SP3 Kasus Bos Gula, Kompolnas dan Komjak Diminta Turun Tangan

Rabu, 16 Januari 2019 - 02:01 WIB
SP3 Kasus Bos Gula,...
SP3 Kasus Bos Gula, Kompolnas dan Komjak Diminta Turun Tangan
A A A
JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak) diharapkan dapat turun tangan terkait Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3) kasus dugaan penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terlapor pengusaha gula berinisial GJ.

Keterangan dari Polri dan Kejaksaan dinilai penting untuk meluruskan sengkarut yang mengemuka, terkait dihentikannya kasus itu, dengan procedur yang dinilai banyak pihak janggal.

Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Zulkarnain mengatakan, Komisi memiliki fungsi untuk mengawasi kinerja Polri dan Kejaksaan Agung. “Ya Kompolnas dan Komjak yang mengawasi,” kata Zulkarnain, mantan pimpinan KPK, Selasa, 15 Januari 2019.

Namun demikian, ada keterbatasan kedua institusi pengawasan itu, sehingga persoalannya sejauh mana Kompolnas dan Komjak bisa masuk dalam perkara yang ditangani baik oleh Polri maupun Kejaksaan.

Pria yang akrab disapa Zul ini menyinggung dikembalikannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh Kejaksaan kepada Bareskrim Polri dalam perkara tersebut. Menurutnya, selama ini yang dikembalikan oleh Kejaksaan kepada Polri adalah berkas perkara, bukan SPDP.

Jika memang SPDP tidak disertai dengan tindak lanjut pengiriman berkas, maka mungkin saja SPDP dikembalikan. Namun dia mengingatkan ketika SPDP dikeluarkan itu berarti sudah ada bukti yang cukup.“Padahal SPDP itu keluar tentu sudah ada bukti yang cukup juga. Harus ada kejelasan,” tegas Zul.

Zul menambahkan, tidak hanya Kompolnas dan Komjak saja, masyarakat pemerhati hukum yang merasa ada kejanggalan dalam perkara yang ditangani oleh lembaga penegak hukum, pun bisa melakukan praperadilan. Termasuk pihak pelapor yang merasa bahwa penanganan kasusnya ada yang janggal, atau laporannya dihentikan, juga dapat menempuh upaya praperadilan.

“Ya mungkin sudah dilakukan penyidikan, biasanya juga kalau dihentikan ya dia menyebutkan juga alasannya kenapa dihentikan, tidak cukup bukti misalnya. Kan sudah melalui proses pemeriksaan, tidak dihentikan serta merta begitu saja. Kalau surat perintah penyidikan saja belum dilakukan, ya itu enggak dihentikan namanya, itu didiamkan,” ujar Zul.

Zul menuturkan, adanya fungsi DPR untuk menanyai Polri maupun Kejaksaan terkait penanganan sebuah perkara. Pertanyaan kepada penegak hukum dapat dilakukan dalam kemitraan antar lembaga penegak hukum dengan Komisi III DPR. Namun, secara teknis DPR tidak dapat masuk lebih dalam. Karena semestinya yang dapat masuk secara teknis adalah lembaga penegak hukum, yakni Polri dan Kejaksaan.

“Yang bisa masuk secara teknis antara lain ya itu, (Polri) dengan Kejaksaan itu saling kontrol, cuma biasanya dalam praktik, masih banyak kendala,” ungkap Zul.

Terkait hal ini, Mabes Polri mengaku terbuka kepada siapapun yang ingin menanyakan penanganan kasus, terlebih Komisi III DPR berencana mengklarifikasi SP3 kasus dugaan penggelapan dan TPPU pengusaha gula GJ oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Ditipideksus) Bareskrim

“Pihak manapun apalagi DPR, masyarakat lapisan manapun yang meminta apa saja klarifikasi apa saja kepada Kepolisian, Kepolisian siap untuk jelaskan itu,” ungkap Kadivhumas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal.

Iqbal melanjutkan, jika ada upaya Kepolisian dalam hal ini menerbitkan SP3 sudah sesuai prosedur dan tahapan yang dilalui seperti gelar perkara. Mantan Wakapolda Jawa Timur ini menjelaskan, terbitnya SP3 lantaran tidak ditemukannya cukup bukti dugaan tindak pidana. “Itu (terbitnya SP3) sudah sesuai SOP,” ucapnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1094 seconds (0.1#10.140)