Pemprov Banten Matangkan Program Berobat Gratis
A
A
A
SERANG - Pemerintah Provinsi Banten terus mengupayakan penerapan berobat gratis dengan hanya menggunakan kartu tanda penduduk (KTP).
Penerapan program yang merupakan janji politik Wahidin Halim-Andika Hazrumy ini saat ini masih melakukan pendataan warga calon penerima manfaat dan berkoordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten masih terus mengupayakan masyarakat miskin yang belum terdaftar dan menerima manfaat berobat gratis pada tahun sebelumnya bisa masuk di tahun 2019 mendatang.
“Masyarakat yang belum bisa terdaftar harus bisa terdaftar,” kata Wahidin, seusai rapat rutin bulanan di Kantor Bappeda, KP3B, Curug, Kota Serang, kemarin.
Soal apakah pemprov sudah melakukan kerja sama dengan rumah sakit, Wahidin menyatakan sejauh ini baru dua rumah sakit yang sudah siap. Dua rumah sakit ini sudah melayani masyarakat tidak mampu berobat gratis dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
“Sekarang juga ada yang sudah berjalan (berobat gratis), baik yang pakai SKTM, bahkan Provinsi Banten juga bayarin pasien yang menggunakan BPJS,” ujarnya. Mengenai harus disesuaikan dengan program jaminan kesehatan nasional (JKN), hal itu, kata Gubernur Banten, tinggal direalisasikan.
“Masalahnya, harus sesuai dengan JKN. Mereka (pemerintah pusat) pengen itu, ya udah kita sesuaikan. Saya tidak memaksakan, kita ikuti saja aturannya,” katanya. Senada dikatakan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy, menurutnya, upaya yang dilakukan pemerintah provinsi dalam menerapkan berobat gratis hanya menggunakan KTP harus disesuaikan.
Hal ini sebagai upaya dukungan terhadap program pemerintah pusat. “Program intinya sudah berjalan. Kita melayani kesehatan gratis kepada masyarakat walaupun tidak hanya menggunakan KTP, tinggal kita maksimalkan saja untuk lebih bisa melayani terhadap masyarakat,” ujar dia.
Ditanya berapa anggaran yang disiapkan jika harus bekerja sama dengan BPJS untuk bisa mengcover kebutuhan masyarakat, hal itu masih dalam penghitungan Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
“Kita akan hitung secara detail berapa anggarannya,” kata dia. Nanti yang menindaklanjuti, kata Andika, adalah Dinas Kesehatan, apakah Pemprov Banten membayar hanya sesuai tagihan pengobatan atau harus membayar setiap bulan? Sebelumnya Wahidin menyatakan jika Pemprov Banten membiayai keseluruhan warga miskin yang jumlahnya mencapai Rp2 juta melalui BPJS Kesehatan dan hal itu terlalu berat.
Sementara itu, Rumah Sakit Umum (RSU) Banten telah memberlakukan pelayanan berobat gratis dengan menggunakan SKTM. Pelayanan yang diberikan kepada pasien pun sama saja, tidak ada yang berbeda, yang membedakan pasien kelas 1, 2, dan 3 hanyalah ruangan.
Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSU Banten Ajat Drajat Ahmad Putra mengatakan sudah melayani pengobatan gratis menggunakan SKTM sejak 2016. “Sejak adanya alokasi dana SKTM bagi masyarakat yang belum tercover oleh BPJS, yang membawa SKTM itu kami gratiskan,” katanya. Memang berbeda dengan menggunakan SKTM dan BPJS. Pasien dengan KTP terbilang lebih praktis, karena hanya cukup membawa KTP.
“Kalau pakai BPJS, ada persyaratan administrasi yang harus dilengkapi seperti KTP, KK, dan lain-lain,” ujarnya. Karena itu, dia menyarankan jika ingin berobat, masyarakat Banten terlebih dahulu datang ke pusat pelayanan kesehatan pertama, yaitu puskesmas atau klinik. Jika nanti harus dirujuk, baru kemudian datang ke RSU Banten.
“Kalau mau datang langsung juga ke RSU Banten, pasti kami terima, karena tidak mungkin pasien ditolak,” ucapnya. Meski demikian, kemudahan berobat tidak lantas membuat masyarakat menyampingkan pentingnya menjaga kesehatan, pencegahan akan lebih baik dibanding mengobati.
“Jangan mentang-mentang gratis, kemudian masyarakat dikit-dikit datang rumah sakit. Mencegah dengan imunisasi, olahraga, dan makanan bergizi,” tuturnya. Sementara itu, Zum, salah seorang anggota keluarga pasien di RSU Banten, menuturkan berobat ke RSU Banten sudah terbilang mudah. Namun, pelayanan terhadap pasien harus lebih ditingkatkan.
