Kontribusi Besar, UMKM Tangsel perlu Perhatian Khusus
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten belum dikelola dan tergali dengan baik.
Padahal, kontribusi UMKM sangat signifikan dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Dengan begitu, target pertumbuhan ekonomi 7,5% menjadi sukar dicapai. Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel terpaksa harus puas dengan PAD tahun 2019 yang hanya Rp1,6 triliun.Kepala Dinas Koperasi dan UKM Tangsel Deden Deni mengatakan bahwa persoalan UMKM sangat besar.
Pihaknya masih belum menemukan formula yang tepat untuk mengatasi persoalan tersebut. “Rencana saya mau keliling ketemu dengan para pelaku UMKM, agar mengetahui pasti apa yang menjadi permasalahannya. Setelah itu, kita cari solusinya,” kata Deden.
Menurut dia, ada tiga faktor yang dihadapi pelaku UMKM dalam kelangsungan hidupnya, yakni modal, SDM, dan pemasaran. “Tapi kan masalahnya bukan hanya itu. Contohnya soal perizinan. Tidak semua pelaku UMKM tahu bagaimana cara mengurus izin,” paparnya. Belum lagi dengan informasi teknologi (IT).
Para pelaku UMKM harus melek dengan teknologi agar bisa mempromosikan sekaligus menjual produknya. “Misalnya bagaimana membuat manajemen berbasis IT, promosi, transaksi online-nya seperti apa dan lain sebagainya,” terangnya. Salah seorang pelaku UMKM dari Betawi Kreatif dan Dekorasi Betawi, Ebit Firmansyah, mengaku sudah aktif dalam kegiatan UMKM sejak 2011 lalu.
Usaha yang dijual adalah ornamen ondel-ondel. Meski tidak memiliki modal banyak, Ebit tetap bertahan. “Target saya hanya ingin melestarikan budaya Betawi,” kata dia saat ditemui di rumah produksinya. Ebit mengaku mempunyai masalah dalam pemasaran barang produksinya.
Saat ini sistem pemasarannya hanya dari mulut ke mulut dan komunitas kecil di Lembaga Budaya Betawi Tangsel, dan komunitas pendekar silat Beksi Tangsel. “Masalah lainnya soal harga apalagi jika dibandingkan dengan Jakarta. Di sana, ondel-ondel dibanderol murah asal laku. Kalau saya tidak, jangan sampai ondel-ondel jadi barang murahan. Itu kan budaya kita,” jelasnya.
Meski demikian, dia tidak berdaya melawan pasar yang terus berkembang. Harga ondel-ondel dengan tinggi dua meter dari yang sebelumnya Rp8 juta, turun menjadi Rp7 juta.
“Sekarang harganya turun jadi Rp7 juta. Padahal dulu harganya bisa tembus Rp11 juta,” ungkapnya.
Ebit mengatakan belajar membuat ondel-ondel secara autodidak. Meski demikian, karyanya tergolong cukup bagus dan memiliki ciri khas.
“Untuk promosi, memang tidak begitu gencar. Tapi sebagian sudah banyak yang tahu. Apalagi, saya juga aktif di Lembaga Kebudayaan Betawi,” paparnya.
Menurut Ebit, sejauh ini belum pernah ada perhatian dari pemerintah setempat soal bagaimana membuat ondel-ondel yang sesuai dengan standarisasi.
Baik dalam melakukan pembinaan, apalagi memberikan bantuan permodalan. “Peran pemerintah belum ada, baru sebatas sewa saat event-event tertentu. Kalau promosi penjualan belum, sama sekali belum. Apalagi pemberian modal,” tandasnya.
Bowo, pelaku UMKM pemilik Pondok Steak Hanafi, mengatakan hal yang sama. Menurut dia, peran Pemkot Tangsel dalam mengembangkan UMKM sangat sedikit.
“Susah lah kalau jaman sekarang ngarepin pemerintah. Semua orang pintar yang paham soal UMKM tahu, bahwa pertahanan ekonomi di Indonesia 70%-nya dari UMKM. Tapi tidak disupport pemerintah,” jelasnya.
