Ibu Korban Kekerasan Seksual Guru di JIS Kecewa Penegakan Hukum di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Ibu dari korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum guru di Jakarta Internasional School (JIS), Theresia Pipit, mengkritisi sistem penegakan hukum di Indonesia. Hal itu menyusul putusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan yang menolak gugatan perdata kasus pelecehan seksual itu yang ia mohonkan.
Terlebih ada pemberian grasi kepada salah satu terpidana guru JIS berkewarganegaraan Kanada, Neil Bantleman. "Penegakan hukum di Indonesia tidak memberikan rasa keadilan terkait kekerasan seksual yang dialami anak saya," kata Theresia di Jakarta. (Baca juga: Dapat Grasi, Terpidana Kasus Asusila di JIS Bebas dari Penjara)
Theresia menegaskan, gugatan perdata sebesar Rp1,7 triliun itu tidak bertujuan untuk mencari keuntungan maupun memanfaatkan secara materi dari kasus yang menimpa putranya tersebut. Namun permohonan gugatan perdata itu terkait dengan kerugian secara fisik maupun mental yang dialami putranya usai mengalami kekerasan seksual.
"Untuk pengobatan terbaik mental dan psikis anak sebagai korban mungkin hingga pengobatan di luar Indonesia dengan dokter dan ahli terbaik tanpa ada waktu jaminan prediksi kesembuhan," ujar Theresia. (Baca juga: PN Jaksel Tolak Gugatan Kasus JIS Senilai Rp1,7 Trilian)
Theresia menyatakan bahwa permohonan gugatan perdata merupakan bentuk perlawanan terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah usia dengan cara menyumbangkan dana kepada lembaga atau yayasan yang menangani anak mengalami rusak mental dan psikis akibat kejahatan pelaku pedofilia.
Theresia mendesak pemerintah Indonesia lebih tegas memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan terhadap anak seperti yang dilakukan Neil Bantleman maupun JIS. "Semestinya penegakan hukum yang tegas diberikan untuk efek jera terhadap JIS mengingat sebagai lembaga pendidikan bertaraf internasional yang berbiaya mahal," ujar Theresia.
Sebelumnya, majelis hakim PN Jakarta Selatan menolak gugatan perdata kasus pelecehan seksual yang dilakukan salah satu guru JIS pada 23 Juli 2019. Pengacara JIS, Bontor Tobing menilai majelis hakim PN Jakarta Selatan memang sepatutnya menolak gugatan dari orang tua MAK karena penggugat tidak dapat membuktikan setiap terdakwa dan institusi yang dituduhkan terlibat kekerasan seksual.
Terlebih ada pemberian grasi kepada salah satu terpidana guru JIS berkewarganegaraan Kanada, Neil Bantleman. "Penegakan hukum di Indonesia tidak memberikan rasa keadilan terkait kekerasan seksual yang dialami anak saya," kata Theresia di Jakarta. (Baca juga: Dapat Grasi, Terpidana Kasus Asusila di JIS Bebas dari Penjara)
Theresia menegaskan, gugatan perdata sebesar Rp1,7 triliun itu tidak bertujuan untuk mencari keuntungan maupun memanfaatkan secara materi dari kasus yang menimpa putranya tersebut. Namun permohonan gugatan perdata itu terkait dengan kerugian secara fisik maupun mental yang dialami putranya usai mengalami kekerasan seksual.
"Untuk pengobatan terbaik mental dan psikis anak sebagai korban mungkin hingga pengobatan di luar Indonesia dengan dokter dan ahli terbaik tanpa ada waktu jaminan prediksi kesembuhan," ujar Theresia. (Baca juga: PN Jaksel Tolak Gugatan Kasus JIS Senilai Rp1,7 Trilian)
Theresia menyatakan bahwa permohonan gugatan perdata merupakan bentuk perlawanan terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah usia dengan cara menyumbangkan dana kepada lembaga atau yayasan yang menangani anak mengalami rusak mental dan psikis akibat kejahatan pelaku pedofilia.
Theresia mendesak pemerintah Indonesia lebih tegas memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan terhadap anak seperti yang dilakukan Neil Bantleman maupun JIS. "Semestinya penegakan hukum yang tegas diberikan untuk efek jera terhadap JIS mengingat sebagai lembaga pendidikan bertaraf internasional yang berbiaya mahal," ujar Theresia.
Sebelumnya, majelis hakim PN Jakarta Selatan menolak gugatan perdata kasus pelecehan seksual yang dilakukan salah satu guru JIS pada 23 Juli 2019. Pengacara JIS, Bontor Tobing menilai majelis hakim PN Jakarta Selatan memang sepatutnya menolak gugatan dari orang tua MAK karena penggugat tidak dapat membuktikan setiap terdakwa dan institusi yang dituduhkan terlibat kekerasan seksual.
(thm)