Pilkada Tangsel Disindir Mirip Perebutan Klan Perguruan Pencak Silat

Senin, 05 Agustus 2019 - 17:09 WIB
Pilkada Tangsel Disindir Mirip Perebutan Klan Perguruan Pencak Silat
Pilkada Tangsel Disindir Mirip Perebutan Klan Perguruan Pencak Silat
A A A
JAKARTA - Sekitar 170 Daerah akan melaksanakan Pilkada Serentak pada 2020. Diantara daerah tersebut, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) di Banten akan ikut memilih calon pemimpin mereka setelah dipastikan Airin Rachmi Diany sebagai Wali Kota tak bisa mencalonkan kembali setelah paripurna memimpin selama dua periode.

Sejumlah calon kandidat pun mulai bermunculan di wilayah yang menjadi salah satu penyangga Ibukota tersebut. Dari mulai kader partai politik, aktivis, hingga keluarga yang pernah menjadi kontestan Pemilu Presiden 2019 yakni mantan Cawapres KH. Ma'ruf Amin dan Sandiaga S Uno. ( Baca: Putri Kiai Ma'ruf Amin Bakal Maju Calon Wali Kota Tangsel )

Beberapa keluarga Kiai Ma'ruf Amin dikabarkan bersedia maju sebagai bakal calon Wali Kota Tangsel, diantaranya kesiapan itu disampaikan oleh Putrinya, Siti Nur Azizah Ma'ruf. Demikian pula, Istri Sandiaga atau akrab disapa Sandi yakni Siti Nur Asia yang diusulkan DPC Partai Gerindra Tangsel.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menganggap, Pilkada Tangsel sejak lama menjadi tempat tumbuh suburnya politik dinasti. Ia menganggap, Airin jadi wali kota dua periode nyaris tanpa lawan tanding yang berarti.

"Kini, pilkada 2020 sepertinya akan diramaikan oleh calon dari dinasti pendatang baru. Ada anak Kiai Maruf Amin dan istri Sandiaga Uno. Dua nama yang tak pernah ada tiba-tiba muncul yang muncul dari dinasti politik baru," kata Adi saat dihubungi SINDOnews, Senin (5/8/2019).

Adi menilai, politik di Tangsel disebutnya mirip-mirip 'klan peguruan pencak silat'. Menurut dia, faktor utama yang dijadikan preferensi memilih bukan rekam jejak dan apa yang sudah dilakukan di Tangsel, melainkan faktor klan atau trah keluarga besar yang jauh lebih dominan.

Kata Adi, kondisi itu membuktikan fenomena paradoks karena Tangsel yang dianggap rakyatnya relatif maju, banyak berdiri kampus ternama, para aktivis dan 'Dewa survei' juga banyak lahir di Tangsel, namun budaya politiknya masih feodal dan permisif.

"Wajar jika banyak aktivis yang ingin maju di Tangsel berguguran satu persatu karena tak punya klan keluarga besar kharismatik," ujar Pengamat Politik asal UIN Jakarta ini menandaskan.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7162 seconds (0.1#10.140)