Menkopolhukam Wiranto Sebut Reuni Aksi 212 Tidak Relevan
A
A
A
BANDUNG - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menilai rencana reuni aksi 212 sudah tidak relevan dengan situasi dan kondisi terkini.
Tujuan aksi 212 dianggap telah selesai dengan mundur dan ditahannya mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Wiranto mengatakan, pada 2016, gerakan aksi 211 atau 411 memiliki tujuan sama yakni melengserkan Ahok dari kursi Gubernur DKI karena Ahok dianggap menista agama Islam.
"Gerakan-gerakan itu kan sudah punya tujuan, waktu itu sasarannya ke saudara Ahok. Sudah selesaikan? Kalau sudah selesai nanti ya silakan saja mau demonstrasi lain, silakan saja. Tapi kan kalau demonstrasi soal Ahok tidak relevan lagi. Itu masalahnya," kata Wiranto seusai menghadiri Apel Danrem-Dandim Terpusat 2018 di Pusat Kesenjataan Infantri (Pussenif), Jalan WR Supratman, Kota Bandung, Selasa (27/11/2018).
Jika semua gerakan menggelar reuni, ujar Wiranto, akan menimbulkan problematika baru. Apalagi saat ini adalah tahun politik. Gerakan seperti itu akan menambah panas suasana. "Kalau semua gerakan menggelar reuni, negeri ini akan hiruk pikuk," katanya.
Wiranto menuturkan, sebaiknya saat ini masyarakat fokus menghadapi Pemilu 2019. Berbagai langkah bisa dilakukan dengan tujuan meningkatkan partisipasi publik dalam pemilu.
"Saya harapkan masyarakat menjadi bagian dari sukses pemilu. Jangan menjadi bagian dari terhambatnya pemilu, jangan. Kondisi sekarang ini jaga dengan baik, suhu hangat boleh, tapi jangan mendidih," tutur Wiranto.
Hal itu perlu dilakukan masyarakat Indonesia lantaran pemilu bukan hanya milik pemerintah melainkan milik bangsa Indonesia. Terlebih jika pemilu sukses, bukan nama pemerintah yang harum, melainkan seluruh bangsa Indonesia.
"Kalau pemilu sukses, demokrasi kita berjalan lebih maju lagi. Tapi kalau saat pemilu kita ricuh, ada kekacauan, itu kan menandakan bahwa demokrasi kita enggak pernah dewasa," ungkap mantan Panglima TNI ini.
Disinggung apakah polisi bisa melarang aksi reuni 212, Wiranto menyatakan, aparat kepolisian bisa tak mengeluarkan izin. Sebab ada beberapa faktor yang bisa dijadikan acuan Polri tak memberikan izin.
Antara lain, undang-undang yang melarang aksi unjuk rasa dengan jumlah massa terlalu banyak hingga mengganggu atau mengacaukan arus lalu lintas. "Jumlah massa terlalu banyak sehingga mengacaukan lalu lintas, bisa dilarang oleh polisi atau jumlah terlalu besar dan mengancam keamanan nasional, itu boleh dilarang, boleh," kata Wiranto.
Undang-undang menyatakan, kata Wiranto, demonstrasi adalah kebebasan berpendapat tapi jangan sampai mengganggu kebebasan orang lain. "Kalau demo kemudian menimbulkan kemacetan se-kota, itu namanya bukan demonstrasi, tapi membuat kekacauan," pungkas menteri asal Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini.
Tujuan aksi 212 dianggap telah selesai dengan mundur dan ditahannya mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Wiranto mengatakan, pada 2016, gerakan aksi 211 atau 411 memiliki tujuan sama yakni melengserkan Ahok dari kursi Gubernur DKI karena Ahok dianggap menista agama Islam.
"Gerakan-gerakan itu kan sudah punya tujuan, waktu itu sasarannya ke saudara Ahok. Sudah selesaikan? Kalau sudah selesai nanti ya silakan saja mau demonstrasi lain, silakan saja. Tapi kan kalau demonstrasi soal Ahok tidak relevan lagi. Itu masalahnya," kata Wiranto seusai menghadiri Apel Danrem-Dandim Terpusat 2018 di Pusat Kesenjataan Infantri (Pussenif), Jalan WR Supratman, Kota Bandung, Selasa (27/11/2018).
Jika semua gerakan menggelar reuni, ujar Wiranto, akan menimbulkan problematika baru. Apalagi saat ini adalah tahun politik. Gerakan seperti itu akan menambah panas suasana. "Kalau semua gerakan menggelar reuni, negeri ini akan hiruk pikuk," katanya.
Wiranto menuturkan, sebaiknya saat ini masyarakat fokus menghadapi Pemilu 2019. Berbagai langkah bisa dilakukan dengan tujuan meningkatkan partisipasi publik dalam pemilu.
"Saya harapkan masyarakat menjadi bagian dari sukses pemilu. Jangan menjadi bagian dari terhambatnya pemilu, jangan. Kondisi sekarang ini jaga dengan baik, suhu hangat boleh, tapi jangan mendidih," tutur Wiranto.
Hal itu perlu dilakukan masyarakat Indonesia lantaran pemilu bukan hanya milik pemerintah melainkan milik bangsa Indonesia. Terlebih jika pemilu sukses, bukan nama pemerintah yang harum, melainkan seluruh bangsa Indonesia.
"Kalau pemilu sukses, demokrasi kita berjalan lebih maju lagi. Tapi kalau saat pemilu kita ricuh, ada kekacauan, itu kan menandakan bahwa demokrasi kita enggak pernah dewasa," ungkap mantan Panglima TNI ini.
Disinggung apakah polisi bisa melarang aksi reuni 212, Wiranto menyatakan, aparat kepolisian bisa tak mengeluarkan izin. Sebab ada beberapa faktor yang bisa dijadikan acuan Polri tak memberikan izin.
Antara lain, undang-undang yang melarang aksi unjuk rasa dengan jumlah massa terlalu banyak hingga mengganggu atau mengacaukan arus lalu lintas. "Jumlah massa terlalu banyak sehingga mengacaukan lalu lintas, bisa dilarang oleh polisi atau jumlah terlalu besar dan mengancam keamanan nasional, itu boleh dilarang, boleh," kata Wiranto.
Undang-undang menyatakan, kata Wiranto, demonstrasi adalah kebebasan berpendapat tapi jangan sampai mengganggu kebebasan orang lain. "Kalau demo kemudian menimbulkan kemacetan se-kota, itu namanya bukan demonstrasi, tapi membuat kekacauan," pungkas menteri asal Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini.
(mhd)