Pemkot Bekasi Ajukan Judicial Review Kartu Sehat ke Mahkamah Agung
A
A
A
BEKASI - Pemkot Bekasi segera mengajukan judicial review kepastian hukum penyelenggaran Jaminan Kesehatan Daerah Kartu Sehat Berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS NIK). Hal ini dilakukan lantaran layanan tersebut dianggap bertentangan dengan Permendagri nomor 33 Tahun 2019 tentang pedoman penyusunan APBD 2020.
Kota Bekasi berencana memberhentikan layanan KS NIK pada 1 Januari 2020 mendatang. Pemberhentian layanan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Wali Kota Bekasi nomor 440/8894/Dinkes yang terbit pada 29 November kemarin. Bahkan, surat edaran tersebut menjadi viral di media sosial.
Dalam surat tersebut tertulis jelas alasan pemerintah setempat memberhentikan layanan KS-NIK lantaran Pemda tidak diperkenankan mengelola sendiri (seluruhnya) jaminan kesehatan daerah dengan manfaat yang sama dengan Jamkesnas. Termasuk mengelola Jamkesda dengen skema ganda.
Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengatakan, pemerintah sudah memandatkan kepada tim advokasi ‘Patriot Kota Bekasi’ untuk melakukan upaya hukum (terkait penyelenggaraan KS NIK). "Sebenarnya saya ingin memastikan sistem pelayanan kesehatan KS NIK bisa terus berjalan digunakan warga Bekasi," katanya kepada wartawan, Senin (9/12/2019).
Namun, kata dia, dengan catatan pemerintah daerah tetap memperhatikan kesesuaian secara hukum kebijakan nasional. Apalagi, warga sangat membutuhkan akses kesehatan gratis ini. "Masyarakat butuh sebuah pelayanan konkrit berintegeritas dan tidak membebani mereka dapat diwujudkan bersama di Kota Bekasi," ujarnya.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Abdul Manan mengatakan, perwakilan tokoh masyarakat dan tokoh Agama di Kota Bekasi mendukung langkah pemerintah untuk melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung terkait penyelesaian KS NIK. "Sudah sesuai undang-undang, kami mendukung langkah pemerintah," katanya.
Menurut dia, sejak adanya KS berbassis NIK di Kota Bekasi manfaatnya banyak dirasakan oleh masyarakat setempat. Sehingga, pemerintah perlu memperjuangkan keberlanjutan layanan KS NIK. “Kami mendukung upaya-upaya yang dianggap perlu tanpa membuat KS NIK lemah di kemudian hari," tegasnya.
Pemberhentian Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) disayangkan anggota DPRD Kota Bekasi. Sebab, penyelenggaraan KS-NIK di Kota Bekasi sudah dilindungi dengan payung hukum. Apalagi, masyarakat Bekasi saat ini sangat terbantu dengan kehadiran kartu sakti di bidang kesehatan tersebut.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ahmad Ustuchri mengatakan, pihaknya bersama pemerintah akan merumuskan terkait pemberhentian layanan KS-NIK, sebab ada Perda yang belum dihapus. "Harus dibicarakan bersama demi kepentingan masyarakat Bekasi kedepanya, jadi saya tidak setuju kalau diberhentikan," katanya.
Saat ini, kata dia, dia sudah menerima Surat Edaran Wali Koga Bekasi Nomor 440/7894/Dinkes terkait pemberhentian sementara program Jamkesda KS-NIK terhitung mulai Januari tahun 2020. Namun, secara resmi rencana penghentian tersebut belum sampai ke Kantor DPRD Kota Bekasi.
"Belum ada pemberitahuan, makanya kami ingin ada pembahasan bersama eksekutif," jelasnya. Menurut dia, Tim Anggaran Pemerintah Daerah perlu melakukan sinkronisasi layanan lain. Sebab, penghentian layanan KS-NIK dianggap menyangkut hajat 2,4 juta jiwa warga Kota Bekasi.
Kota Bekasi berencana memberhentikan layanan KS NIK pada 1 Januari 2020 mendatang. Pemberhentian layanan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Wali Kota Bekasi nomor 440/8894/Dinkes yang terbit pada 29 November kemarin. Bahkan, surat edaran tersebut menjadi viral di media sosial.
Dalam surat tersebut tertulis jelas alasan pemerintah setempat memberhentikan layanan KS-NIK lantaran Pemda tidak diperkenankan mengelola sendiri (seluruhnya) jaminan kesehatan daerah dengan manfaat yang sama dengan Jamkesnas. Termasuk mengelola Jamkesda dengen skema ganda.
Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengatakan, pemerintah sudah memandatkan kepada tim advokasi ‘Patriot Kota Bekasi’ untuk melakukan upaya hukum (terkait penyelenggaraan KS NIK). "Sebenarnya saya ingin memastikan sistem pelayanan kesehatan KS NIK bisa terus berjalan digunakan warga Bekasi," katanya kepada wartawan, Senin (9/12/2019).
Namun, kata dia, dengan catatan pemerintah daerah tetap memperhatikan kesesuaian secara hukum kebijakan nasional. Apalagi, warga sangat membutuhkan akses kesehatan gratis ini. "Masyarakat butuh sebuah pelayanan konkrit berintegeritas dan tidak membebani mereka dapat diwujudkan bersama di Kota Bekasi," ujarnya.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Abdul Manan mengatakan, perwakilan tokoh masyarakat dan tokoh Agama di Kota Bekasi mendukung langkah pemerintah untuk melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung terkait penyelesaian KS NIK. "Sudah sesuai undang-undang, kami mendukung langkah pemerintah," katanya.
Menurut dia, sejak adanya KS berbassis NIK di Kota Bekasi manfaatnya banyak dirasakan oleh masyarakat setempat. Sehingga, pemerintah perlu memperjuangkan keberlanjutan layanan KS NIK. “Kami mendukung upaya-upaya yang dianggap perlu tanpa membuat KS NIK lemah di kemudian hari," tegasnya.
Pemberhentian Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) disayangkan anggota DPRD Kota Bekasi. Sebab, penyelenggaraan KS-NIK di Kota Bekasi sudah dilindungi dengan payung hukum. Apalagi, masyarakat Bekasi saat ini sangat terbantu dengan kehadiran kartu sakti di bidang kesehatan tersebut.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ahmad Ustuchri mengatakan, pihaknya bersama pemerintah akan merumuskan terkait pemberhentian layanan KS-NIK, sebab ada Perda yang belum dihapus. "Harus dibicarakan bersama demi kepentingan masyarakat Bekasi kedepanya, jadi saya tidak setuju kalau diberhentikan," katanya.
Saat ini, kata dia, dia sudah menerima Surat Edaran Wali Koga Bekasi Nomor 440/7894/Dinkes terkait pemberhentian sementara program Jamkesda KS-NIK terhitung mulai Januari tahun 2020. Namun, secara resmi rencana penghentian tersebut belum sampai ke Kantor DPRD Kota Bekasi.
"Belum ada pemberitahuan, makanya kami ingin ada pembahasan bersama eksekutif," jelasnya. Menurut dia, Tim Anggaran Pemerintah Daerah perlu melakukan sinkronisasi layanan lain. Sebab, penghentian layanan KS-NIK dianggap menyangkut hajat 2,4 juta jiwa warga Kota Bekasi.
(ysw)