Dinas Perhubungan DKI Kesulitan Atasi Kesemrawutan Ojek Online

Rabu, 25 September 2019 - 00:37 WIB
Dinas Perhubungan DKI...
Dinas Perhubungan DKI Kesulitan Atasi Kesemrawutan Ojek Online
A A A
JAKARTA - Kesemrawutan akibat keberadaan ojek online (Ojol) di kawasan Stasiun Kereta Api (KA) khususnya pada jam padat pagi dan sore hari tak bisa dihindarkan. Penertiban yang dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) dinilai tidak efektif.

Kondisi tersebut se terlihat di Stasiun Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa (24/9/2019) sore. Puluhan driver ojek online menunggu penumpang dan memenuhi sisi jalan di sebagian muka Stasiun Manggarai, Jalan Manggarai Utara 1. Tepatnya di depan gerbang masuk sebelah selatan Stasiun Manggarai.
Sementara, pada sisi sebaliknya, barisan ojek pangkalan dan bajaj terlihat mendominasi. Walau terdapat ruang kosong sejauh sekitar 50 meter terpisahkan dengan adanya traffic cone dan tambang, pengemudi ojek online dengan ojek pangkalan dan bajaj masih memicu kesemrawutan.

Lalu lintas kendaraan yang mengarah dari Jalan Manggarai Utara 1 menuju Jalan Sultan Agung Raya atau Terminal Manggarai secara langsung tersendat. Kondisi tersebut sering kali terjadi pada jam sibuk pagi dan sore hari. Hal tersebut juga terlihat di kawasan Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat.

Direktur Institut Studi Transportasi (Instrans) Dharmanigtyas mengatakan, Pemprov DKI dalam hal ini Dishub sebagai regulator harus bertindak tegas dalam melakukan penertiban dengan melibatkan perangkat daerah lainnya seperti Satpol PP dan kepolisian. Sebab, apabila terus didiamkan apalagi diberikan tempat dan penertiban dilakukan hanya oleh Dishub, ojek online akan terus menjamur lantaran belum adanya angkutan umum pengganti yang disediakan pemerintah lebih baik.

"DKI panggil pebisnisnya dan batasi kuotanya. Berapa kuota yang dibutuhkan di Jakarta, hitung dari jumlah pemesannya. Kalau semakin sedikit ya tutup kuotanya. Libatkan Satpol PP dan kepolisian, tindak tegas pengemudi angkutan aplikasi yan melangar. Terpenting harus konsisten," kata Dharmaningtyas saat dihubungi, Selasa (24/9/2019).

Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan sudah menduga bila seluruh angkutan aplikasi yang berada di luar aturan tapi dibiarkan akan menjadi masalah terus menerus. "Ini dampak dari ketidaktegasan pemerintah. Bahaya kalau terus dibiarkan akan lebih sulit seperti yang terjadi saat ini untuk mengatasinya," ungkapnya.

Sedari awal beroperasinya ojek online, lanjut Shafruhan, pemerintah tidak bereaksi dengan alasan dibutuhkan masyarakat menengah ke bawah. Padahal, kata Shafruhan, roda dua bukan angkutan umum yang jelas tidak diakomodir dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No 22/2009 lantaran rawan kecelakaan.

"Ojek dulu itu di lingkungan, setelah jadi online malah liar kemana-mana dan bahkan mematikan mikrolet dan bajaj. Kami tidak permasalahan aplikasinya, tapi roda duanya," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengakui keberadaan angkutan online yang dilakukan selama ini tidak efektif. Dimana, keberadaan ojek online baru tertib ketika petugas datang dan kembali semrawut ketika petugas pergi. "Kayak kucing kucingan saja," ungkapnya.

Untuk itu, lanjut Syafrin, pihaknya saat ini sedang mengkaji penataan ojek online di Stasiun Tanah Abang sebagai contoh penataan di stasiun lainnya. Dimana konsepnya lebih kepada penyediaan tempat tunggu di sekitar kawasan dan baru keluar ketika ada penjemputan.

Penataan tersebut tentunya melibatkan operator. Sebab, kata Syafrin, operator sangat berperan besar dalam penentuan operasional ojek online. Termasuk kuota yang tidak dibatasi. "Kami akan panggil para operator ojek online dan meminta agar menyediakan tempat mangkal ojek online," ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1282 seconds (0.1#10.140)