Tata Permukiman Kumuh, Anies Akan Revisi Aturan Tata Ruang
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta akan menata permukiman kumuh, padat dan miskin dengan melibatkan sektor swasta. Pembeli dan penjual jasa harus tercipta dalam permukiman kumuh, padat dan miskin tersebut.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, permukiman kumuh di Jakarta bukan hanya berada di kawasan pinggir kota. Permukiman kumuh, padat dan miskin justru berada di pusat kota, khususnya di bantaran sungai.
Sebab, lanjut Anies, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada saat ini hanya mengatur berdasarkan bidang tanah, bukan sebagai sebuah kawasan. Di mana, pembangunan dekat jalan raya yang memiliki koefisien lantai bangunan (KLB) lebih tinggi membuat perusahaan swasta mau bertransaksi disitu. Sementara, di dalam jalan raya, KLB-nya rendah. Sehingga tidak ada yang mau berinvestasi di sana.
"Disitulah muncul ketimpangan. Jadi ke depan kita berorientasi pada perencanaan kawasan, perizinan juga orientasinya kawasan bukan per bidang tanah, karena selama ini yang kita lakukan per bidang tanah. Jadi sering kita menemukan satu kawasan di satu sisi ada gedung yang bisa tinggi sekali, gedung sebelahnya pendek. Padahal kawasannya sama," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta pada Rabu (30/1/2019).
Anies menjelaskan, menata kota itu bukan hanya dengan tangan pemerintah saja. Pemerintah harus membuat aturan yang membuat semua pihak termasuk swasta bisa melakukan pembangunan. Memberikan manfaat bagi masyarakat secara sosial, secara bisnis dan disitulah kemudian daerah bisa berkembang.
Salah satu contoh yang paling sederhana, adalah pembangunan rumah susun. Menurutnya, rumah susun di Jakarta ini yang murah itu pemerintah. Sementara pihak swasta selalu mengambil yang tinggi. Sebab, aturan-aturan rencana tata ruang yang ada membuat tidak menguntungkan untuk membangun rumah susun di tengah.
"Aturan itu hanya menguntungkan bila membuat rumah susun yang di atas dan hari ini di berbagai tempat di Jakarta rata-rata 30 sampai 40% apartemen kosong, kenapa? karena apartemen dibangun sebagai investasi bukan dibangun untuk ditinggali. Nah ini yang akan diubah," pungkasnya.
Selain mengubah aturan RTRW berdasarkan kawasan, Anies berencana menciptakan lapangan pekerjaan dan aturan yang memungkinkan tersambungnya antara penghasil dan pembeli jasa. Serta pelatihan-pelatihan bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan agar mereka bisa naik kelas.
Mantan Menteri Pendidikan itu pun membantah apabila konsep penataan yang dilakukan di permukiman kumuh dengan cara menggusur. Justru, dilakukan adalah Pemprov menciptakan aturan yang membuat terjadi transaksi secara ekonomi.
"Kalau transaksi ekonomi tidak terjadi maka urban renewal harus selalu dilakukan oleh pemerintah. Jadi bukan Pemprov menuju tempat kemudian menggeserorang, bukan. Itu pendekatan lama," tegasnya.
Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Oswar Muadzin Mungkasa menambahkan, penataan yang dilakukan selama ini sifatnya sporadis dan hanya mempercantik luarnya saja. Menurut Oswar, hidup masyarakat yang lingkungannya dipercantik tetap miskin dan susah.
Untuk itu, penataan harus dilakukan bersama-sama sehingga ada collaborative approach memecahkan semua masalah dalam pelaksanaannya. Dia optimistis konsep penataan pemukiman di Jakarta bisa menjadi contoh bagi penataan kota lain di Indonesia. "Kita ingin jadi center of excellence menangani rumah kumuh di Indonesia," ucapnya.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, permukiman kumuh di Jakarta bukan hanya berada di kawasan pinggir kota. Permukiman kumuh, padat dan miskin justru berada di pusat kota, khususnya di bantaran sungai.
Sebab, lanjut Anies, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada saat ini hanya mengatur berdasarkan bidang tanah, bukan sebagai sebuah kawasan. Di mana, pembangunan dekat jalan raya yang memiliki koefisien lantai bangunan (KLB) lebih tinggi membuat perusahaan swasta mau bertransaksi disitu. Sementara, di dalam jalan raya, KLB-nya rendah. Sehingga tidak ada yang mau berinvestasi di sana.
"Disitulah muncul ketimpangan. Jadi ke depan kita berorientasi pada perencanaan kawasan, perizinan juga orientasinya kawasan bukan per bidang tanah, karena selama ini yang kita lakukan per bidang tanah. Jadi sering kita menemukan satu kawasan di satu sisi ada gedung yang bisa tinggi sekali, gedung sebelahnya pendek. Padahal kawasannya sama," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta pada Rabu (30/1/2019).
Anies menjelaskan, menata kota itu bukan hanya dengan tangan pemerintah saja. Pemerintah harus membuat aturan yang membuat semua pihak termasuk swasta bisa melakukan pembangunan. Memberikan manfaat bagi masyarakat secara sosial, secara bisnis dan disitulah kemudian daerah bisa berkembang.
Salah satu contoh yang paling sederhana, adalah pembangunan rumah susun. Menurutnya, rumah susun di Jakarta ini yang murah itu pemerintah. Sementara pihak swasta selalu mengambil yang tinggi. Sebab, aturan-aturan rencana tata ruang yang ada membuat tidak menguntungkan untuk membangun rumah susun di tengah.
"Aturan itu hanya menguntungkan bila membuat rumah susun yang di atas dan hari ini di berbagai tempat di Jakarta rata-rata 30 sampai 40% apartemen kosong, kenapa? karena apartemen dibangun sebagai investasi bukan dibangun untuk ditinggali. Nah ini yang akan diubah," pungkasnya.
Selain mengubah aturan RTRW berdasarkan kawasan, Anies berencana menciptakan lapangan pekerjaan dan aturan yang memungkinkan tersambungnya antara penghasil dan pembeli jasa. Serta pelatihan-pelatihan bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan agar mereka bisa naik kelas.
Mantan Menteri Pendidikan itu pun membantah apabila konsep penataan yang dilakukan di permukiman kumuh dengan cara menggusur. Justru, dilakukan adalah Pemprov menciptakan aturan yang membuat terjadi transaksi secara ekonomi.
"Kalau transaksi ekonomi tidak terjadi maka urban renewal harus selalu dilakukan oleh pemerintah. Jadi bukan Pemprov menuju tempat kemudian menggeserorang, bukan. Itu pendekatan lama," tegasnya.
Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Oswar Muadzin Mungkasa menambahkan, penataan yang dilakukan selama ini sifatnya sporadis dan hanya mempercantik luarnya saja. Menurut Oswar, hidup masyarakat yang lingkungannya dipercantik tetap miskin dan susah.
Untuk itu, penataan harus dilakukan bersama-sama sehingga ada collaborative approach memecahkan semua masalah dalam pelaksanaannya. Dia optimistis konsep penataan pemukiman di Jakarta bisa menjadi contoh bagi penataan kota lain di Indonesia. "Kita ingin jadi center of excellence menangani rumah kumuh di Indonesia," ucapnya.
(whb)