“Mudah-mudahan jika ada program dengan berobat hanya membawa KTP saja, itu lebih mudah,” katanya.
Penerapan program yang merupakan janji politik Wahidin Halim-Andika Hazrumy ini saat ini masih melakukan pendataan warga calon penerima manfaat dan berkoordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten masih terus mengupayakan masyarakat miskin yang belum terdaftar dan menerima manfaat berobat gratis pada tahun sebelumnya bisa masuk di tahun 2019 mendatang.
“Masyarakat yang belum bisa terdaftar harus bisa terdaftar,” kata Wahidin, seusai rapat rutin bulanan di Kantor Bappeda, KP3B, Curug, Kota Serang, kemarin.
Soal apakah pemprov sudah melakukan kerja sama dengan rumah sakit, Wahidin menyatakan sejauh ini baru dua rumah sakit yang sudah siap. Dua rumah sakit ini sudah melayani masyarakat tidak mampu berobat gratis dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
“Sekarang juga ada yang sudah berjalan (berobat gratis), baik yang pakai SKTM, bahkan Provinsi Banten juga bayarin pasien yang menggunakan BPJS,” ujarnya. Mengenai harus disesuaikan dengan program jaminan kesehatan nasional (JKN), hal itu, kata Gubernur Banten, tinggal direalisasikan.
“Masalahnya, harus sesuai dengan JKN. Mereka (pemerintah pusat) pengen itu, ya udah kita sesuaikan. Saya tidak memaksakan, kita ikuti saja aturannya,” katanya. Senada dikatakan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy, menurutnya, upaya yang dilakukan pemerintah provinsi dalam menerapkan berobat gratis hanya menggunakan KTP harus disesuaikan.
Hal ini sebagai upaya dukungan terhadap program pemerintah pusat. “Program intinya sudah berjalan. Kita melayani kesehatan gratis kepada masyarakat walaupun tidak hanya menggunakan KTP, tinggal kita maksimalkan saja untuk lebih bisa melayani terhadap masyarakat,” ujar dia.
Ditanya berapa anggaran yang disiapkan jika harus bekerja sama dengan BPJS untuk bisa mengcover kebutuhan masyarakat, hal itu masih dalam penghitungan Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
“Kita akan hitung secara detail berapa anggarannya,” kata dia. Nanti yang menindaklanjuti, kata Andika, adalah Dinas Kesehatan, apakah Pemprov Banten membayar hanya sesuai tagihan pengobatan atau harus membayar setiap bulan? Sebelumnya Wahidin menyatakan jika Pemprov Banten membiayai keseluruhan warga miskin yang jumlahnya mencapai Rp2 juta melalui BPJS Kesehatan dan hal itu terlalu berat.
Sementara itu, Rumah Sakit Umum (RSU) Banten telah memberlakukan pelayanan berobat gratis dengan menggunakan SKTM. Pelayanan yang diberikan kepada pasien pun sama saja, tidak ada yang berbeda, yang membedakan pasien kelas 1, 2, dan 3 hanyalah ruangan.
Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSU Banten Ajat Drajat Ahmad Putra mengatakan sudah melayani pengobatan gratis menggunakan SKTM sejak 2016. “Sejak adanya alokasi dana SKTM bagi masyarakat yang belum tercover oleh BPJS, yang membawa SKTM itu kami gratiskan,” katanya. Memang berbeda dengan menggunakan SKTM dan BPJS. Pasien dengan KTP terbilang lebih praktis, karena hanya cukup membawa KTP.
“Kalau pakai BPJS, ada persyaratan administrasi yang harus dilengkapi seperti KTP, KK, dan lain-lain,” ujarnya. Karena itu, dia menyarankan jika ingin berobat, masyarakat Banten terlebih dahulu datang ke pusat pelayanan kesehatan pertama, yaitu puskesmas atau klinik. Jika nanti harus dirujuk, baru kemudian datang ke RSU Banten.
“Kalau mau datang langsung juga ke RSU Banten, pasti kami terima, karena tidak mungkin pasien ditolak,” ucapnya. Meski demikian, kemudahan berobat tidak lantas membuat masyarakat menyampingkan pentingnya menjaga kesehatan, pencegahan akan lebih baik dibanding mengobati.
“Jangan mentang-mentang gratis, kemudian masyarakat dikit-dikit datang rumah sakit. Mencegah dengan imunisasi, olahraga, dan makanan bergizi,” tuturnya. Sementara itu, Zum, salah seorang anggota keluarga pasien di RSU Banten, menuturkan berobat ke RSU Banten sudah terbilang mudah. Namun, pelayanan terhadap pasien harus lebih ditingkatkan.
“Mudah-mudahan jika ada program dengan berobat hanya membawa KTP saja, itu lebih mudah,” katanya.
(don)