Anies: Bangunan dan IMB Reklamasi Ada karena Aturan Gubernur Terdahulu
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memastikan kembali bahwa bangunan di pulau reklamasi ada karena Peraturan Gubernur (Pergub) 206/2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK). Pergub itu mengatur mana kawasan perumahan, sekolah, jalan umum, kantor dan sebagainya.
Anies Baswedan mengatakan, siapapun yang ingin membangun di lahan kosong harus melihat rencana tata kota. Mana yang jadi jalan umum, lahan hijau, perumahan, sekolah, perkantoran, lahan biru dan sebagainya.
Lautan hasil reklamasi itu, lanjut Anies merupakan tanah kosong dan daratan baru yang sebelumnya hanya perairan dan tidak memiliki peta berisi rancangan tata kota di kawasan tersebut. Menurutnya, dalam kondisi seperti itu, siapapun tidak boleh membangun.
Namun, begitu ada peraturan yang berisi rencana tata kota, siapapun boleh
membangun asalkan sesuai dengan aturan rencana tata kota. Peraturan rencana
tata kota itu biasa disebut Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) atau umumnya disebut Perda RDTR.
Anies menuturkan, dalam kasus reklamasi, pada 2016 itu belum ada Perda RDTR, lalu Gubernur saat itu membuat Peraturan Gubernur yaitu Pergub 206/2016 yang isinya adalah rencana tata kota, atau biasa disebut dengan nama resmi Panduan Rancang Kota (PRK). Di Pergub itu diatur mana kawasan perumahan, sekolah, jalan umum, kantor dan lain lain.
"Pergub ini isinya seperti Perda RDTR. Atas dasar adanya Pergub itulah, Pengembang lalu memiliki dasar hukum untuk melakukan pembangunan. Jika tidak ada Pergub 206/2016 itu, tidak bisa ada kegiatan pembangunan apapun di sana, otomatis tidak ada urusan IMB," kata Anies Baswedan melalui press rilis yang diterima SINDOnews pada Rabu (19/6/2019).
Anies menjelaskan, lazimnya di Jakarta itu, rencana tata ruang dan rencana detailnya dibuat dalam bentuk Perda RDTR, bukan bentuk Pergub. Namun, ada celah yang memperbolehkan aturan tata ruang tersebut dimuat dalam Pergub.( Baca: Anies: Penerbitan IMB di Pulau D Sudah Sesuai Aturan, Bukan Diam-diam )
Seperti misalnya ada Peraturan Pemerintah No 36/2005 Pasal 18 ayat 3, yang mengatakan jika sebuah kawasan yang belum memiliki Perda RTRW dan Perda RDTR maka pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut untuk jangka waktu sementara.
"Celah hukum inilah yang dijadikan pintu masuk dan jadi dasar hukum bagi Gubernur waktu itu untuk mengeluarkan Pergub 206/2016 yang isinya adalah tentang rencana tata kota atau resminya disebut Panduan Rancang Kota (PRK)," pungkasnya.
Anies Baswedan mengatakan, siapapun yang ingin membangun di lahan kosong harus melihat rencana tata kota. Mana yang jadi jalan umum, lahan hijau, perumahan, sekolah, perkantoran, lahan biru dan sebagainya.
Lautan hasil reklamasi itu, lanjut Anies merupakan tanah kosong dan daratan baru yang sebelumnya hanya perairan dan tidak memiliki peta berisi rancangan tata kota di kawasan tersebut. Menurutnya, dalam kondisi seperti itu, siapapun tidak boleh membangun.
Namun, begitu ada peraturan yang berisi rencana tata kota, siapapun boleh
membangun asalkan sesuai dengan aturan rencana tata kota. Peraturan rencana
tata kota itu biasa disebut Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) atau umumnya disebut Perda RDTR.
Anies menuturkan, dalam kasus reklamasi, pada 2016 itu belum ada Perda RDTR, lalu Gubernur saat itu membuat Peraturan Gubernur yaitu Pergub 206/2016 yang isinya adalah rencana tata kota, atau biasa disebut dengan nama resmi Panduan Rancang Kota (PRK). Di Pergub itu diatur mana kawasan perumahan, sekolah, jalan umum, kantor dan lain lain.
"Pergub ini isinya seperti Perda RDTR. Atas dasar adanya Pergub itulah, Pengembang lalu memiliki dasar hukum untuk melakukan pembangunan. Jika tidak ada Pergub 206/2016 itu, tidak bisa ada kegiatan pembangunan apapun di sana, otomatis tidak ada urusan IMB," kata Anies Baswedan melalui press rilis yang diterima SINDOnews pada Rabu (19/6/2019).
Anies menjelaskan, lazimnya di Jakarta itu, rencana tata ruang dan rencana detailnya dibuat dalam bentuk Perda RDTR, bukan bentuk Pergub. Namun, ada celah yang memperbolehkan aturan tata ruang tersebut dimuat dalam Pergub.( Baca: Anies: Penerbitan IMB di Pulau D Sudah Sesuai Aturan, Bukan Diam-diam )
Seperti misalnya ada Peraturan Pemerintah No 36/2005 Pasal 18 ayat 3, yang mengatakan jika sebuah kawasan yang belum memiliki Perda RTRW dan Perda RDTR maka pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut untuk jangka waktu sementara.
"Celah hukum inilah yang dijadikan pintu masuk dan jadi dasar hukum bagi Gubernur waktu itu untuk mengeluarkan Pergub 206/2016 yang isinya adalah tentang rencana tata kota atau resminya disebut Panduan Rancang Kota (PRK)," pungkasnya.
(whb)