Puluhan Orang Tewas Akibat Gigitan Ular, Pemerintah Disarankan Lakukan Ini
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 53 orang diketahui meninggal dunia akibat gigitan ular berbisa di Indonesia. Untuk menekan angka kematian tersebut, pemerintah Indonesia diharapkan mau melakukan riset antivenom untuk mengatasi gigitan ular berbisa.
Dokter Pakar Bisa Ular menyarankan, agar pemerintah melakukan riset antivenom atau antibisa untuk membuat antibisa ular yang ada di Indonesia ini. Pasalnya, angka kematian di Indonesia cukup tinggi akibat bisa ular.
Dokter Pakar Bisa Ular, Tri Maharani mengatakan, sejauh ini, antibisa di Indonesia sangat langka sehingga dibutuhkan riset untuk membuat antivenom tersebut. Padahal, ada 76 jenis ular berbisa yang hidup di alam Indonesia ini. (Baca Juga: Sepanjang 2019, 53 Orang Meninggal Akibat Gigitan Ular Berbisa)
Ditambah lagi, kata dia, angka kematian akibat ular beriba di Indonesia cukup tinggi, tercatat ada 53 orang meninggal sepanjang tahun 2019 ini. Adapun bisa ular itu sangat berbahaya karena bisa membuat orang meninggal hingga mengalami kecacatan, sebagaimana bisa ular kobra.
"Maka itu, prioritas negara ini harusnya pada gigitan hewan berbisa ini karena life treathening," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (17/12/2019).
Menurutnya, kematian bisa terjadi dalam waktu beberapa detik ataupun menit pasca digigit ular yang sangat berbisa. Maka itu, ada pergeseran pola penyakit yang membuat orang meninggal cukup tinggi. Dahulu orang meninggal karena penyakit menular lalu bergeser ke penyakit kronis dan saat ini penyakit akibat hewan berbisa karena ketidakaseimbangan ekosistem.
Apalagi, terangnya, di Indonesia ini belum ada alat untuk mendeteksi secara pasti berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi bisa ular bekerja pasca digigit. Hal itu sejauh ini hanya bisa dilihat dari tanda dan gejala pemeriksaan fisik serta hasil laboratorium.
"Jadi kalau itu banyak, maka tanda dan gejala serta pemeriksaan fisik, juga hasil laboratorium akan abnormal," katanya.
Maka itu, tambahnya, pemerintah harus memperhatikan persoalan tersebut dan melakukan sejumlah langkah-langkah dalam menanganinya. Misalnya saja dengan mengedukasi masyarakat agar tak pergi ke tradisional healing saat terkena gigitan ular berbisa lantaran itu justru memperburuk keadaan.
Lalu, mengadakan program riset antivenom di Kemenkes dan melakukan program rehabilitasi lewat pelatihan rehabilitasi medis serta juga operasi rekonstruksi untuk kecacatannya. "Mengedukasi first aid yang benar. Lalu, melakukan training dokter dan perawat tentang penanganan emergency ABC. Terpenting, melakukan riset antivenom dan memproritaskannya," katanya.
Dokter Pakar Bisa Ular menyarankan, agar pemerintah melakukan riset antivenom atau antibisa untuk membuat antibisa ular yang ada di Indonesia ini. Pasalnya, angka kematian di Indonesia cukup tinggi akibat bisa ular.
Dokter Pakar Bisa Ular, Tri Maharani mengatakan, sejauh ini, antibisa di Indonesia sangat langka sehingga dibutuhkan riset untuk membuat antivenom tersebut. Padahal, ada 76 jenis ular berbisa yang hidup di alam Indonesia ini. (Baca Juga: Sepanjang 2019, 53 Orang Meninggal Akibat Gigitan Ular Berbisa)
Ditambah lagi, kata dia, angka kematian akibat ular beriba di Indonesia cukup tinggi, tercatat ada 53 orang meninggal sepanjang tahun 2019 ini. Adapun bisa ular itu sangat berbahaya karena bisa membuat orang meninggal hingga mengalami kecacatan, sebagaimana bisa ular kobra.
"Maka itu, prioritas negara ini harusnya pada gigitan hewan berbisa ini karena life treathening," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (17/12/2019).
Menurutnya, kematian bisa terjadi dalam waktu beberapa detik ataupun menit pasca digigit ular yang sangat berbisa. Maka itu, ada pergeseran pola penyakit yang membuat orang meninggal cukup tinggi. Dahulu orang meninggal karena penyakit menular lalu bergeser ke penyakit kronis dan saat ini penyakit akibat hewan berbisa karena ketidakaseimbangan ekosistem.
Apalagi, terangnya, di Indonesia ini belum ada alat untuk mendeteksi secara pasti berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi bisa ular bekerja pasca digigit. Hal itu sejauh ini hanya bisa dilihat dari tanda dan gejala pemeriksaan fisik serta hasil laboratorium.
"Jadi kalau itu banyak, maka tanda dan gejala serta pemeriksaan fisik, juga hasil laboratorium akan abnormal," katanya.
Maka itu, tambahnya, pemerintah harus memperhatikan persoalan tersebut dan melakukan sejumlah langkah-langkah dalam menanganinya. Misalnya saja dengan mengedukasi masyarakat agar tak pergi ke tradisional healing saat terkena gigitan ular berbisa lantaran itu justru memperburuk keadaan.
Lalu, mengadakan program riset antivenom di Kemenkes dan melakukan program rehabilitasi lewat pelatihan rehabilitasi medis serta juga operasi rekonstruksi untuk kecacatannya. "Mengedukasi first aid yang benar. Lalu, melakukan training dokter dan perawat tentang penanganan emergency ABC. Terpenting, melakukan riset antivenom dan memproritaskannya," katanya.
(ysw)