Bebani APBD, Pemkot Bogor Minta Kenaikan BPJS Sebesar 100% Dikaji Ulang
A
A
A
BOGOR - Pemkot Bogor meminta pemerintah pusat untuk mengkaji ulang rencana besaran kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang nilainya mencapai 100%.
Selain membebani peserta BPJS Kesehatan reguler juga dipastikan membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Dalam hal ini warga kurang mampu yang iuran ditanggung oleh pemerintah daerah.
"Meski daerah itu dalam hal ini Aparatur Sipil Negara (ASN) dan birokrat sebagai pelaksana kebijakan publik yang hanya melaksanakan kebijakan dari pemerintah pusat saya minta pemerintah pusat pertimbangkan juga kondisi keuangan daerah kalau perlu tidak 100 persen kenaikannya atau bertahap," ujar Sekretaris Daerah Kota Bogor Ade Sarip Hidayat di Balaikota Bogor, Kamis (5/9/2019)
Dia menegaskan pentingnya memerhatikan kemampuan elemen masyarakat lainnya, khususnya aspirasi buruh dikarenakan tak semua daerah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK)-nya besar.
"Saya kira itu perlu dipertimbangkan juga. Selain itu diperhatikan juga sistem pelayananya jangan nanti beban iuran dinaikkan tapi pelayanannya masih seperti itu ini perlu ada keseimbangan antara kenaikan iuran 100 persen dan juga pelayanan," tegasnya.
Kendati demikian, pihaknya selaku pelayan publik akan menghormati apapun keputusan pemerintah pusat dengan catatan memerhatikan dan memertimbangkan segala aspek. "Saya kira Pemkot mau tidak mau harus mendukung rencana pemerintah pusat menaikkan iuran BPJS 100 persen direalisasikan. Jika jadi naik 100 persen hitung saja jumlah berapa besar APBD yang dialokasikan untuk PBI dengan jumlah pesertanya mencapai 255 ribu jiwa," jelasnya.
Bahkan, pihaknya juga saat ini sudah mulai memelajari dan memahami terkait mekanisme kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut. "Tapi nanti akan kita coba pahami dulu apa kebijakannya, aturanya seperti apa, yang jelas suka atau tidak suka, karena APBD juga merupakan bagian dari pusat ya kalau menyangkut PBI harus tetap dibayarkan," tutupnya.
Selain membebani peserta BPJS Kesehatan reguler juga dipastikan membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Dalam hal ini warga kurang mampu yang iuran ditanggung oleh pemerintah daerah.
"Meski daerah itu dalam hal ini Aparatur Sipil Negara (ASN) dan birokrat sebagai pelaksana kebijakan publik yang hanya melaksanakan kebijakan dari pemerintah pusat saya minta pemerintah pusat pertimbangkan juga kondisi keuangan daerah kalau perlu tidak 100 persen kenaikannya atau bertahap," ujar Sekretaris Daerah Kota Bogor Ade Sarip Hidayat di Balaikota Bogor, Kamis (5/9/2019)
Dia menegaskan pentingnya memerhatikan kemampuan elemen masyarakat lainnya, khususnya aspirasi buruh dikarenakan tak semua daerah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK)-nya besar.
"Saya kira itu perlu dipertimbangkan juga. Selain itu diperhatikan juga sistem pelayananya jangan nanti beban iuran dinaikkan tapi pelayanannya masih seperti itu ini perlu ada keseimbangan antara kenaikan iuran 100 persen dan juga pelayanan," tegasnya.
Kendati demikian, pihaknya selaku pelayan publik akan menghormati apapun keputusan pemerintah pusat dengan catatan memerhatikan dan memertimbangkan segala aspek. "Saya kira Pemkot mau tidak mau harus mendukung rencana pemerintah pusat menaikkan iuran BPJS 100 persen direalisasikan. Jika jadi naik 100 persen hitung saja jumlah berapa besar APBD yang dialokasikan untuk PBI dengan jumlah pesertanya mencapai 255 ribu jiwa," jelasnya.
Bahkan, pihaknya juga saat ini sudah mulai memelajari dan memahami terkait mekanisme kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut. "Tapi nanti akan kita coba pahami dulu apa kebijakannya, aturanya seperti apa, yang jelas suka atau tidak suka, karena APBD juga merupakan bagian dari pusat ya kalau menyangkut PBI harus tetap dibayarkan," tutupnya.
(kri)