Kisah Linda dan Sarah, Dua Hari di Loteng Rumah Tanpa Makanan
A
A
A
TANGARENG - Tubuh Linda menggigil. Wajahnya pucat. Pandangannya menerawang jauh ke depan. Wanita berusia 40 tahun ini terus memeluk erat anaknya Sarah yang masih berusia 3 bulan. Berbeda dengan ibunya, bayi perempuan cantik itu tampak dalam kondisi prima. Hanya saja terlihat beberapa bentol merah di bagian tubuhnya akibat gigitan nyamuk.
Linda dan Sarah merupakan dua dari ratusan korban banjir setinggi 2 meter di Perumahan Ciledug Indah 1, Kota Tangerang. Jauh hari sebelumnya Linda sudah berniat menghabiskan malam tahun baru bersama anak dan suami di rumah orang tuanya di perumahan tersebut. Namun siapa sangka, malam tahun baru berubah menjadi bencana. Linda bersama anak, suami, dan 9 saudaranya harus menghabiskan malam tahun baru di atas loteng rumah akibat banjir yang melanda kawasan tersebut.
Celakanya mereka harus bertahan di atas loteng selama dua hari satu malam tanpa makanan. “Dari mulai naik air, baru hari ini (kemarin sore) kami dievakuasi. Kami terjebak di atas loteng tanpa ada makanan. Hanya ada 1 galon air untuk beramai-ramai," cerita Linda kepada KORAN SINDO di tempat pengungsian kemarin.
Selama terjebak, Linda dan keluarga sangat kelaparan. Tidak banyak yang mereka lakukan karena banjir nyaris menenggelamkan rumah orang tuanya. Tidak ada satu pun petugas atau warga lainnya yang menolong. Sempat waktu itu, kata dia, ponselnya hidup dan menghubungi nomor petugas SAR, tapi sibuk terus. “Banjir hari pertama, tidak ada petugas yang datang ke lokasi. Baru hari kedua, ada yang menyisir ke rumah-rumah warga," jelasnya.
Yang sangat dikhawatirkan Linda adalah anaknya yang masih berusia 3 bulan. Dia takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Alhamdulillah anak saya sehat, hanya bentol-bentol kecil di beberapa bagian tubuhnya akibat gigitan nyamuk,” tandasnya. Selain Linda dan keluarganya, nasib serupa dialami Yuswardi, 49. Pria ini terjebak banjir dan hanya minum air hujan untuk bertahan hidup karena semua bahan makanan hanyut terbawa air.
Sejak banjir melanda pada malam Tahun Baru, dia tidak bisa pergi ke mana-mana. Rumahnya terendam banjir setinggi 2 meter. Baru hari kedua ada petugas yang datang. Saat ditemui, Yuswardi sedang memeriksa kesehatannya. Tubuhnya menggigil. "Meriang, kepala pusing. Dua hari tidak makan hanya minum air hujan. Tidak ada yang datang, ponsel semua mati," katanya.
Menurut Yuswardi, masih banyak warga di Perumahan Ciledug Indah 1 terjebak di dalam rumah. Warga tidak tahu harus bagaimana, selain bertahan di loteng rumah. "Petugas tidak ada yang berani masuk karena ketinggian air 2 meter dan arusnya deras sekali," sambungnya.
Sementara itu nasib nahas menimpa Aceng Ismail, 53. Pria paruh baya ini tenggelam dan akhirnya meninggal beberapa jam setelah rumahnya terendam banjir. Menurut Suyoko, tetangga Aceng, korban ditemukan sudah mengambang dalam rumah. "Korban memang sedang sakit. Saat banjir di dalam rumah hanya ada istri dan dua cucunya yang masih kecil. Tapi kalau tidak telat ditolong, korban masih bisa selamat," kata Yoko.
Kini satu per satu warga berhasil dievakuasi. Bantuan logistic, termasuk kesehatan, mulai berdatangan. Posko kesehatan sudah mulai didirikan, tetapi tidak ada dapur umum. Bantuan logistik yang ada harus dimasak terlebih dahulu, tidak bisa di makan langsung.
Banjir di perumahan ini memang cukup parah. Semua video yang beredar memperlihatkan mobil-mobil hanyut saat banjir datang. Warga perumahan setempat menyebut mobil-mobil itu hanyut karena arus air yang deras. Ketinggian air hampir mencapai atap rumah. Adapun kondisi air di Kompleks Ciledug Indah II lebih rendah.
