dan eksekutif sedang membahas beberapa perubahan dalam draft RTRW. Misalnya membahas peruntukan lahan pertanian apakah berkelanjutan atau ruang terbuka hijau (RTH) saja.
Menurutnya, jika RTH lahan pertanian tersebut bisa diubah menjadi kebun atau taman. Namun dijadikan lahan pertanian berkelanjutan, maka harus ada nota kesepahaman dengan pemilik lahan.
"Nah di situ tantangannya, karena bisa saja pemilik lahan tergiur menjual tanahnya pada pengembang," pungkasnya.
"Ini lagi dipepet pengerjaannya," kata Anggota Komisi B DPRD Depok Muttaqien, Minggu (7/10/2012).
Dia mengatakan teguran tersebut sebenarnya sudah dilayangkan sejak Mei 2012.
Kota lainnya yang belum menyerahkan RTRW adalah Banjar, Makassar, dan Surabaya. Sejumlah kendala yang dihadapi antara lain rancangan tersebut sudah ditentukan di tingkat provinsi padahal belum di bahas di tingkat kota.
"Harusnya dibahas di sini baru baru ke kita, jadi kita seperti terpaksa menuruti draf itu," ujarnya.
Selain itu, kata Muttaqien, terdapat perubahan struktur pemerintahan di Pemerintah Daerah (Pemda). Awalnya tata ruang berada di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Saat ini, bagian tata ruang ada di Dinas Tata Ruang dan Pemukiman. Sementara sumber daya manusia yang dulu ada di Bappeda, tidak pindah semuanya.
"Jadi belum belum ada SDM, kalau di tarkim kan sifatnya tidak makro," tukasnya
Bahkan ada rencana bagian tata ruang tersebut dikembalikan lagi ke Bappeda. Hal itu berdasarkan Peraturan daerah yang saat ini sedang digodog DPRD Kota Depok.
Saat ini DPRD dan eksekutif sedang membahas beberapa perubahan dalam draft RTRW. Misalnya saja membahas peruntukan lahan pertanian apakah berkelanjutan atau ruang terbuka hijau saja.
Selain itu, kata Muttaqien, terdapat perubahan struktur pemerintahan di pemerintah daerah. Awalnya tata ruang berada di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).
"Sekarang bagian tata ruang ada di Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarkim). Sementara sumber daya manusia yang dulu ada di Bappeda, tidak pindah semuanya," ungkapnya.
Muttaqien mengatakan, saat ini DPRD dan eksekutif sedang membahas beberapa perubahan dalam draft RTRW. Misalnya membahas peruntukan lahan pertanian apakah berkelanjutan atau ruang terbuka hijau (RTH) saja.
Menurutnya, jika RTH lahan pertanian tersebut bisa diubah menjadi kebun atau taman. Namun dijadikan lahan pertanian berkelanjutan, maka harus ada nota kesepahaman dengan pemilik lahan.
"Nah di situ tantangannya, karena bisa saja pemilik lahan tergiur menjual tanahnya pada pengembang," pungkasnya.
(maf)