Bongkar Prostitusi Gelap, Jangan Ada Lagi Kawin Kontrak di Puncak
A
A
A
BOGOR - Kawin mut’ah atau kawin kontrak memang legenda di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Bahkan fonomena ini menyeruak hingga ke berbagai penjuru Nusantara bahkan mancanegara. Kawin kontrak antara wisatawan asal Timur Tengah dan warga setempat sudah berlangsung belasan tahun.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor sendiri mengecam perbuatan maksiat tersebut. Selain bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) perbuatan tersebut bertentangan dengan syariat Islam. Dengan kata lain, kawin kontrak merupakan prostitusi terselebung.
Kawin kontrak yang melibatkan wisatawan asal Timur Tengah dengan warga setempat biasanya sesuai perjanjian. Para wisatawan ini berani bayar mahal jika wanita yang ditawarkan berpenampilan cantik dan menarik. Mereka berani mengeluarkan uang antara Rp30jt hingga Rp50juta perbulan hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya. (Baca juga: Turis Timur Tengah Berulah di Puncak, Bupati Bogor Lakukan Nobat )
Pada Senin (23/12) lalu, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Bogor membongkar sindikat prostitusi kawin kontrak ini. Selain mengamankan empat pelaku dan enam korban, turut diamankan sejumlah barang bukti berupa 12 unit telepon genggam, dua kendaraan roda empat Honda Putih Mobilio F 44 SR dan Toyota Rush F 1869 OT serta uang tunai Rp7 juta.
Kasus ini terbongkar atas laporan warga yang risih dan geram melihat praktik ilegal tersebut. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti petugas Polres Bogor. “Ini merupakan salah satu sindikat perdagangan manusia dengan modus kawin kontrak,” ujar Kapolres Bogor AKBP M Joni.
Menurut dia, para pelaku diketahui bukan warga Bogor, melainkan warga Sukabumi dan Cianjur. Mereka bisa berbicara Bahasa Arab karena mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW) sehingga bisa berkomunikasi dengan tamu asal Timur Tengah yang akan melakukan kawin kontrak dengan Warga Negara Indonesia (WNI).
Selain menawarkan secara langsung, para mucikari juga menawarkan wanita-wanita cantik melalui media sosial seperti WhastApp. Jika cocok, mereka bertemu di sebuah villa untuk melakukan kawin kontrak sesuai kesepakatan. ”Para mucikari ini menawarkan paket hemat dengan uang mahar Rp7juta selama satu minggu," ungkap Joni.
Para pelaku dijelat UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancama hukuman paling sedikit tiga tahun dan paling lama 15 tahun. "Kami masih mengembangkan kasus ini karena ada dugaan keterlibatan sindikat lainnya," ujarnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor Kyai Mukri Adjie mengapresiasi kekompakan para pimpinan lintas instansi daerah yang tergabung dalam Forkopimda dalam menyikapi praktik prostitusi berkedok kawin kontrak di Puncak.
Menurut dia, tindakan tegas yang dilakukan Forkopimda, melalui Polres Bogor dalam menyikapi fenomena kawin kontrak di kawasan Puncak secara nyata baru kali ini. Sebab kasus tersebut sudah lama terjadi.
Pengungkapan kasus ini kata Mukri mengikis fenomena nikah mut'ah yang selama ini mungkin dianggap sebatas isu menjadi benar adanya. “Yang paling penting adalah dibuat tim keamanan lingkungan agar peristiwa serupa tak terulang. Sebab ini bentuk pelanggaran hak asasi, khususnya wanita. Karena nikah yang dibatasi waktu seminggu atau setahun itu bertentangan dengan syariat Islam. Nikah itu harus muabad artinya permanen atau hingga akhir hayat, tidak temporer," ungkapnya.
Menurut dia, dalam perspektif Islam pernikahan itu harus muabad, jika dalam perjalanan terjadi konflik hingga akhirnya seperti temporer, itu diperbolehkan dengan jalan talaq atau khuluk. "Bukan dengan mahar Rp7 juta, wali-walian, saksi-saksian, naib-naiban atau amil-amilan yang itu semua bodong," katanya.