Peluang UMKM di Tangsel, tambah Bowo, sangat besar. Apalagi, Tangsel banyak dihuni kaum urban. Namun selama delapan tahun dirinya berdagang, tak pernah ada bantuan.
“Kalau soal pemerintah, saya selama hidup dan mulai usaha, tidak pernah saya dengar ada bantuan apapun. Padahal peran pemerintah di dalam memajukan UMKM sangat besar,” paparnya.
Bowo berharap Pemkot Tangsel dalam membina UMKM benar-benar dapat dimaksimalkan. Sehingga ekonomi masyarakat menjadi kuat dan rakyat sejahtera. “Kalau UMKM-nya kuat, saya yakin rakyat akan sejahtera,” tegasnya.
Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie menyatakan pelaku UMKM akan miliki gedung galeri yang berguna untuk tempat usaha. Hal tersebut diungkapkan Benyamin saat membuka pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan Dinas Ketenagakerjaan di RM Gombang, Jalan Raya Ciater, Rawa Buntu, Serpong, beberapa waktu lalu.
“Pemkot Tangsel bakal membangun gedung galeri UMKM yang bisa dimanfaatkan siapa pun warga Tangsel untuk mendorong aktivitas dan produktivitas para pelaku usaha. Nanti kita ada gedung galeri UMKM. Manfaatkanlah semua itu,” katanya.
Benyamin menyampaikan, jika ada terkendala modal, pelaku UMKM bisa meminjam uang melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang sebentar lagi melantai. “Nanti teman-teman di sini bisa meminjam modal ke BPR Syariah ini untuk modal,” terangnya.
Menurut dia, kunci untuk memulai usaha adalah modal, inovasi, kreativitas, tidak takut gagal, serta mampu membaca peluang. “Kunci meraih kesuksesan untuk pengusaha pemula harus mengedepankan inovasi dan bangkit lagi ketika jatuh, sebab peluang usaha di Kota Tangsel ini begitu banyak,” tukasnya. (Hasan Kurniawan)
Padahal, kontribusi UMKM sangat signifikan dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Dengan begitu, target pertumbuhan ekonomi 7,5% menjadi sukar dicapai. Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel terpaksa harus puas dengan PAD tahun 2019 yang hanya Rp1,6 triliun.Kepala Dinas Koperasi dan UKM Tangsel Deden Deni mengatakan bahwa persoalan UMKM sangat besar.
Pihaknya masih belum menemukan formula yang tepat untuk mengatasi persoalan tersebut. “Rencana saya mau keliling ketemu dengan para pelaku UMKM, agar mengetahui pasti apa yang menjadi permasalahannya. Setelah itu, kita cari solusinya,” kata Deden.
Menurut dia, ada tiga faktor yang dihadapi pelaku UMKM dalam kelangsungan hidupnya, yakni modal, SDM, dan pemasaran. “Tapi kan masalahnya bukan hanya itu. Contohnya soal perizinan. Tidak semua pelaku UMKM tahu bagaimana cara mengurus izin,” paparnya. Belum lagi dengan informasi teknologi (IT).
Para pelaku UMKM harus melek dengan teknologi agar bisa mempromosikan sekaligus menjual produknya. “Misalnya bagaimana membuat manajemen berbasis IT, promosi, transaksi online-nya seperti apa dan lain sebagainya,” terangnya. Salah seorang pelaku UMKM dari Betawi Kreatif dan Dekorasi Betawi, Ebit Firmansyah, mengaku sudah aktif dalam kegiatan UMKM sejak 2011 lalu.
Usaha yang dijual adalah ornamen ondel-ondel. Meski tidak memiliki modal banyak, Ebit tetap bertahan. “Target saya hanya ingin melestarikan budaya Betawi,” kata dia saat ditemui di rumah produksinya. Ebit mengaku mempunyai masalah dalam pemasaran barang produksinya.
