Omzet Rp6 Juta Setiap Bulan, Komunitas Odong-odong Tolak Alih Profesi
A
A
A
JAKARTA - Pemkot Jakarta Timur memberikan sejumlah solusi bagi para pengemudi mobil odong-odong terkait pelarangan operasional kendaraan tersebut. Solusi itu berupa alih profesi menjadi pengemudi bajaj, Jak Lingko ataupun kursus-kurus keterampilan.
Namun, solusi ini sepertinya tidak diterima anggota Komunitas Odong-odong dengan alasan penghasilan sebagai pengemudi odong-odong lebih menjanjikan daripada menjadi pengemudi bajaj atau Jak Lingko. Kepala Seksi Lalu lintas Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur Andreas Eman mengatakan, pemerintah akan mencarikan solusi terbaik setelah melakukan pelarangan operasional mobil odong-odong di Jakarta agar para sopir tidak kehilangan mata pencaharian.
"Jadi harus cari solusi, apakah jadi pengemudi bajaj, Jak Lingko atau kursus-kursus keterampilan. Jadi nanti pihak Pemkot juga membantu, nantinya didata sopir-sopirnya itu. Alasannya perut kan gitu," kata Eman kepada wartawan, Jumat (25/10/2019).
Sekretaris Komunitas Odong-odong Anglingdarma, Muhammad Yasin secara tegas menolak. Pasalnya, penghasilan menjadi sopir mobil odong-odong lebih baik ketimbang menjadi sopir bajaj. (Baca: Pelarangan Odong-odong Dinilai Matikan Mata Pencaharian)
"Kita dalam sebulan itu maksimum bisa dapat sekitar Rp6 juta itu kalau lagi ramai. Tapi kalau lagi sepi ya sekitar Rp3,5 juta sebulan itu cukup lah," kata Yasin kepada wartawan, Jumat (25/10/2019)
Yasin menambahkan, menjadi sopir mobil odong-odong bukanlah suatu pekerjaan yang merugikan orang lain. Sebab, kata dia, banyak warga sekitar yang memanfaatkan mobil odong-odong untuk keperluan aktivitas lainnya.
"Kita sudah lama jadi sopir odong-odong sudah melekat dan nyaman. Kalau dilarang beroperasi harus ada solusi yang menjamin. Kalau direkrut jadi sopir transportasi di Jakarta, di sini juga sudah pada tua dan pendidikannya banyak yang tidak sekolah, pasti bakal jadi halangan," ucapnya.
Namun, solusi ini sepertinya tidak diterima anggota Komunitas Odong-odong dengan alasan penghasilan sebagai pengemudi odong-odong lebih menjanjikan daripada menjadi pengemudi bajaj atau Jak Lingko. Kepala Seksi Lalu lintas Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur Andreas Eman mengatakan, pemerintah akan mencarikan solusi terbaik setelah melakukan pelarangan operasional mobil odong-odong di Jakarta agar para sopir tidak kehilangan mata pencaharian.
"Jadi harus cari solusi, apakah jadi pengemudi bajaj, Jak Lingko atau kursus-kursus keterampilan. Jadi nanti pihak Pemkot juga membantu, nantinya didata sopir-sopirnya itu. Alasannya perut kan gitu," kata Eman kepada wartawan, Jumat (25/10/2019).
Sekretaris Komunitas Odong-odong Anglingdarma, Muhammad Yasin secara tegas menolak. Pasalnya, penghasilan menjadi sopir mobil odong-odong lebih baik ketimbang menjadi sopir bajaj. (Baca: Pelarangan Odong-odong Dinilai Matikan Mata Pencaharian)
"Kita dalam sebulan itu maksimum bisa dapat sekitar Rp6 juta itu kalau lagi ramai. Tapi kalau lagi sepi ya sekitar Rp3,5 juta sebulan itu cukup lah," kata Yasin kepada wartawan, Jumat (25/10/2019)
Yasin menambahkan, menjadi sopir mobil odong-odong bukanlah suatu pekerjaan yang merugikan orang lain. Sebab, kata dia, banyak warga sekitar yang memanfaatkan mobil odong-odong untuk keperluan aktivitas lainnya.
"Kita sudah lama jadi sopir odong-odong sudah melekat dan nyaman. Kalau dilarang beroperasi harus ada solusi yang menjamin. Kalau direkrut jadi sopir transportasi di Jakarta, di sini juga sudah pada tua dan pendidikannya banyak yang tidak sekolah, pasti bakal jadi halangan," ucapnya.
(whb)