Proyek Hampir Rampung, PT MRT Usulkan Tarif Dikisaran Rp8.500
A
A
A
JAKARTA - Proyek transportasi berbasis rel atau Mass Rapid Transit (MRT) Fase I Lebak Bulus-Bundaran HI sudah mendekati rampung. PT MRT selaku pengelola transportasi berbasis rel itu mengusulkan kepada Pmeprov DKI agar tarif Rp8.500-10.000 per 10 kilometer.
Direktur Utama PT MRT, William Syahbandar mengatakan, progres MRT fase I sudah mencapai 96,53 persen dengan rincian depo/ jalur rel melayang sebesar 95,36 persen dan seksi rel bawah tanah mencapai 97,71 persen. Menurutnya, semua pelaksanaan masih sesuai target dan diharapkan beroperasi pada Maret 2019.
"Tarif kami usulkan Rp8.500-10.000 per 10 kilometer. Pemprov DKI yang nantinya akan memutuskan besaran tarif tersebut," kata William di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (2/10/2018).
William menjelaskan, besaran tarif yang diusulkan ke Pemprov DKI sebesar Rp8.500-10 ribu itu diambil berdasarkan kajian yang dilakukan oleh perusahaan bersama tim konsultan. Harga itu dinilai sepadan dengan fasilitas dan kenyamanan yang diperoleh para pengguna MRT.
Selain itu, kata dia, tarif tersebut juga memperhitungkan kemampuan bayar atau daya beli masyarakat dalam jangka panjang. Untuk itu, tarif MRT nantinya perlu disubsidi oleh pemerintah.
"Jadi itu keputusannya tergantung Pemprov, karena Rp8.500 itu berdasarkan kerelaan membayar masyarakat, itupun harus disubsidi, jadi kalau harganya makin rendah subsidinya makin tinggi," ungkapnya.
Kepala Biro perekonomian, Sri Haryati menuturkan, penghitungan subsidi tarif MRT masih dalam tahap pembahasan. Menurutnya, besaran subsidi yang diberikan nanti diambil dari tarif ekonomi MRT dikurangi tarif yang dijangkau masyarakat. PT MRT sendiri mengajukan usulan tarif Rp8.500-Rp10.000. Menurutnya, hasil subsidi yang dibahas dari berbagai aspek akan berpatokan terhadap tarif rekomendasi tersebut.
Selain itu, kata Sri, keputusan tarif juga akan dihitung melalui skema Kerjasama antara Pemprov DKI dengan PT MRT. Menurutnya ada dua skema Kerjasama yang bisa dilakukan, yakni skema bangun-serah-guna atau build transfer operate (BTO) atau bangun-guna-serah atau build operate transfer (BOT).
BTO merupakan skema pendanaan proyek dimana entitas swasta menerima konsesi dari pihak lain untuk mendanai, merancang, membangun, dan mengoperasikan suatu fasilitas. Model ini memungkinkan penerima konsesi mendapatkan kembali investasi dan biaya operasi serta pemeliharaan yang dikeluarkan dalam suatu proyek.
Sedangkan skema BOT yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Dimana, BUMD disini hanya berinvestasi kepada prasarananya.
Sementara, pemerintah sebagai pemilik aset berinvestasi lebih kepada fisik atau sarananya. Hasil pembahasan itu nantinya juga akan mempengaruhi tarif yang ditetapkan untuk layanan MrT
"Skema kerjasamanya juga dihitung terlebih dahulu bagaimana kesiapan pemda, apakah akan dibeli kembali seluruhnya atau dikerjasamakan," pungkasnya.
Direktur Utama PT MRT, William Syahbandar mengatakan, progres MRT fase I sudah mencapai 96,53 persen dengan rincian depo/ jalur rel melayang sebesar 95,36 persen dan seksi rel bawah tanah mencapai 97,71 persen. Menurutnya, semua pelaksanaan masih sesuai target dan diharapkan beroperasi pada Maret 2019.
"Tarif kami usulkan Rp8.500-10.000 per 10 kilometer. Pemprov DKI yang nantinya akan memutuskan besaran tarif tersebut," kata William di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (2/10/2018).
William menjelaskan, besaran tarif yang diusulkan ke Pemprov DKI sebesar Rp8.500-10 ribu itu diambil berdasarkan kajian yang dilakukan oleh perusahaan bersama tim konsultan. Harga itu dinilai sepadan dengan fasilitas dan kenyamanan yang diperoleh para pengguna MRT.
Selain itu, kata dia, tarif tersebut juga memperhitungkan kemampuan bayar atau daya beli masyarakat dalam jangka panjang. Untuk itu, tarif MRT nantinya perlu disubsidi oleh pemerintah.
"Jadi itu keputusannya tergantung Pemprov, karena Rp8.500 itu berdasarkan kerelaan membayar masyarakat, itupun harus disubsidi, jadi kalau harganya makin rendah subsidinya makin tinggi," ungkapnya.
Kepala Biro perekonomian, Sri Haryati menuturkan, penghitungan subsidi tarif MRT masih dalam tahap pembahasan. Menurutnya, besaran subsidi yang diberikan nanti diambil dari tarif ekonomi MRT dikurangi tarif yang dijangkau masyarakat. PT MRT sendiri mengajukan usulan tarif Rp8.500-Rp10.000. Menurutnya, hasil subsidi yang dibahas dari berbagai aspek akan berpatokan terhadap tarif rekomendasi tersebut.
Selain itu, kata Sri, keputusan tarif juga akan dihitung melalui skema Kerjasama antara Pemprov DKI dengan PT MRT. Menurutnya ada dua skema Kerjasama yang bisa dilakukan, yakni skema bangun-serah-guna atau build transfer operate (BTO) atau bangun-guna-serah atau build operate transfer (BOT).
BTO merupakan skema pendanaan proyek dimana entitas swasta menerima konsesi dari pihak lain untuk mendanai, merancang, membangun, dan mengoperasikan suatu fasilitas. Model ini memungkinkan penerima konsesi mendapatkan kembali investasi dan biaya operasi serta pemeliharaan yang dikeluarkan dalam suatu proyek.
Sedangkan skema BOT yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Dimana, BUMD disini hanya berinvestasi kepada prasarananya.
Sementara, pemerintah sebagai pemilik aset berinvestasi lebih kepada fisik atau sarananya. Hasil pembahasan itu nantinya juga akan mempengaruhi tarif yang ditetapkan untuk layanan MrT
"Skema kerjasamanya juga dihitung terlebih dahulu bagaimana kesiapan pemda, apakah akan dibeli kembali seluruhnya atau dikerjasamakan," pungkasnya.
(ysw)