Banyak Pemotor Bingung Gunakan TPE, Jukir Kelimpungan Menalangi
A
A
A
JAKARTA - Pengendara di Jakarta ternyata masih banyak yang belum paham cara penggunaan mesin Terminal Parkir Elektrik (TPE). Imbasnya, juru parkir (jukir) kelimpungan menalangi.
Sejatinya, keberadaan TPE diyakini bisa menambah pendapatan daerah dan membantu mengurangi inflasi. Sebab, penggunaan sistem parkir elektrik tak ubahnya menggurangi uang tunai.
Pantauan KORAN SINDO, kini banyak TPE tersebar di beberapa titik di kawasan pusat perbelanjaan Jakarta Barat, seperti kawasan Asemka, Blustru, Kota Tua, Pinangsia, hingga Hayam Wuruk. Di lokasi itu TPE mudah ditemukan.
Namun, sejumlah pengendara sepeda motor yang parkir terlihat masih melakukan pembayaran ke juru parkir alias manual. Juru parkir selanjutnya menyetorkan uang tunai melalui uang elektrik yang biasa dibawa.
Seorang pengendara sepeda motor, Munir (27), mengaku selama ini tidak pernah melakukan pembayaran parkir dengan menggunakan kartu atau e-Money. Ia hanya mengandalkan uang tunai yang dibayarkan langsung kepada juru parkir.
“Saya buat apa punya e-Money. Saya enggak pernah jalan, engga pernah lewat jalan tol. Naik KRL juga pake tiket harian,” ujar Munir saat ditemuai di Jalan Blustru, Taman Sari, Minggu (19/8/2018).
Karena itu, ketika diminta membayar melalui mesin TPE, Munir tampak kebingungan. Ia sempat berdiam diri beberapa menit memencet tombol dan mencoba membayar menggunakan ATM.
Beruntung saat itu juru parkir datang dan mengajarinya. Oleh jukir, Munir kemudian diberikan secarik kertas pembayaran satu jam parkir.
Kondisi tak jauh berbeda ditemukan di kawasan Jalan Pinangsia, Taman Sari. Banyak pengendara terlihat binggung menggunakan mesin TPE. “Katanya enggak boleh parkir kalau enggak pakai TPE,” ucap Reza (24), pengendara motor.
Reza juga mengaku tidak memiliki e-Money. Ia menganggap tidak begitu penting dengan keberadaan e-Money. Terlebih harga e-Money cukup mahal, yakni sebesar Rp50 ribu dan hanya mendapatkan saldo Rp20 ribu.
Lantaran tak pernah membayar menggunakan TPE, Reza mengaku tidak mengetahui tata cara parkir di situ. Ia hanya membayar melalui jukir dan di arahkan ke mesin TPE. “Ribet yah pakai beginian, padahal tinggal bayar aja,” keluhnya.
Di kawasan Jalan Pintu Kecil, tepatnya di bawah Flyover Asemka, ribuan kendaraan terparkir di kawasan itu setiap hari. Para jukir menyebut kebanyakan kendaraan yang parkir di sana tidak punya e-Money. Alhasil banyak jukir yang terpaksa menalangi.
“Kami menalangi dulu, membayarkan mereka. Kan kebanyakan di sini pengendara motor, biasanya mereka enggak punya e Money,” ucap Yanto (38), jukir di kawasan Asemka.
Yanto setiap hari hanya punya saldo e-Money sebesar Rp200 ribu per hari. Jumlah itu memang cukup menangalangi parkir pengendara sepeda motor saat hari kerja. Tetapi saat hari libur saldonya tidak mencukupi.
“Kalau hari libur yang parkir di sini cukup banyak, jadi pegangan di kartu (saldo e-Money) enggak cukup,” ucap Yanto.
Kondisi minimnya penggunaan uang elektrik diakui Humas UP Parkir Ivan Valentino. Ia membeberkan, pengguna parkir TPE kebanyakan tidak menggunakan e-Money. Karena itu, banyak jukir yang terpaksa menalanginya.
Setiap hari, kata dia, jukir mengantongi saldo e- Money yang dipegangnya sesuai dengan jumlah setoran. Tapi ia mengakui jumlah itu jauh dari cukup apabila di waktu weekend. Sebab saat weekend pengguna parkir meningkat.
“Makanya kami akan mengusulkan untuk menambah saldo e-Money,” tuturnya.
