Menengok Sejarah Kue Subuh Senen yang Bertahan Sampai Sekarang

Rabu, 12 Desember 2018 - 06:01 WIB
Menengok Sejarah Kue Subuh Senen yang Bertahan Sampai Sekarang
Menengok Sejarah Kue Subuh Senen yang Bertahan Sampai Sekarang
A A A
JAKARTA - Siapa tak kenal dengan 'Kue Subuh Senen'? Hampir semua penjual kue di Jakarta mengambil barang dagangannya di sini. Tapi tahukah anda seperti apa sejarahnya?

Sejarah kue subuh berawal dari tahun 1988-an yang diawali oleh Elkana Tju beserta dengan 4 rekannya untuk berdagang kue di area pinggiran Pasar Senen. "Mereka berjualan dengan menggunakan lima meja sejak pukul 02.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB guna memenuhi kebutuhan kue bagi warga Senen dan sekitarnya," ungkap Shindu Hariyadi Wibisono, Property Management Coordinator for Trade Centre PT Jaya Real Property, Tbk selaku Pengelola Pusat Perdagangan dan Grosir Senen Jaya di Jakarta, Selasa 11 Desember 2018.

Nah sejak saat itu, lanjut Shindu, dari waktu ke waktu jumlah pedagang bertambah hingga mencapai sekitar 50 meja. Pada 1991, Elkana selaku pelopor kue subuh memberanikan diri mengajukan izin ke Pengelola Senen Blok 4 untuk menggunakan area parkir sebagai area dagang kue subuh.

"Setelah secara resmi menempati area parkir Senen Blok 4, perkembangan kue subuh semakin luar biasa di era tahun 1991 hingga tahun 1998. Mereka yang datang ke Pasar Senen bukan hanya dari warga Jakarta saja, melainkan juga dari Bekasi, Bogor, Tangerang bahkan Cilegon," tuturnya.

Sebagian besar dari mereka adalah reseller. Salah seorang pengurus kue subuh yang bernama Hengky Djauhari, yang merupakan generasi kedua dari Elkana Tju, bahkan sempat beberapa kali menerima pesanan kue dari Istana, sejumlah departemen, Garuda Indonesia, dan Merpati.

Di pasar kue subuh ini dijajakan berbagai jenis jajanan yang menggugah selera dengan aneka cita rasa manis, gurih ataupun asin. Sementara harganya mulai dari Rp500hingga Rp4.000. Di sini juga tersedia, berbagai macam kue bolu, black forest, lapis legit, roti buaya dengan harga yang bervariasi.

"Walaupun dikenal sebagai pasar kue subuh, tapi sejak tahun 1995 para pedagang sudah mengubah jam operasionalnya. Mereka mulai buka pukul 19.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB, di mana sebagaian pembelinya adalah reseller/grosir dari daerah sekitar Jabotabek," sebut Shindu.

Sebagian besar mereka menggunakan mobil-mobil boks ukuran colt L 300 hingga ukuran engkel. Mereka bertransaksi dalam partai besar, saat itu menggunakan kardus yang langsung dipindahkan dari mobil penjual langsung ke mobil pembeli.

Sedangkan pukul 02.00-06.00 WIB, sebagaian besar pembelinya adalah pedagang kecil, pengusaha katering serta para ibu-ibu rumah tangga yang akan mengadakan acara di rumah atau di kantor-kantor.

"Setelah terjadi kebakaran yang menimpa Pasar Senen Blok 1-2 pada 2017, Saat ini mereka menempati Pasar Senen Blok 4-5. Hampir setiap malam ada sekitar puluhan truk yang mendrop kue ke Pasar Senen," tukasnya.
Menengok Sejarah Kue Subuh Senen yang Bertahan Sampai Sekarang
Dengan luas gross area seluas 1.769 m2, lahan itu dipenuhi sekitar 700 meja yang dimiliki puluhan pedagang, dan dikoordinir oleh lima orang kordinator. Dikatakan Shindu, setiap malamnya Pasar Kue Subuh Senen dikunjungi oleh sekitar 500-700 pengunjung dengan nilai transaksi sangat luar biasa.

"Nilai rupiah yang berputar di kawasan Senen bisa mencapai sekitar Rp600-800 jutaan. Bahkan pada waktu berlokasi di Senen Blok 1-2 sebelum terjadinya kebakaran, angka transaksi hampir mencapai Rp1 miliar dengan jumlah pengunjung mencapai 1.000 orang," katanya.

Namun perjalanan sejarah Kue Subuh Senen tak selalu senikmat kuenya. Para pedagang juga mengalami pasang surut, di antaranya disebabkan lokasi di mana mereka berdagang sudah mengalami beberapa kali kebakaran. Di tambah lagi mulai bermunculannya sentra-sentra kue subuh yang baru di beberapa tempat atau daerah.

Kendala lain yang dianggap menghambat pertumbuhan Kue Subuh Senen adalah area parkir yang tidak mencukupi. "Lalu musibah kebakaran yang memaksa para pedagang sering harus berpindah tempat. Ditambah lagi premanisme, yakni seringnya para sopir yang diminta pungutan liar oleh para preman," keluhnya.

Karena itu, ungkap Shindu, pedagang ke depannya berharap, mereka mendapat tempat yang layak untuk berdagang, bisa terlihat langsung oleh para pembeli, memiliki akses cukup banyak bagi para pembeli sehingga mudah dikunjungi.

"Mereka juga berharap pedagang tidak kehujanan saat musim hujan, memiliki area parkir yang cukup, aman dari gangguan preman, memiliki media promosi yang baik, sehingga keberadaan mereka bisa diketahui pembeli," kata Shindu.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5859 seconds (0.1#10.140)