YLKI Minta Penyelenggaraan PRJ Diperbaiki
A
A
A
JAKARTA - Ketua Pengurus HarianYLKI Tulus Abadi menilai, pelaksanaan Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair yang dilaksanakan per 22 Mei-30 Juni 2019 sebagai bagian dari perayaan HUT ke-492 Jakarta kini tak lagi fair bagi konsumen.
Menurut Tulus, ada beberapa catatan terkait dengan penyelenggaraan PRJ di antaranya, tarif parkir yang menerapkan harga flat, yakni Rp30.000 sekali masuk, tarif ini dinilai terlalu mahal. Itu sama saja menjadikan
kenaikan tiket masuk secara terselubung, sedang tiket masuk tarifnya Rp40.000/orang sehingga konsumen, khususnya pengguna mobil harus merogoh kocek Rp70.000. "Kondisi area parkir sangat tak nyaman, terbuka, dan berdebu. Managemen PRJ seharusnya bisa menakar berapa kapasitas maksimal area PRJ dan area parkir. Bukan malah sebaliknya, pengunjung terus diterima masuk ke area PRJ sehingga sangat sulit mencari area parkir dan di dalam area PRJ sangat penuh sesak," ujarnya, Minggu (23/6/2019).
Padahal, konsumen sudah membayar parkir yang sangat mahal dan tiket masuk yang mahal juga. Kedua, terkait fasos fasum di area PRJ juga kurang memadai, khususnya keberadaan atau jumlah toilet, plus tempat ibadah dan musala. Bahkan, minimnya penunjuk arah ke toilet dan musala membuat pengunjung harus mencari-cari petugas untuk bertanya.
Selain itu, terjadi antrean yang panjang di toilet perempuan. Saat pengunjung membeludak seperti itu seharusnya disiapkan toilet portable. "Ketiga, di area PRJ banyak orang merokok, dan SPG (Sales Promotion Girl) yang menjajakan serta mempromosikan produk rokok, dari beberapa merek," tuturnya.
Rokok, ditawarkan dengan promosi dan diskon Rp20.000 mendapatkan dua bungkus rokok, plus wadah asesorisnya. Dengan demikian, PRJ yang mengklaim berskala internasional, kalah dengan area pasar tradisional di Kota Bangkok (Pasar Tjacucak) yang terbebas asap rokok. "Tidak ada orang merokok di pasar tersebut, apalagi ada SPG yang jualan rokok. Padahal area PRJ sebagai tempat umum itu area KTR (Kawasan Tanpa Rokok)," katanya.
Dia menambahkan, masih ada waktu seminggu lagi bagi managemen PRJ untuk memperbaiki layanan dan kinerjanya. Jangan hanya memungut tarif yang mahal, tapi gagal membuat pengunjungnya nyaman. Pemprov DKI Jakarta pun seharusnya mengawasi pelaksanaan PRJ tersebut.
Menurut Tulus, ada beberapa catatan terkait dengan penyelenggaraan PRJ di antaranya, tarif parkir yang menerapkan harga flat, yakni Rp30.000 sekali masuk, tarif ini dinilai terlalu mahal. Itu sama saja menjadikan
kenaikan tiket masuk secara terselubung, sedang tiket masuk tarifnya Rp40.000/orang sehingga konsumen, khususnya pengguna mobil harus merogoh kocek Rp70.000. "Kondisi area parkir sangat tak nyaman, terbuka, dan berdebu. Managemen PRJ seharusnya bisa menakar berapa kapasitas maksimal area PRJ dan area parkir. Bukan malah sebaliknya, pengunjung terus diterima masuk ke area PRJ sehingga sangat sulit mencari area parkir dan di dalam area PRJ sangat penuh sesak," ujarnya, Minggu (23/6/2019).
Padahal, konsumen sudah membayar parkir yang sangat mahal dan tiket masuk yang mahal juga. Kedua, terkait fasos fasum di area PRJ juga kurang memadai, khususnya keberadaan atau jumlah toilet, plus tempat ibadah dan musala. Bahkan, minimnya penunjuk arah ke toilet dan musala membuat pengunjung harus mencari-cari petugas untuk bertanya.
Selain itu, terjadi antrean yang panjang di toilet perempuan. Saat pengunjung membeludak seperti itu seharusnya disiapkan toilet portable. "Ketiga, di area PRJ banyak orang merokok, dan SPG (Sales Promotion Girl) yang menjajakan serta mempromosikan produk rokok, dari beberapa merek," tuturnya.
Rokok, ditawarkan dengan promosi dan diskon Rp20.000 mendapatkan dua bungkus rokok, plus wadah asesorisnya. Dengan demikian, PRJ yang mengklaim berskala internasional, kalah dengan area pasar tradisional di Kota Bangkok (Pasar Tjacucak) yang terbebas asap rokok. "Tidak ada orang merokok di pasar tersebut, apalagi ada SPG yang jualan rokok. Padahal area PRJ sebagai tempat umum itu area KTR (Kawasan Tanpa Rokok)," katanya.
Dia menambahkan, masih ada waktu seminggu lagi bagi managemen PRJ untuk memperbaiki layanan dan kinerjanya. Jangan hanya memungut tarif yang mahal, tapi gagal membuat pengunjungnya nyaman. Pemprov DKI Jakarta pun seharusnya mengawasi pelaksanaan PRJ tersebut.
(cip)