Ribuan Warga Mengungsi
Sementara itu ribuan kepala keluarga (KK) korban banjir bandang dan longsor di enam kecamatan di Kabupaten Lebak, Banten, harus mengungsi. Rumah mereka rusak berat. Bahkan kampungnya masih berada dalam bayang-bayang bencana, sebab hujan masih terus mengguyur wilayah yang berada di dekat Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) itu. Para korban mengungsi di 7 posko pengungsian yang disediakan pemerintah setempat.
Tujuh posko tersebut tersebar di Kecamatan Sajira, Cimarga, Cipanas, Curug Bitung, dan Lebak Gedong. Berdasarkan pantauan di salah satu lokasi pengungsian di lapangan futsal yang berada di Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong, para korban tidur dengan alas seadanya. Mereka kedinginan karena pada malam hari hujan tak kunjung reda.
Di lokasi pengungsian terlihat anak kecil, wanita serta pria paruh baya yang gelisah dan tak bisa tidur. Mereka merasakan kedinginan dan trauma bencana banjir bandang dan longsor akan kembali terjadi. “Ia saya ngungsi takut ada bencana susulan. Yang kami butuhkan kamar mandi sama selimut,” kata Fatmawati, 41, kemarin.
Camat Lebak Gedong Wahyudin mengatakan, jumlah pengungsi di lapangan futsal sebanyak 400 orang. Dia mengaku bantuan masih terbatas karena akses jalan yang belum bisa dilalui kendaraan roda empat. Warga yang rumahnya tidak mengalami kerusakan sudah diperintahkan untuk mengungsi guna menghindari bencana susulan. “Untuk selimut insyaallah segera dipenuhi,” katanya.
Warga juga mulai terserang penyakit seperti batuk, pilek. Pengobatan pun dilakukan oleh tenaga medis dari Dinkes Kabupaten Lebak, Dokkes Polda Banten, dan tenaga medis dari klinik setempat. “Untuk pengobatan kita usahakan semaksimal mungkin. Sampai malam ini kita terus pantau setiap tiga jam. Kalau ada yang sakit kita bawa ke klinik dan puskesmas,” jelasnya.
Diketahui, banjir bandang menerjang 6 kecamatan di Kabupaten Lebak, yaitu Kecamatan Sajira, Cipanas, Lebak Gedong, Curugbitung, Maja, dan Cimarga. Ada 17 desa terdampak dengan 30 titik banjir. Peristiwa tersebut terjadi saat malam Tahun Baru.
Banjir disebabkan meluapnya Sungai Ciberang dan Cidurian. Tercatat sebanyak 80 rumah hanyut, 604 rusak berat, dan 1.431 rumah rusak ringan. Banjir bandang juga merendam 2.115 rumah warga dan merusak 9 jembatan.
Linda dan Sarah merupakan dua dari ratusan korban banjir setinggi 2 meter di Perumahan Ciledug Indah 1, Kota Tangerang. Jauh hari sebelumnya Linda sudah berniat menghabiskan malam tahun baru bersama anak dan suami di rumah orang tuanya di perumahan tersebut. Namun siapa sangka, malam tahun baru berubah menjadi bencana. Linda bersama anak, suami, dan 9 saudaranya harus menghabiskan malam tahun baru di atas loteng rumah akibat banjir yang melanda kawasan tersebut.
Celakanya mereka harus bertahan di atas loteng selama dua hari satu malam tanpa makanan. “Dari mulai naik air, baru hari ini (kemarin sore) kami dievakuasi. Kami terjebak di atas loteng tanpa ada makanan. Hanya ada 1 galon air untuk beramai-ramai," cerita Linda kepada KORAN SINDO di tempat pengungsian kemarin.
Selama terjebak, Linda dan keluarga sangat kelaparan. Tidak banyak yang mereka lakukan karena banjir nyaris menenggelamkan rumah orang tuanya. Tidak ada satu pun petugas atau warga lainnya yang menolong. Sempat waktu itu, kata dia, ponselnya hidup dan menghubungi nomor petugas SAR, tapi sibuk terus. “Banjir hari pertama, tidak ada petugas yang datang ke lokasi. Baru hari kedua, ada yang menyisir ke rumah-rumah warga," jelasnya.
Yang sangat dikhawatirkan Linda adalah anaknya yang masih berusia 3 bulan. Dia takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Alhamdulillah anak saya sehat, hanya bentol-bentol kecil di beberapa bagian tubuhnya akibat gigitan nyamuk,” tandasnya. Selain Linda dan keluarganya, nasib serupa dialami Yuswardi, 49. Pria ini terjebak banjir dan hanya minum air hujan untuk bertahan hidup karena semua bahan makanan hanyut terbawa air.
