Wartawan Tangsel Salurkan Bantuan ke Korban Rob dan Tsunami
A
A
A
PANDEGLANG - Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Harian Kota Tangerang Selatan (Tangsel) memberikan bantuan perlengkapan sekolah ke SDN Cigondang 1, Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Selain perlengkapan sekolah seperti tas, seragam, sepatu, dan alat tulis, Pokja Wartawan Harian Kota Tangsel juga memberikan belasan karung pakaian layak pakai, selimut, sembako dan air bersih.
Ketua Panitia Aksi Kemanusiaan Peduli Pandeglang Pokja Wartawan Harian Kota Tangsel Hasan Kurniawan mengatakan, dalam aksi ini pihaknya sengaja mengincar siswa SD yang kurang mendapat perhatian.
"Sejak dua minggu peristiwa tsunami dan banjir rob menghantam Labuan, siswa SDN Cigondang 1 belum mendapat bantuan," katanya kepada KORAN SINDO, Selasa (15/1/2019).
Saat hari pertama sekolah, seminggu yang lalu, para siswa tidak memakai seragam dan tidak membawa buku pelajaran, karena semua perlengkapan sekolah mereka hilang terbawa banjir rob.
"Lokasi sekolah yang hanya beberapa meter dari bibir pantai, membuat sekolah ini sangat rawan terkena banjir rob. Saat terjadi tsunami, pada 22 Desember 2018 lalu, sekolah ini juga terdampak," sambungnya.
Sedikitnya, ada 30 siswa SDN Cigondang 1 yang terluka akibat terjangan tsunami. Rata-rata mereka mengalami patah kaki, tangan dan luka di wajah serta kepala.
"Dua orang siswa meninggal dunia. Jenazah mereka ditemukan dua hari kemudian, setelah gelombang tsunami menghantam kawasan pesisir Labuan dan meratakan sedikitnya 30 rumah di wilayah itu," terang Hasan.
Melihat kondisi itu, pihaknya pun berinisitif menggalang bantuan untuk para korban tsunami. Terutama para siswa sekolah yang kurang mendapat perhatian pemerintah.
"Alhamdullilah, antusiasme warga dan para donatur yang memberikan sumbangan sangat besar. Sumbangan, justru datang di waktu menjelang keberangkatan kami menuju ke Pandeglang," ungkap Hasan lagi.
Sementara itu, Kepala SDN Cigondang 1 Mariam menambahkan, ada sekira 219 siswa yang tidak memiliki seragam sekolah dan alat belajar lainnya, karena hilang dibawa gelombang air rob dan tsunami.
"Bantuan baru masuk tiga hari setelah kejadian. Bantuan pertama yang masuk itu selimut, lalu seragam, sepatu, dan makanan. Seragam kami masih kurang," paparnya.
Dengan adanya sumbangan dari Pokja Wartawan Harian Kota Tangsel, kekurangan seragam dan alat belajar siswa jadi tercukupi. Namun, ada yang kebutuhan mendesak yang sangat diperlukan sekolah.
"Kebutuhan pakaian sudah kebagian, buku, tas dan sepatu. Semua sudah cukup sekarang. Saat ini, yang menjadi kebutuhan dasar kami adalah buku-buku sekolah K13. Itu kebutuhan terbesar kami," jelasnya.
Masih kata Mariam, siswanya masih ada yang mengalami trauma akibat tsunami. Mereka jadi suka merenung dan tidak bicara jika tidak ditegur oleh guru.
"Ada beberapa anak yang masih trauma, suka bengong saja. Bahkan ada yang malu, karena luka yang dialami. Makanya, belajar kami masih belum normal, sampai jam 10 pagi, sisanya trauma healing," terangnya.
Sementara itu, Wildan, salah seorang siswa SDN Cigondang 1 yang selamat dari gelombang tsunami mengatakan, dirinya terbawa gelombang air setinggi 1,5 meter.
"Saat kejadian, malam sekitar pukul 21.00 WIB, saya sedang main game. Tiba-tiba, air masuk ke dalam rumah dan menghancurkan semuanya. Saya terseret dan mendapatkan luka di wajah dan kepala," sambungnya.
Wildan merupakan satu dari puluhan siswa SDN Cigondang 1 yang selamat dari peristiwa tsunami. Dari wajahnya, tampak ada luka bekas jahitan sudah mengering.
Tsunami di kawasan pesisir RT04/04, Labuan, Pandeglang, Banten, ini setinggi 2 meter di pemukiman warga, dan menghancurkan 30 rumah semi permanen dan permanen milik warga dan nelayan.
"Jadi dua kali dihantam. Lertama tsunami, kedua rab. Tsunami malam, jam 9.30, banjir rab pagi jam 8.00 wib. Saat itu, sekolah sedang libur dan siswa sedang berada di dalam rumahnya," pungkas Mariam.
