Alasan Kejaksaan Mengembalikan SPDP Kasus yang Menjerat Bos Gula
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan alasan mengembalikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dilayangkan Bareskrim Polri terkait kasus pengusaha gula GJ. Diketahui Polri tengah menangani kasus dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang atau TPPU yang dilaporkan pengusaha Toh Keng Siong terhadap GJ.
Kepala Pusat Penerangan Kejagung, Mukri mengatakan, pihaknya mengembalikan SPDP kasus GJ lantaran SPDP tersebut dikirim pada 2017, namun hingga 2018 penyerahan SPDP tersebut tidak diikuti dengan pengiriman berkas perkara."Berkas perkaranya tidak dikirimkan oleh penyidik, sehingga sesuai SOP kita, SPDP tersebut kita kembalikan ke penyidik," ungkap Mukri, Kamis (13/12/2018).
Dia menjelaskan, sesuai putusan MK, ketika penyidik Polri melakukan penyidikan, maka dalam waktu tujuh hari penyidik harus mengirimkan SPDP ke Kejaksaan. Kemudian setelah SPDP dikirimkan, maka dalam satu bulan harus dikirimkan berkas perkara.
Selanjutnya, kejaksaaan memberikan formulir P17, itu menanyakan perkembangan penyidikan. Bila dalam satu bulan tidak ada berkas perkara, maka dikembalikan SPDP-nya.
Menurutnya prosedur ini diatur dalam Perja 036/ A/ 09/ 2011 tentang SOP Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. Karena itu Mukri menegaskan, prosedur semacam ini diterapkan pada perkara-perkara lain.
Namun demikian Mukri menyebut bahwa aturan ini hanya bersifat administrasi saja, dan karena itu meski SPDP sudah dikembalikan, polisi tetap bisa melakukan penyidikan kembali. "(SPDP) dikirimkan lagi kita tetap terima," tegas Mukri.Sebelumnya, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes Pol Daniel Silitonga mengatakan, sudah mengirimkan SPDP kasus ini ke Kejagung. Namun, SPDP yang dilayangkan Bareskrim ditolak oleh Kejaksaan Agung tanpa dijelaskan alasannya.Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo juga mengatakan, penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti dengan melibatkan pihak lain. Menurutnya, saat ini masih proses koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM khususnya permintaan data ke Singapura dan Hongkong untuk mencari bukti-bukti kasus itu.
Kepala Pusat Penerangan Kejagung, Mukri mengatakan, pihaknya mengembalikan SPDP kasus GJ lantaran SPDP tersebut dikirim pada 2017, namun hingga 2018 penyerahan SPDP tersebut tidak diikuti dengan pengiriman berkas perkara."Berkas perkaranya tidak dikirimkan oleh penyidik, sehingga sesuai SOP kita, SPDP tersebut kita kembalikan ke penyidik," ungkap Mukri, Kamis (13/12/2018).
Dia menjelaskan, sesuai putusan MK, ketika penyidik Polri melakukan penyidikan, maka dalam waktu tujuh hari penyidik harus mengirimkan SPDP ke Kejaksaan. Kemudian setelah SPDP dikirimkan, maka dalam satu bulan harus dikirimkan berkas perkara.
Selanjutnya, kejaksaaan memberikan formulir P17, itu menanyakan perkembangan penyidikan. Bila dalam satu bulan tidak ada berkas perkara, maka dikembalikan SPDP-nya.
Menurutnya prosedur ini diatur dalam Perja 036/ A/ 09/ 2011 tentang SOP Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. Karena itu Mukri menegaskan, prosedur semacam ini diterapkan pada perkara-perkara lain.
Namun demikian Mukri menyebut bahwa aturan ini hanya bersifat administrasi saja, dan karena itu meski SPDP sudah dikembalikan, polisi tetap bisa melakukan penyidikan kembali. "(SPDP) dikirimkan lagi kita tetap terima," tegas Mukri.Sebelumnya, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes Pol Daniel Silitonga mengatakan, sudah mengirimkan SPDP kasus ini ke Kejagung. Namun, SPDP yang dilayangkan Bareskrim ditolak oleh Kejaksaan Agung tanpa dijelaskan alasannya.Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo juga mengatakan, penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti dengan melibatkan pihak lain. Menurutnya, saat ini masih proses koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM khususnya permintaan data ke Singapura dan Hongkong untuk mencari bukti-bukti kasus itu.
(whb)