Psikolog: Game PUBG Berdampak Negatif bagi Perkembangan Anak
A
A
A
JAKARTA - Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menuturkan, game online The PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG) memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan kejiwaan. Ada beberapa hal yang menjadi catatan dirinya mengenai game ini.
Pertama, PUBG mengandung unsur kekerasan yang sangat tinggi. Karena pemain dituntut untuk lebih banyak mengalahkan lawan dengan cara membunuh dengan cara menembak, melempar pisau, mengembon dan sebagainya.
"Meskipun membutuhkan strategi, tujuan dari strategi itu hanya satu yaitu menghabisi sebanyak mungkin lawan agar bisa menang.Jika hal seperti ini dilakukan terus menerus, sepanjang hari, sangat mungkin akan mempengaruhi cara berpikir pemainnya," katanya di Depok, Kamis 21 Maret 2019.
Kedua, kata dia, anak-anak atau remaja memiliki emosi dan pribadi yang masih labil. Stimulus kekerasan yang terus menerus akan sangat mempengaruhi kehidupan ‘nyata’ mereka. Tayangan ataupun informasi yang mereka 'konsumsi' bisa berpengaruh pada pola sehari-hari.
"Mereka masih seringkali kesulitan memberi jarak antara realitas dan permainan, sehingga games membuat anak seringkali menyamakan perilaku di games dan di realita," tukasnya.
Ketiga, PUBG online membuat anak terokupansi pada permainan sehingg tidak ingin melakukan kegiatan lain seperti bermain, bersosialisi dengan anak lain, bahkan belajar. Dampaknya jelas, prestasi sekolah bisa menurun. Anak yang candu game online menjadi pribadi yang kurang suka bersosial karena asyik dengan permainan tersebut.
"Dia menjadi penyendiri karena tidak suka bergaul secara langsung, malah tidak suka diajak pergi kemana-mana karena fokus hanya pada penyelesaian games," jelasnya.
Keempat adalah dari faktor kesehatan. Penggunaan gadget yang berlebihan menyebabkan kerusakan pada mata, kelelahan pada tangan dan anggota tubuh lain, bahkan obesitas karena kurang gerak. Kelelahan terus menerus (fatigue) akibat fokus game online serta obesitas, dapat menyebabkan penyakit lain yang berujung ke kematian.
"Tidak berdampak langsung memang, tapi akibat yang ditimbulkan ini bisa berujung pada kematian. Dampaknya memang tidak langsung menyasar pada otak seperti narkoba, tidak akan sakau. Hanya secara kesehatan mental ya terganggu. Kepribadian dan mood utamanya," katanya.
Shinta menuturkan, kecanduang game online sudah masuk dalam daftar penyakit kesehatan mental (DSM V). Akibat candu game online bisa menimbulkan potensi agresif yang tinggi karena otak terus menerus menerima rangsangan agresif.
"Penyimpangan ya itu memang potensi agresif menjadi tinggi karena terus menerus menerima rangsang agresif, impulsivitas (dorongan) juga menjadi lebih tinggi dan kesulitan dalam pengendalian diri, sehingga mudah melakukan tindakan-tindakan tertentu tanpa memikirkan akibatnya lebih jauh," pungkasnya.
Pertama, PUBG mengandung unsur kekerasan yang sangat tinggi. Karena pemain dituntut untuk lebih banyak mengalahkan lawan dengan cara membunuh dengan cara menembak, melempar pisau, mengembon dan sebagainya.
"Meskipun membutuhkan strategi, tujuan dari strategi itu hanya satu yaitu menghabisi sebanyak mungkin lawan agar bisa menang.Jika hal seperti ini dilakukan terus menerus, sepanjang hari, sangat mungkin akan mempengaruhi cara berpikir pemainnya," katanya di Depok, Kamis 21 Maret 2019.
Kedua, kata dia, anak-anak atau remaja memiliki emosi dan pribadi yang masih labil. Stimulus kekerasan yang terus menerus akan sangat mempengaruhi kehidupan ‘nyata’ mereka. Tayangan ataupun informasi yang mereka 'konsumsi' bisa berpengaruh pada pola sehari-hari.
"Mereka masih seringkali kesulitan memberi jarak antara realitas dan permainan, sehingga games membuat anak seringkali menyamakan perilaku di games dan di realita," tukasnya.
Ketiga, PUBG online membuat anak terokupansi pada permainan sehingg tidak ingin melakukan kegiatan lain seperti bermain, bersosialisi dengan anak lain, bahkan belajar. Dampaknya jelas, prestasi sekolah bisa menurun. Anak yang candu game online menjadi pribadi yang kurang suka bersosial karena asyik dengan permainan tersebut.
"Dia menjadi penyendiri karena tidak suka bergaul secara langsung, malah tidak suka diajak pergi kemana-mana karena fokus hanya pada penyelesaian games," jelasnya.
Keempat adalah dari faktor kesehatan. Penggunaan gadget yang berlebihan menyebabkan kerusakan pada mata, kelelahan pada tangan dan anggota tubuh lain, bahkan obesitas karena kurang gerak. Kelelahan terus menerus (fatigue) akibat fokus game online serta obesitas, dapat menyebabkan penyakit lain yang berujung ke kematian.
"Tidak berdampak langsung memang, tapi akibat yang ditimbulkan ini bisa berujung pada kematian. Dampaknya memang tidak langsung menyasar pada otak seperti narkoba, tidak akan sakau. Hanya secara kesehatan mental ya terganggu. Kepribadian dan mood utamanya," katanya.
Shinta menuturkan, kecanduang game online sudah masuk dalam daftar penyakit kesehatan mental (DSM V). Akibat candu game online bisa menimbulkan potensi agresif yang tinggi karena otak terus menerus menerima rangsangan agresif.
"Penyimpangan ya itu memang potensi agresif menjadi tinggi karena terus menerus menerima rangsang agresif, impulsivitas (dorongan) juga menjadi lebih tinggi dan kesulitan dalam pengendalian diri, sehingga mudah melakukan tindakan-tindakan tertentu tanpa memikirkan akibatnya lebih jauh," pungkasnya.
(mhd)