Tahun Depan, Kota Bekasi Miliki Sekolah Khusus Disabilitas
A
A
A
BEKASI - Tahun depan, Kota Bekasi bakal memiliki sekolah khusus penyandang disabilitas. Sebab, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi sedang membangun sekolah khusus dibekas SDN Margajaya I yang terletak di Jalan Pramuka, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi.
Pembangunan sekolan ini menghabiskan anggaran Rp4,8 miliar yang direncanakan sudah mulai digunakan pada awal tahun depan. ”Mulai tahun depan, Kota Bekasi memiliki sekolah khusus disabilitas, dan sekolah ini yang pertama di Bekasi,” ujar Sekretaris Dinas Perumahan, Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi, Imas Asiah, Rabu (11/0/2019).
Menurut dia, sekolahnya akan terdiri atas enam ruang kelas untuk SD, tiga ruang kelas untuk SMP, dan dua ruang pertemuan. Meskipun sekolah terdiri atas dua lantai, tapi sudah dipastikan aksesnya akan ramah bagi penyandang disabilitas. ”Sekolah itu dipastikan bisa menampung 360 siswa nantinya,” katanya.
Rencananya, kata dia, gedung baru tersebut bisa mulai efektif digunakan untuk kegiatan belajar mengajar bagi siswa difabel pada tahun depan. Pemerintah, kata dia, bakal mengebut penyediaan sarana dan prasarana tahun ini. Adapun pengelolaannya, sepenuhnya berada di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Pemerintah Kota Bekasi hanya menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Sejauh ini, belum ada sekolah khusus disabilitas di wilayahnya.Beberapa orang tua siswa disabilitas menyekolahkan anaknya di sejumlah sekolah inklusi yang tersebar di Bekasi dan sekitarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Inayatullah, mengatakan, sekolah khusus anak penyandang disabilitas tersebut dipersiapkan agar bisa dimanfaatkan mulai tahun ajaran 2020/2021. ”Akan diupayakan percepatan penyelesaian fisik bangunan sekolahnya, berikut sarana prasarana pelengkapnya,” katanya.
Meski nantinya pengelolaan sekolah tersebut akan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tapi pemerintah akan mengupayakan penyediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar dengan sebaik mungkin. Dengan begitu, sekolah itu bisa menampung sebanyak mungkin siswa penyandang disabilitas yang ada di Kota Bekasi.
Pendirian sekolah disabilitas ini juga disambut antusias oleh Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia Siswadi. ”Kehadiran sekolah itu mudah-mudahan nantinya bisa menjadi rujukan juga pencetak tenaga pengajar yang akan bertugas di sekolah-sekolah inklusi,”katanya.
Siswadi mengatakan, hingga saat ini, keberadaan Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun sekolah inklusi yang bisa diakses penyandang disabilitas masih minim. Mengutip data hasil survey yang dilakukan Kelompok Kerja UU Disabilitas pada tahun 2015, dari sekitar 21 juta penyandang disabilitas di Indonesia, hanya 12 persen di antaranya yang bersekolah.
Siswadi menyebutkan, di seluruh Indonesia, ada sekitar 2.000 SLB. Jumlah tersebut hanya sepertiga dari jumlah kecamatan di Indonesia yang mencapai 7.000.”Itu berarti, dari tiga kecamatan, hanya ada satu SLB. Sulitnya akses dikarenakan jarak yang cukup jauh itu membuat penyandang disabilitas akan kesulitan menjangkaunya,” ungkapnya.
Kemudian, di tengah minimnya jumlah SLB, peningkatan persentase penyandang disabilitas yang mengenyam bangku sekolah terdongkrak cukup signifikan melalui kehadiran 4.000 sekolah inklusi.”Sebelum kehadiran sekolah inklusi, persentase penyandang disabilitas yang bersekolah ini hanya berkisar tiga persen,” tutupnya.
Pembangunan sekolan ini menghabiskan anggaran Rp4,8 miliar yang direncanakan sudah mulai digunakan pada awal tahun depan. ”Mulai tahun depan, Kota Bekasi memiliki sekolah khusus disabilitas, dan sekolah ini yang pertama di Bekasi,” ujar Sekretaris Dinas Perumahan, Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi, Imas Asiah, Rabu (11/0/2019).
Menurut dia, sekolahnya akan terdiri atas enam ruang kelas untuk SD, tiga ruang kelas untuk SMP, dan dua ruang pertemuan. Meskipun sekolah terdiri atas dua lantai, tapi sudah dipastikan aksesnya akan ramah bagi penyandang disabilitas. ”Sekolah itu dipastikan bisa menampung 360 siswa nantinya,” katanya.
Rencananya, kata dia, gedung baru tersebut bisa mulai efektif digunakan untuk kegiatan belajar mengajar bagi siswa difabel pada tahun depan. Pemerintah, kata dia, bakal mengebut penyediaan sarana dan prasarana tahun ini. Adapun pengelolaannya, sepenuhnya berada di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Pemerintah Kota Bekasi hanya menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Sejauh ini, belum ada sekolah khusus disabilitas di wilayahnya.Beberapa orang tua siswa disabilitas menyekolahkan anaknya di sejumlah sekolah inklusi yang tersebar di Bekasi dan sekitarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Inayatullah, mengatakan, sekolah khusus anak penyandang disabilitas tersebut dipersiapkan agar bisa dimanfaatkan mulai tahun ajaran 2020/2021. ”Akan diupayakan percepatan penyelesaian fisik bangunan sekolahnya, berikut sarana prasarana pelengkapnya,” katanya.
Meski nantinya pengelolaan sekolah tersebut akan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tapi pemerintah akan mengupayakan penyediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar dengan sebaik mungkin. Dengan begitu, sekolah itu bisa menampung sebanyak mungkin siswa penyandang disabilitas yang ada di Kota Bekasi.
Pendirian sekolah disabilitas ini juga disambut antusias oleh Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia Siswadi. ”Kehadiran sekolah itu mudah-mudahan nantinya bisa menjadi rujukan juga pencetak tenaga pengajar yang akan bertugas di sekolah-sekolah inklusi,”katanya.
Siswadi mengatakan, hingga saat ini, keberadaan Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun sekolah inklusi yang bisa diakses penyandang disabilitas masih minim. Mengutip data hasil survey yang dilakukan Kelompok Kerja UU Disabilitas pada tahun 2015, dari sekitar 21 juta penyandang disabilitas di Indonesia, hanya 12 persen di antaranya yang bersekolah.
Siswadi menyebutkan, di seluruh Indonesia, ada sekitar 2.000 SLB. Jumlah tersebut hanya sepertiga dari jumlah kecamatan di Indonesia yang mencapai 7.000.”Itu berarti, dari tiga kecamatan, hanya ada satu SLB. Sulitnya akses dikarenakan jarak yang cukup jauh itu membuat penyandang disabilitas akan kesulitan menjangkaunya,” ungkapnya.
Kemudian, di tengah minimnya jumlah SLB, peningkatan persentase penyandang disabilitas yang mengenyam bangku sekolah terdongkrak cukup signifikan melalui kehadiran 4.000 sekolah inklusi.”Sebelum kehadiran sekolah inklusi, persentase penyandang disabilitas yang bersekolah ini hanya berkisar tiga persen,” tutupnya.
(ysw)