Mukri mengklaim, para ulama se-Kabupaten Bogor sepakat bahwa fenomena sosial kawin kontrak bertolak belakang dengan syariat Islam. Bahkan, pihaknya kembali menegaskan bahwa MUI sudah memiliki fatwa terkait nikah mut'ah atau kawin kontrak ini haram dan sama dengan zina. "Zina itu haram. Jadi sudah jelas haram hukumnya," ujarnya.
Plang Tulisan Arab Ditertibkan
Bupati Bogor Ade Yasin mengapresiasi langkah Forkopimda Kabupaten Bogor dalam hal ini Polres Bogor bergerak cepat menindak praktik prostitusi terselubung dengan modus kawin kontrak di kawasan Puncak.
Menurut dia, pihaknya ingin menghapus stigma negatif kawasan Puncak yang kerap dijadikan tempat favorit wisatawan Timur Tengah. Salah satunya menertibkan plang bertuliskan Arab melalui program nongol babat (nobat). "Kami bersama Forkopimda akan menggencarkan program nongol babat ini," ujarnya.
Ade mengatakan, langkah konkrit program nongol babat terhadap penyakit masyarakat itu diantaranya menindak para pelaku prostitusi terselubung berkedok kawin kontrak. Kemudian melakukan penertiban tempat usaha maupun reklame dikawasan Puncak yang menggunakan aksara Timur Tengah atau tulisan Arab. “Penertiban plang atau reklame tanpa izin dan bertuliskan Arab itu sudah diagendakan. Ini kan Indonesia, harusnya menggunakan bahasa Indonesia bukan bahasa Arab," ungkapnya.
Ade menegaskan upaya penertiban atribut maupun reklame tempat usaha berbahasa Arab juga untuk mencegah legalisasi praktik prostitusi dan kegiatan negatif lainnya. Sebab selama ini, banyak tempat usaha bertuliskan Arab sering mengundang tanda tanya bahkan kerap diasumsikan negatif karena ulah wisatawan mancanegara.
Kemudian, langkah selanjutnya, memerintahkan para kepala desa melakukan pengawasan lebih ketat, bahkan jika perlu dihidupkan kembali aturan tamu wajib lapor 1X24 jam kepada RT/RW agar terpantau semua pendatang yang masuk wilayahnya.
“Kami sudah minta kepada seluruh kepala desa maupun camat di kawasan Puncak (Ciawi-Megamendung-Cisarua) untuk melakukan pengawasan secara ketat bagi para wisatawan mancanegara asal Timur Tengah yang datang. Apalagi yang datang hanya melakukan praktik prostitusi terselubung semacam kawin kontrak," tegasnya.
Ade yakin, kasus yang dibongkar polisi bukan satu-satunya sindikat prostitusi terselubung modus kawin kontrak yang ada di Puncak. Tapi, masih banyak pelaku lainnya, karena fenomena sosial ini sudah berlangsung sejak lama, sehingga diperlukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap jaringan sindikat prostitusi lainnya.
"Kami ingin kawasan Puncak kembali bersih dan menjadi destinasi wisata nasional yang aman dan nyaman. Kalau sekarang kan mereka atau wisawatan yang datang ke toko-toko (Kawasan Kampung Arab) dianggap negatif," katanya.
Dia menjelaskan persoalan kawin kontrak yang melibatkan para wisatawan ternyata menjadi masalah bagi keimigrasian. Oleh karena itu, pihaknya berkeinginan memindahkan pusat pengungsian yang didominasi imigran asal Timur Tengah di kawasan Puncak ini ke wilayah lain.
