Redam Keresahan Penghuni, DPRD DKI Minta Pergub Rusun Ditunda
A
A
A
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta meminta agar Gubernur Anies Baswedan segera meredam kisruh yang terjadi di industri rumah susun (rusun) atau apartemen. Sebab terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik, justru berdampak pada masuknya berbagai kepentingan untuk menguasai pengelolaan apartemen sehingga memunculkan konflik.
Untuk itu Gubernur diharapkan menunda pemberlakuan Pergub Nomor 132 agar tidak menimbulkan konflik berkelanjutan. Selain itu, Pergub tersebut juga terbit tanpa ada Peraturan Pemerintah (PP), sehingga akan menjadi preseden buruk bagi sistem perundangan di Indonesia.
Seperti diketahui, DKI Jakarta merupakan barometer bagi provinsi-provinsi lainnya di Indonesia dalam tata kelola pemerintahan. Sehingga dikhawatirkan kedepannya akan memunculkan permasalahan-permasalahan baru jika mereka mengadopsi langkah Pemprov DKI Jakarta dalam menerapkan kebijakan.
"Lebih baik ditunda dulu, secara hukum lemah, belum lagi implentasinya di lapangan malah bikin gaduh," kata Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Ellyzabeth CH Mailoa dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/4/2019).
Menurutnya, keberadaan peraturan pemerintah (PP) merupakan mandat dari undang-undang. Sehingga jika memang harus diterbitkan PP terlebih dulu, sudah seharusnya mengikuti aturan main tersebut.
"Kalau aturannya seperti itu, harusnya PP dikeluarkan dulu sebelum aturan lainnya seperti permen dan pergub," katanya.
Yang dikhwatirkan adalah jika ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan posisi Anies sebagai Gubernur untuk menerbitkan Pergub dengan cepat tanpa mengkaji lebih dalam dan melibatkan stakeholder terkait dalam menyusun peraturan.
Sebab sejak UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun diterbitkan, hingga saat ini belum ada aturan turunan berupa PP yang merupakan mandat dari UU. Itu artinya, masih ada kendala yang belum bisa diselesaikan sehingga PP tersebut belum diterbitkan.
"Oleh karena itu kami berharap Pergub ini bisa ditinjau ulang agar kepentingan semua pihak terakomodir dan tidak menimbulkan konflik seperti saat ini," ujar Ellyzabeth.
Dengan adanya konflik di lingkungan apartemen, kata dia, juga akan berdampak pada kegiatan pekerja di apartemen, seperti security, petugas kebersihan, operator lift, dan lainnya. Seperti yang dialami oleh Razman Arif Nasuition, salah seorang pemilik apartemen di Jakarta Pusat.
Menurutnya ada oknum Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang memaksa untuk diberlakukan Pergub 132. Bahkan mereka sampai melakukan pemblokiran rekening bank milik P3SRS yang sah. Dampaknya, para karyawan, baik security dan yang lainnya belum bisa dibayarkan gajinya.
"Kalau sudah begini yang menjadi korban bukan cuma penghuni, tapi sampai ke pekerja dan juga lingkungan dan seluruh kegiatan di apartemen," kata Razman.
Apa yang dialami oleh Razman juga banyak dialami oleh penghuni apartemen lain di DKI Jakarta. Sebab hadirnya Pergub 132 mengharuskan Rapat Umum Anggota Luar Biasa dilakukan dengan segera, untuk memilih P3SRS yang baru di seluruh apartemen di Jakarta. Hal itupun memunculkan keresahan dikalangan penghuni.
Selain itu, juga tidak ada jaminan pengurus P3SRS baru yang terpilih nanti dapat menjalankan fungsinya dan mengelola apartemen dengan lebih baik. Yang menjadi kekhawatiran mayoritas penghuni justru adalah penurunan layanan.
Untuk itu Gubernur diharapkan menunda pemberlakuan Pergub Nomor 132 agar tidak menimbulkan konflik berkelanjutan. Selain itu, Pergub tersebut juga terbit tanpa ada Peraturan Pemerintah (PP), sehingga akan menjadi preseden buruk bagi sistem perundangan di Indonesia.
Seperti diketahui, DKI Jakarta merupakan barometer bagi provinsi-provinsi lainnya di Indonesia dalam tata kelola pemerintahan. Sehingga dikhawatirkan kedepannya akan memunculkan permasalahan-permasalahan baru jika mereka mengadopsi langkah Pemprov DKI Jakarta dalam menerapkan kebijakan.
"Lebih baik ditunda dulu, secara hukum lemah, belum lagi implentasinya di lapangan malah bikin gaduh," kata Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Ellyzabeth CH Mailoa dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/4/2019).
Menurutnya, keberadaan peraturan pemerintah (PP) merupakan mandat dari undang-undang. Sehingga jika memang harus diterbitkan PP terlebih dulu, sudah seharusnya mengikuti aturan main tersebut.
"Kalau aturannya seperti itu, harusnya PP dikeluarkan dulu sebelum aturan lainnya seperti permen dan pergub," katanya.
Yang dikhwatirkan adalah jika ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan posisi Anies sebagai Gubernur untuk menerbitkan Pergub dengan cepat tanpa mengkaji lebih dalam dan melibatkan stakeholder terkait dalam menyusun peraturan.
Sebab sejak UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun diterbitkan, hingga saat ini belum ada aturan turunan berupa PP yang merupakan mandat dari UU. Itu artinya, masih ada kendala yang belum bisa diselesaikan sehingga PP tersebut belum diterbitkan.
"Oleh karena itu kami berharap Pergub ini bisa ditinjau ulang agar kepentingan semua pihak terakomodir dan tidak menimbulkan konflik seperti saat ini," ujar Ellyzabeth.
Dengan adanya konflik di lingkungan apartemen, kata dia, juga akan berdampak pada kegiatan pekerja di apartemen, seperti security, petugas kebersihan, operator lift, dan lainnya. Seperti yang dialami oleh Razman Arif Nasuition, salah seorang pemilik apartemen di Jakarta Pusat.
Menurutnya ada oknum Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang memaksa untuk diberlakukan Pergub 132. Bahkan mereka sampai melakukan pemblokiran rekening bank milik P3SRS yang sah. Dampaknya, para karyawan, baik security dan yang lainnya belum bisa dibayarkan gajinya.
"Kalau sudah begini yang menjadi korban bukan cuma penghuni, tapi sampai ke pekerja dan juga lingkungan dan seluruh kegiatan di apartemen," kata Razman.
Apa yang dialami oleh Razman juga banyak dialami oleh penghuni apartemen lain di DKI Jakarta. Sebab hadirnya Pergub 132 mengharuskan Rapat Umum Anggota Luar Biasa dilakukan dengan segera, untuk memilih P3SRS yang baru di seluruh apartemen di Jakarta. Hal itupun memunculkan keresahan dikalangan penghuni.
Selain itu, juga tidak ada jaminan pengurus P3SRS baru yang terpilih nanti dapat menjalankan fungsinya dan mengelola apartemen dengan lebih baik. Yang menjadi kekhawatiran mayoritas penghuni justru adalah penurunan layanan.
(mhd)