Jenazah Sulit Dikenali, Begini Cara Data Antemortem Direkonsiliasi
A
A
A
JAKARTA - Ketua Tim Fase III Antemortem RS Polri, Kombes Pol Saljiyana mengungkap tentang proses identifikasi penumpang pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Mengingat, banyak keluarga penumpang yang menanyakan proses tersebut.
Menurutnya, banyak keluarga korban bertanya tentang cara mengidentifikasi. Maka itu, Tim DVI Polri membuat posko antemortem agar keluarga melaporkan dan membawa dokumen yang diperlukan untuk proses identifikasi.
Setelah menerima laporan dari keluarga, kata dia, tim antemortem pun melakukan pendataan secara umum dan hubungannya dengan penumpang. Misalnya, data alamat penumpang yang menjadi korban, jenis kelamin, umur, tanggal lahir, suku atau ras.
"Itu yang sangat umum dan penting sekali, data itu nanti akan dibawa ke rekonsiliasi. Lebih penting dan ilmiah itu sidik jari," ujarnya pada wartawan, Selasa (6/11/2018).
Menurutnya, tim meminta keluarga penumpang untuk membawakan dokumen yang ada sidik jari penumpang, seperti ijazah, paspor, dan SIM. Itu semua bisa dipakai untuk pencocokan saat nanti di post mortem ditemukan sidik jari.
"Data gigi juga diterlusuri dengan menanyakan pihak keluarga, apa pernah ke dokter gigi atau tidak. Nanti pewawancara akan menelusuri sampai ke catatan dokter gigi pada dokter gigi yang merawat," tuturnya.
Itu semua, bebernya, penting karena salah satu identifikasi primer itu melalui gigi. Keistimewaannya karena sangat individual, tak ada satu manusiapun yang sama atau identik, tahan terhadap termis atau panas, sangat bisa dikenali kalau itu ada dalam jasad atau tubuh penumpang.
Dia menerangkan, keluarga juga akan dimintai keterangan apakah penumpang pernah punya riwayat merawat gigi. Jika pernah, dokter gigi tersebut akan dihubungi atau keluarga akan menghubungi untuk meminta rekam medis giginya.
"Berikutnya itu pengambilan sampel DNA. Keluarga yang mewakili (satu garis keturunan) akan diambil sampel DNA," terangnya.
Selanjutnya, jelasnya, pewawancara akan menanyakan ciri-ciri korban dari ujung rambut sampai ujung kaki secara detail. Misal, rambutnya pendek atau panjang, ikal atau lurus, dicat atau tidak. Ciri di wajah yang bisa dikenali atau di bagian tubuh yang keliatan, atau ada tato.
Keluarga dekat, ungkapnya, pasti bisa mengenalinya, termasuk ciri lainnya, semacam tanda lahir yang mungkin keluarga tak bisa gambarkan, tapi pewawancara bisa mengoreksinya, seperti tanda operasi atau tanda medis lainnya yang bisa diajukan pada rekonsiliasi.
"Properti, ini penting sekali pada saat penumpang akan berangkat biasanya keluarga tahu, penumpang pakai baju, topi, jam tangan, kalung atau sepatu," imbuhnya.
Apabila dalam wawancara tersebut keluarga belum bisa menyampaikan semuanya, katanya, keluarga bisa menghubungi call center guna mendalami data-data yang belum lengkap itu, begitu sebaliknya. Dari situ bisa dilakukan pemilahan yang mengerucut, apabila ada tanda-tanda yang dimiliki didapatkan dari posmortem akan sandingkan pada saat sidang rekonsiliasi.
"Tanda-tanda dari keluarga kita siapkan dan tanda-tanda dari postmortem juga sudah ada. Sidang rekonsiliasi ini tempat para ekspert menentukan identitas penumpang tersebut. Apabila masih kurang, kita ricek kembali, baik di postmortem atau antemortemnya," katanya.
Menurutnya, banyak keluarga korban bertanya tentang cara mengidentifikasi. Maka itu, Tim DVI Polri membuat posko antemortem agar keluarga melaporkan dan membawa dokumen yang diperlukan untuk proses identifikasi.
Setelah menerima laporan dari keluarga, kata dia, tim antemortem pun melakukan pendataan secara umum dan hubungannya dengan penumpang. Misalnya, data alamat penumpang yang menjadi korban, jenis kelamin, umur, tanggal lahir, suku atau ras.
"Itu yang sangat umum dan penting sekali, data itu nanti akan dibawa ke rekonsiliasi. Lebih penting dan ilmiah itu sidik jari," ujarnya pada wartawan, Selasa (6/11/2018).
Menurutnya, tim meminta keluarga penumpang untuk membawakan dokumen yang ada sidik jari penumpang, seperti ijazah, paspor, dan SIM. Itu semua bisa dipakai untuk pencocokan saat nanti di post mortem ditemukan sidik jari.
"Data gigi juga diterlusuri dengan menanyakan pihak keluarga, apa pernah ke dokter gigi atau tidak. Nanti pewawancara akan menelusuri sampai ke catatan dokter gigi pada dokter gigi yang merawat," tuturnya.
Itu semua, bebernya, penting karena salah satu identifikasi primer itu melalui gigi. Keistimewaannya karena sangat individual, tak ada satu manusiapun yang sama atau identik, tahan terhadap termis atau panas, sangat bisa dikenali kalau itu ada dalam jasad atau tubuh penumpang.
Dia menerangkan, keluarga juga akan dimintai keterangan apakah penumpang pernah punya riwayat merawat gigi. Jika pernah, dokter gigi tersebut akan dihubungi atau keluarga akan menghubungi untuk meminta rekam medis giginya.
"Berikutnya itu pengambilan sampel DNA. Keluarga yang mewakili (satu garis keturunan) akan diambil sampel DNA," terangnya.
Selanjutnya, jelasnya, pewawancara akan menanyakan ciri-ciri korban dari ujung rambut sampai ujung kaki secara detail. Misal, rambutnya pendek atau panjang, ikal atau lurus, dicat atau tidak. Ciri di wajah yang bisa dikenali atau di bagian tubuh yang keliatan, atau ada tato.
Keluarga dekat, ungkapnya, pasti bisa mengenalinya, termasuk ciri lainnya, semacam tanda lahir yang mungkin keluarga tak bisa gambarkan, tapi pewawancara bisa mengoreksinya, seperti tanda operasi atau tanda medis lainnya yang bisa diajukan pada rekonsiliasi.
"Properti, ini penting sekali pada saat penumpang akan berangkat biasanya keluarga tahu, penumpang pakai baju, topi, jam tangan, kalung atau sepatu," imbuhnya.
Apabila dalam wawancara tersebut keluarga belum bisa menyampaikan semuanya, katanya, keluarga bisa menghubungi call center guna mendalami data-data yang belum lengkap itu, begitu sebaliknya. Dari situ bisa dilakukan pemilahan yang mengerucut, apabila ada tanda-tanda yang dimiliki didapatkan dari posmortem akan sandingkan pada saat sidang rekonsiliasi.
"Tanda-tanda dari keluarga kita siapkan dan tanda-tanda dari postmortem juga sudah ada. Sidang rekonsiliasi ini tempat para ekspert menentukan identitas penumpang tersebut. Apabila masih kurang, kita ricek kembali, baik di postmortem atau antemortemnya," katanya.
(ysw)