"Kami telah berkordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk merelokasi tempat penampungan pengungsi di Puncak. Karena sudah banyak ditemukan pengungsi yang berbaur dengan masyarakat sekitar membuka usaha seperti berdagang dan sebagainya, sehingga menggeser warga setempat dalam berusaha sejak lama. Bahkan tak hanya di Puncak tapi sudah ada yang berjualan di Pakansari, Cibinong," ujarnya. (Haryudi)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor sendiri mengecam perbuatan maksiat tersebut. Selain bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) perbuatan tersebut bertentangan dengan syariat Islam. Dengan kata lain, kawin kontrak merupakan prostitusi terselebung.
Kawin kontrak yang melibatkan wisatawan asal Timur Tengah dengan warga setempat biasanya sesuai perjanjian. Para wisatawan ini berani bayar mahal jika wanita yang ditawarkan berpenampilan cantik dan menarik. Mereka berani mengeluarkan uang antara Rp30jt hingga Rp50juta perbulan hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya. (Baca juga: Turis Timur Tengah Berulah di Puncak, Bupati Bogor Lakukan Nobat )
Pada Senin (23/12) lalu, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Bogor membongkar sindikat prostitusi kawin kontrak ini. Selain mengamankan empat pelaku dan enam korban, turut diamankan sejumlah barang bukti berupa 12 unit telepon genggam, dua kendaraan roda empat Honda Putih Mobilio F 44 SR dan Toyota Rush F 1869 OT serta uang tunai Rp7 juta.
Kasus ini terbongkar atas laporan warga yang risih dan geram melihat praktik ilegal tersebut. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti petugas Polres Bogor. “Ini merupakan salah satu sindikat perdagangan manusia dengan modus kawin kontrak,” ujar Kapolres Bogor AKBP M Joni.
Menurut dia, para pelaku diketahui bukan warga Bogor, melainkan warga Sukabumi dan Cianjur. Mereka bisa berbicara Bahasa Arab karena mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW) sehingga bisa berkomunikasi dengan tamu asal Timur Tengah yang akan melakukan kawin kontrak dengan Warga Negara Indonesia (WNI).
Selain menawarkan secara langsung, para mucikari juga menawarkan wanita-wanita cantik melalui media sosial seperti WhastApp. Jika cocok, mereka bertemu di sebuah villa untuk melakukan kawin kontrak sesuai kesepakatan. ”Para mucikari ini menawarkan paket hemat dengan uang mahar Rp7juta selama satu minggu," ungkap Joni.
Para pelaku dijelat UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancama hukuman paling sedikit tiga tahun dan paling lama 15 tahun. "Kami masih mengembangkan kasus ini karena ada dugaan keterlibatan sindikat lainnya," ujarnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor Kyai Mukri Adjie mengapresiasi kekompakan para pimpinan lintas instansi daerah yang tergabung dalam Forkopimda dalam menyikapi praktik prostitusi berkedok kawin kontrak di Puncak.
Menurut dia, tindakan tegas yang dilakukan Forkopimda, melalui Polres Bogor dalam menyikapi fenomena kawin kontrak di kawasan Puncak secara nyata baru kali ini. Sebab kasus tersebut sudah lama terjadi.
Pengungkapan kasus ini kata Mukri mengikis fenomena nikah mut'ah yang selama ini mungkin dianggap sebatas isu menjadi benar adanya. “Yang paling penting adalah dibuat tim keamanan lingkungan agar peristiwa serupa tak terulang. Sebab ini bentuk pelanggaran hak asasi, khususnya wanita. Karena nikah yang dibatasi waktu seminggu atau setahun itu bertentangan dengan syariat Islam. Nikah itu harus muabad artinya permanen atau hingga akhir hayat, tidak temporer," ungkapnya.
Menurut dia, dalam perspektif Islam pernikahan itu harus muabad, jika dalam perjalanan terjadi konflik hingga akhirnya seperti temporer, itu diperbolehkan dengan jalan talaq atau khuluk. "Bukan dengan mahar Rp7 juta, wali-walian, saksi-saksian, naib-naiban atau amil-amilan yang itu semua bodong," katanya.