Sejak banjir melanda pada malam Tahun Baru, dia tidak bisa pergi ke mana-mana. Rumahnya terendam banjir setinggi 2 meter. Baru hari kedua ada petugas yang datang. Saat ditemui, Yuswardi sedang memeriksa kesehatannya. Tubuhnya menggigil. "Meriang, kepala pusing. Dua hari tidak makan hanya minum air hujan. Tidak ada yang datang, ponsel semua mati," katanya.
Menurut Yuswardi, masih banyak warga di Perumahan Ciledug Indah 1 terjebak di dalam rumah. Warga tidak tahu harus bagaimana, selain bertahan di loteng rumah. "Petugas tidak ada yang berani masuk karena ketinggian air 2 meter dan arusnya deras sekali," sambungnya.
Sementara itu nasib nahas menimpa Aceng Ismail, 53. Pria paruh baya ini tenggelam dan akhirnya meninggal beberapa jam setelah rumahnya terendam banjir. Menurut Suyoko, tetangga Aceng, korban ditemukan sudah mengambang dalam rumah. "Korban memang sedang sakit. Saat banjir di dalam rumah hanya ada istri dan dua cucunya yang masih kecil. Tapi kalau tidak telat ditolong, korban masih bisa selamat," kata Yoko.
Kini satu per satu warga berhasil dievakuasi. Bantuan logistic, termasuk kesehatan, mulai berdatangan. Posko kesehatan sudah mulai didirikan, tetapi tidak ada dapur umum. Bantuan logistik yang ada harus dimasak terlebih dahulu, tidak bisa di makan langsung.
Banjir di perumahan ini memang cukup parah. Semua video yang beredar memperlihatkan mobil-mobil hanyut saat banjir datang. Warga perumahan setempat menyebut mobil-mobil itu hanyut karena arus air yang deras. Ketinggian air hampir mencapai atap rumah. Adapun kondisi air di Kompleks Ciledug Indah II lebih rendah.
Ribuan Warga Mengungsi
Sementara itu ribuan kepala keluarga (KK) korban banjir bandang dan longsor di enam kecamatan di Kabupaten Lebak, Banten, harus mengungsi. Rumah mereka rusak berat. Bahkan kampungnya masih berada dalam bayang-bayang bencana, sebab hujan masih terus mengguyur wilayah yang berada di dekat Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) itu. Para korban mengungsi di 7 posko pengungsian yang disediakan pemerintah setempat.
Tujuh posko tersebut tersebar di Kecamatan Sajira, Cimarga, Cipanas, Curug Bitung, dan Lebak Gedong. Berdasarkan pantauan di salah satu lokasi pengungsian di lapangan futsal yang berada di Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong, para korban tidur dengan alas seadanya. Mereka kedinginan karena pada malam hari hujan tak kunjung reda.
Di lokasi pengungsian terlihat anak kecil, wanita serta pria paruh baya yang gelisah dan tak bisa tidur. Mereka merasakan kedinginan dan trauma bencana banjir bandang dan longsor akan kembali terjadi. “Ia saya ngungsi takut ada bencana susulan. Yang kami butuhkan kamar mandi sama selimut,” kata Fatmawati, 41, kemarin.
Camat Lebak Gedong Wahyudin mengatakan, jumlah pengungsi di lapangan futsal sebanyak 400 orang. Dia mengaku bantuan masih terbatas karena akses jalan yang belum bisa dilalui kendaraan roda empat. Warga yang rumahnya tidak mengalami kerusakan sudah diperintahkan untuk mengungsi guna menghindari bencana susulan. “Untuk selimut insyaallah segera dipenuhi,” katanya.
Warga juga mulai terserang penyakit seperti batuk, pilek. Pengobatan pun dilakukan oleh tenaga medis dari Dinkes Kabupaten Lebak, Dokkes Polda Banten, dan tenaga medis dari klinik setempat. “Untuk pengobatan kita usahakan semaksimal mungkin. Sampai malam ini kita terus pantau setiap tiga jam. Kalau ada yang sakit kita bawa ke klinik dan puskesmas,” jelasnya.
Diketahui, banjir bandang menerjang 6 kecamatan di Kabupaten Lebak, yaitu Kecamatan Sajira, Cipanas, Lebak Gedong, Curugbitung, Maja, dan Cimarga. Ada 17 desa terdampak dengan 30 titik banjir. Peristiwa tersebut terjadi saat malam Tahun Baru.
Banjir disebabkan meluapnya Sungai Ciberang dan Cidurian. Tercatat sebanyak 80 rumah hanyut, 604 rusak berat, dan 1.431 rumah rusak ringan. Banjir bandang juga merendam 2.115 rumah warga dan merusak 9 jembatan.
(don)