Saat ini sistem pemasarannya hanya dari mulut ke mulut dan komunitas kecil di Lembaga Budaya Betawi Tangsel, dan komunitas pendekar silat Beksi Tangsel. “Masalah lainnya soal harga apalagi jika dibandingkan dengan Jakarta. Di sana, ondel-ondel dibanderol murah asal laku. Kalau saya tidak, jangan sampai ondel-ondel jadi barang murahan. Itu kan budaya kita,” jelasnya.
Meski demikian, dia tidak berdaya melawan pasar yang terus berkembang. Harga ondel-ondel dengan tinggi dua meter dari yang sebelumnya Rp8 juta, turun menjadi Rp7 juta.
“Sekarang harganya turun jadi Rp7 juta. Padahal dulu harganya bisa tembus Rp11 juta,” ungkapnya.
Ebit mengatakan belajar membuat ondel-ondel secara autodidak. Meski demikian, karyanya tergolong cukup bagus dan memiliki ciri khas.
“Untuk promosi, memang tidak begitu gencar. Tapi sebagian sudah banyak yang tahu. Apalagi, saya juga aktif di Lembaga Kebudayaan Betawi,” paparnya.
Menurut Ebit, sejauh ini belum pernah ada perhatian dari pemerintah setempat soal bagaimana membuat ondel-ondel yang sesuai dengan standarisasi.
Baik dalam melakukan pembinaan, apalagi memberikan bantuan permodalan. “Peran pemerintah belum ada, baru sebatas sewa saat event-event tertentu. Kalau promosi penjualan belum, sama sekali belum. Apalagi pemberian modal,” tandasnya.
Bowo, pelaku UMKM pemilik Pondok Steak Hanafi, mengatakan hal yang sama. Menurut dia, peran Pemkot Tangsel dalam mengembangkan UMKM sangat sedikit.
“Susah lah kalau jaman sekarang ngarepin pemerintah. Semua orang pintar yang paham soal UMKM tahu, bahwa pertahanan ekonomi di Indonesia 70%-nya dari UMKM. Tapi tidak disupport pemerintah,” jelasnya.
Peluang UMKM di Tangsel, tambah Bowo, sangat besar. Apalagi, Tangsel banyak dihuni kaum urban. Namun selama delapan tahun dirinya berdagang, tak pernah ada bantuan.
“Kalau soal pemerintah, saya selama hidup dan mulai usaha, tidak pernah saya dengar ada bantuan apapun. Padahal peran pemerintah di dalam memajukan UMKM sangat besar,” paparnya.
Bowo berharap Pemkot Tangsel dalam membina UMKM benar-benar dapat dimaksimalkan. Sehingga ekonomi masyarakat menjadi kuat dan rakyat sejahtera. “Kalau UMKM-nya kuat, saya yakin rakyat akan sejahtera,” tegasnya.
Wakil Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie menyatakan pelaku UMKM akan miliki gedung galeri yang berguna untuk tempat usaha. Hal tersebut diungkapkan Benyamin saat membuka pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan Dinas Ketenagakerjaan di RM Gombang, Jalan Raya Ciater, Rawa Buntu, Serpong, beberapa waktu lalu.
“Pemkot Tangsel bakal membangun gedung galeri UMKM yang bisa dimanfaatkan siapa pun warga Tangsel untuk mendorong aktivitas dan produktivitas para pelaku usaha. Nanti kita ada gedung galeri UMKM. Manfaatkanlah semua itu,” katanya.
Benyamin menyampaikan, jika ada terkendala modal, pelaku UMKM bisa meminjam uang melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang sebentar lagi melantai. “Nanti teman-teman di sini bisa meminjam modal ke BPR Syariah ini untuk modal,” terangnya.
Menurut dia, kunci untuk memulai usaha adalah modal, inovasi, kreativitas, tidak takut gagal, serta mampu membaca peluang. “Kunci meraih kesuksesan untuk pengusaha pemula harus mengedepankan inovasi dan bangkit lagi ketika jatuh, sebab peluang usaha di Kota Tangsel ini begitu banyak,” tukasnya. (Hasan Kurniawan)
(nfl)