Pelanggaran hak anak sudah mengarah sadisme

Selasa, 20 Desember 2011 - 16:17 WIB
Pelanggaran hak anak sudah mengarah sadisme
Pelanggaran hak anak sudah mengarah sadisme
A A A
Sindonews.com - Kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia terbilang masih tinggi. Sepanjang tahun 2011, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat sedikitnya 2.386 kasus pelanggaran terhadap hak-hak anak. Angka ini meningkat 98 persen dari tahun lalu dengan jumlah 1.234 pengaduan.

Meningkatnya berbagai bentuk pengabaian dan pelanggaran ini menunjukan kegagalan negara, pemerintah, masyarakat, dan orangtua dalam melindungi serta menghormati hak anak.

Menurut Komnas PA, kegagalan itu terlihat dari meningkatnya pengaduan masyarakat terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak anak. Tapi bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anak juga telah mengarah pada tindakan sadisme.

"Bahkan keluarga sebagai pihak terdekat dengan anak menjadi pelaku tindak kekerasan," ungkap Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait dalam acara Catatan Akhir Tahun 2011 yang diselenggarakan Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) di Sekretariat Komnas PA, Jakarta, Selasa (20/12/2011).

Arist mengungkapkan, sepanjang 2011 Komnas PA mencatat terjadinya 2.386 kasus atau dalam sebulan ada 200 pengaduan. Angka tersebut meningkat 98 persen dari tahun lalu dengan jumlah 1.234 pengaduan.

Arist mengaku prihatin dengan kondisi ini. Awalnya, Komnas PA berharap adanya penurunan jumlah pelanggaran hak anak, tapi berdasarkan analisis justru angkanya semakin meningkat tinggi. Itu pun belum termasuk laporan pemerintah.

"Pemerintah seharusnya bisa mendengarkan fakta ini karena, pihak yang menjalankan program perlindungan anak. Dengan kondisi ini terkesan masa depan perlindungan anak semakin buram. Kasus-kasus anak akan terbengkalai karena pemerintah selalu mengurusi politik yang tidak menentu hingga 2014 mendatang," terangnya.

Sementara itu tokoh pendidikan anak Seto Mulyadi mengapreasiasi kontribusi Komnas PA selama ini. Dia juga mendesak pemerintah segera melakukan perubahan terkait perlindungan anak di Indonesia.

"Mari kita rapat barisan demi kepentingan terbaik anak-anak Indonesia. Sekarang juga mendesak kepada pemerintah untuk melindungi anak dari kekerasan. Dengan cara setop kekerasan dan kekejaman terhadap anak. Sehingga, bisa mengubah paradigma yang mungkin keliru sejak lama," papar Kak Seto, demikian sapaan akrabnya.

Kritik guru

Dalam kesempatan ini dia juga mengkritik sejumlah guru yang notabene dekat dengan lingkungan pembentukan karakter malah melakukan tindakan kekerasan pada anak. Dia pun menolak paradigma bahwa guru diizinkan memukul siswa dalam rangka mendidik.

"Saat itu pernah ada yang namanya perlindungan guru ketika memukul anak dan itu diizinkan saat itu. Jelas saya menolak keras dan mencoba mengubah paradigma mengajar, bukan dengan kekerasan tapi dengan hati," cetusnya.

Menurut Seto, guru yang tidak dicintai oleh murid-muridnya merupakan guru yang gagal. Guru tidak perlu ditakuti karena sudah selayaknya guru adalah sosok yang harus dicintai anak-anak, sehingga mereka bisa taat.

"Anak sekarang penuh perbandingan dan beda dengan anak zaman dulu yang penurut. Jangan bermimpi punya anak yang penurut pada saat ini. Paradigma saat mendidik anak juga harus diubah. Pemukulan adalah tindakan yang salah dan ketegasan bisa dilakukan dengan cara lain, tidak harus dikerasin," paparnya.

Diakui Seto, saat ini penting memperhatikan model mendidik anak. Misalnya, dengan cara pemberian reward and punishment. "Anak sangat perlu diajarkan kebaikan tapi dengan cara kekerasan jelas itu salah. Situasi yang tidak nyaman tentu menyebabkan stres. Setiap orang punya agresitivitas yang berbeda. Seharusnya sebagai orangtua bisa mengarahkan agresivitas anak ke hal positif agar menjadi manusia yang bisa diajak kerja sama," jelasnya.

Sebab itu, Seto menyarankan pembentukan karakter diterapkan dengan cara membangun komunikasi positif dan baik terhadap anak. "Harus ada kesadaran pemerintah bahwa kekerasan harus dihentikan pada anak. Semua pihak harus berani menyatakan bahwa kekerasan anak harus dihentikan, khususnya dilakukan dari atas (pemerintah)," tandasnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6987 seconds (0.1#10.140)