Selain perlengkapan sekolah seperti tas, seragam, sepatu, dan alat tulis, Pokja Wartawan Harian Kota Tangsel juga memberikan belasan karung pakaian layak pakai, selimut, sembako dan air bersih.
Ketua Panitia Aksi Kemanusiaan Peduli Pandeglang Pokja Wartawan Harian Kota Tangsel Hasan Kurniawan mengatakan, dalam aksi ini pihaknya sengaja mengincar siswa SD yang kurang mendapat perhatian.
"Sejak dua minggu peristiwa tsunami dan banjir rob menghantam Labuan, siswa SDN Cigondang 1 belum mendapat bantuan," katanya kepada KORAN SINDO, Selasa (15/1/2019).
Saat hari pertama sekolah, seminggu yang lalu, para siswa tidak memakai seragam dan tidak membawa buku pelajaran, karena semua perlengkapan sekolah mereka hilang terbawa banjir rob.
"Lokasi sekolah yang hanya beberapa meter dari bibir pantai, membuat sekolah ini sangat rawan terkena banjir rob. Saat terjadi tsunami, pada 22 Desember 2018 lalu, sekolah ini juga terdampak," sambungnya.
Sedikitnya, ada 30 siswa SDN Cigondang 1 yang terluka akibat terjangan tsunami. Rata-rata mereka mengalami patah kaki, tangan dan luka di wajah serta kepala.
"Dua orang siswa meninggal dunia. Jenazah mereka ditemukan dua hari kemudian, setelah gelombang tsunami menghantam kawasan pesisir Labuan dan meratakan sedikitnya 30 rumah di wilayah itu," terang Hasan.
Melihat kondisi itu, pihaknya pun berinisitif menggalang bantuan untuk para korban tsunami. Terutama para siswa sekolah yang kurang mendapat perhatian pemerintah.
"Alhamdullilah, antusiasme warga dan para donatur yang memberikan sumbangan sangat besar. Sumbangan, justru datang di waktu menjelang keberangkatan kami menuju ke Pandeglang," ungkap Hasan lagi.
Sementara itu, Kepala SDN Cigondang 1 Mariam menambahkan, ada sekira 219 siswa yang tidak memiliki seragam sekolah dan alat belajar lainnya, karena hilang dibawa gelombang air rob dan tsunami.
"Bantuan baru masuk tiga hari setelah kejadian. Bantuan pertama yang masuk itu selimut, lalu seragam, sepatu, dan makanan. Seragam kami masih kurang," paparnya.
Dengan adanya sumbangan dari Pokja Wartawan Harian Kota Tangsel, kekurangan seragam dan alat belajar siswa jadi tercukupi. Namun, ada yang kebutuhan mendesak yang sangat diperlukan sekolah.
"Kebutuhan pakaian sudah kebagian, buku, tas dan sepatu. Semua sudah cukup sekarang. Saat ini, yang menjadi kebutuhan dasar kami adalah buku-buku sekolah K13. Itu kebutuhan terbesar kami," jelasnya.
Masih kata Mariam, siswanya masih ada yang mengalami trauma akibat tsunami. Mereka jadi suka merenung dan tidak bicara jika tidak ditegur oleh guru.
"Ada beberapa anak yang masih trauma, suka bengong saja. Bahkan ada yang malu, karena luka yang dialami. Makanya, belajar kami masih belum normal, sampai jam 10 pagi, sisanya trauma healing," terangnya.
Sementara itu, Wildan, salah seorang siswa SDN Cigondang 1 yang selamat dari gelombang tsunami mengatakan, dirinya terbawa gelombang air setinggi 1,5 meter.
"Saat kejadian, malam sekitar pukul 21.00 WIB, saya sedang main game. Tiba-tiba, air masuk ke dalam rumah dan menghancurkan semuanya. Saya terseret dan mendapatkan luka di wajah dan kepala," sambungnya.
Wildan merupakan satu dari puluhan siswa SDN Cigondang 1 yang selamat dari peristiwa tsunami. Dari wajahnya, tampak ada luka bekas jahitan sudah mengering.
Tsunami di kawasan pesisir RT04/04, Labuan, Pandeglang, Banten, ini setinggi 2 meter di pemukiman warga, dan menghancurkan 30 rumah semi permanen dan permanen milik warga dan nelayan.
"Jadi dua kali dihantam. Lertama tsunami, kedua rab. Tsunami malam, jam 9.30, banjir rab pagi jam 8.00 wib. Saat itu, sekolah sedang libur dan siswa sedang berada di dalam rumahnya," pungkas Mariam.
(mhd)