Mukri mengklaim, para ulama se-Kabupaten Bogor sepakat bahwa fenomena sosial kawin kontrak bertolak belakang dengan syariat Islam. Bahkan, pihaknya kembali menegaskan bahwa MUI sudah memiliki fatwa terkait nikah mut'ah atau kawin kontrak ini haram dan sama dengan zina. "Zina itu haram. Jadi sudah jelas haram hukumnya," ujarnya.
Plang Tulisan Arab Ditertibkan
Bupati Bogor Ade Yasin mengapresiasi langkah Forkopimda Kabupaten Bogor dalam hal ini Polres Bogor bergerak cepat menindak praktik prostitusi terselubung dengan modus kawin kontrak di kawasan Puncak.
Menurut dia, pihaknya ingin menghapus stigma negatif kawasan Puncak yang kerap dijadikan tempat favorit wisatawan Timur Tengah. Salah satunya menertibkan plang bertuliskan Arab melalui program nongol babat (nobat). "Kami bersama Forkopimda akan menggencarkan program nongol babat ini," ujarnya.
Ade mengatakan, langkah konkrit program nongol babat terhadap penyakit masyarakat itu diantaranya menindak para pelaku prostitusi terselubung berkedok kawin kontrak. Kemudian melakukan penertiban tempat usaha maupun reklame dikawasan Puncak yang menggunakan aksara Timur Tengah atau tulisan Arab. “Penertiban plang atau reklame tanpa izin dan bertuliskan Arab itu sudah diagendakan. Ini kan Indonesia, harusnya menggunakan bahasa Indonesia bukan bahasa Arab," ungkapnya.
Ade menegaskan upaya penertiban atribut maupun reklame tempat usaha berbahasa Arab juga untuk mencegah legalisasi praktik prostitusi dan kegiatan negatif lainnya. Sebab selama ini, banyak tempat usaha bertuliskan Arab sering mengundang tanda tanya bahkan kerap diasumsikan negatif karena ulah wisatawan mancanegara.
Kemudian, langkah selanjutnya, memerintahkan para kepala desa melakukan pengawasan lebih ketat, bahkan jika perlu dihidupkan kembali aturan tamu wajib lapor 1X24 jam kepada RT/RW agar terpantau semua pendatang yang masuk wilayahnya.
“Kami sudah minta kepada seluruh kepala desa maupun camat di kawasan Puncak (Ciawi-Megamendung-Cisarua) untuk melakukan pengawasan secara ketat bagi para wisatawan mancanegara asal Timur Tengah yang datang. Apalagi yang datang hanya melakukan praktik prostitusi terselubung semacam kawin kontrak," tegasnya.
Ade yakin, kasus yang dibongkar polisi bukan satu-satunya sindikat prostitusi terselubung modus kawin kontrak yang ada di Puncak. Tapi, masih banyak pelaku lainnya, karena fenomena sosial ini sudah berlangsung sejak lama, sehingga diperlukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap jaringan sindikat prostitusi lainnya.
"Kami ingin kawasan Puncak kembali bersih dan menjadi destinasi wisata nasional yang aman dan nyaman. Kalau sekarang kan mereka atau wisawatan yang datang ke toko-toko (Kawasan Kampung Arab) dianggap negatif," katanya.
Dia menjelaskan persoalan kawin kontrak yang melibatkan para wisatawan ternyata menjadi masalah bagi keimigrasian. Oleh karena itu, pihaknya berkeinginan memindahkan pusat pengungsian yang didominasi imigran asal Timur Tengah di kawasan Puncak ini ke wilayah lain.
"Kami telah berkordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk merelokasi tempat penampungan pengungsi di Puncak. Karena sudah banyak ditemukan pengungsi yang berbaur dengan masyarakat sekitar membuka usaha seperti berdagang dan sebagainya, sehingga menggeser warga setempat dalam berusaha sejak lama. Bahkan tak hanya di Puncak tapi sudah ada yang berjualan di Pakansari, Cibinong," ujarnya. (Haryudi)
(nfl)