Tahun ini pihaknya menargetkan pendapatan parkir di Jakarta sekitar Rp120 miliar. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari pendapatan 2016 yang hanya mencapai Rp52 miliar.
Hingga pertengahan Agustus 2018, realisasi pendapatan parkir di Jakarta, baru mencapai sekitar Rp60 miliar.
Sejatinya, keberadaan TPE diyakini bisa menambah pendapatan daerah dan membantu mengurangi inflasi. Sebab, penggunaan sistem parkir elektrik tak ubahnya menggurangi uang tunai.
Pantauan KORAN SINDO, kini banyak TPE tersebar di beberapa titik di kawasan pusat perbelanjaan Jakarta Barat, seperti kawasan Asemka, Blustru, Kota Tua, Pinangsia, hingga Hayam Wuruk. Di lokasi itu TPE mudah ditemukan.
Namun, sejumlah pengendara sepeda motor yang parkir terlihat masih melakukan pembayaran ke juru parkir alias manual. Juru parkir selanjutnya menyetorkan uang tunai melalui uang elektrik yang biasa dibawa.
Seorang pengendara sepeda motor, Munir (27), mengaku selama ini tidak pernah melakukan pembayaran parkir dengan menggunakan kartu atau e-Money. Ia hanya mengandalkan uang tunai yang dibayarkan langsung kepada juru parkir.
“Saya buat apa punya e-Money. Saya enggak pernah jalan, engga pernah lewat jalan tol. Naik KRL juga pake tiket harian,” ujar Munir saat ditemuai di Jalan Blustru, Taman Sari, Minggu (19/8/2018).
Karena itu, ketika diminta membayar melalui mesin TPE, Munir tampak kebingungan. Ia sempat berdiam diri beberapa menit memencet tombol dan mencoba membayar menggunakan ATM.
Beruntung saat itu juru parkir datang dan mengajarinya. Oleh jukir, Munir kemudian diberikan secarik kertas pembayaran satu jam parkir.
Kondisi tak jauh berbeda ditemukan di kawasan Jalan Pinangsia, Taman Sari. Banyak pengendara terlihat binggung menggunakan mesin TPE. “Katanya enggak boleh parkir kalau enggak pakai TPE,” ucap Reza (24), pengendara motor.
Reza juga mengaku tidak memiliki e-Money. Ia menganggap tidak begitu penting dengan keberadaan e-Money. Terlebih harga e-Money cukup mahal, yakni sebesar Rp50 ribu dan hanya mendapatkan saldo Rp20 ribu.
Lantaran tak pernah membayar menggunakan TPE, Reza mengaku tidak mengetahui tata cara parkir di situ. Ia hanya membayar melalui jukir dan di arahkan ke mesin TPE. “Ribet yah pakai beginian, padahal tinggal bayar aja,” keluhnya.
Di kawasan Jalan Pintu Kecil, tepatnya di bawah Flyover Asemka, ribuan kendaraan terparkir di kawasan itu setiap hari. Para jukir menyebut kebanyakan kendaraan yang parkir di sana tidak punya e-Money. Alhasil banyak jukir yang terpaksa menalangi.
“Kami menalangi dulu, membayarkan mereka. Kan kebanyakan di sini pengendara motor, biasanya mereka enggak punya e Money,” ucap Yanto (38), jukir di kawasan Asemka.
Yanto setiap hari hanya punya saldo e-Money sebesar Rp200 ribu per hari. Jumlah itu memang cukup menangalangi parkir pengendara sepeda motor saat hari kerja. Tetapi saat hari libur saldonya tidak mencukupi.
“Kalau hari libur yang parkir di sini cukup banyak, jadi pegangan di kartu (saldo e-Money) enggak cukup,” ucap Yanto.
Kondisi minimnya penggunaan uang elektrik diakui Humas UP Parkir Ivan Valentino. Ia membeberkan, pengguna parkir TPE kebanyakan tidak menggunakan e-Money. Karena itu, banyak jukir yang terpaksa menalanginya.
Setiap hari, kata dia, jukir mengantongi saldo e- Money yang dipegangnya sesuai dengan jumlah setoran. Tapi ia mengakui jumlah itu jauh dari cukup apabila di waktu weekend. Sebab saat weekend pengguna parkir meningkat.
“Makanya kami akan mengusulkan untuk menambah saldo e-Money,” tuturnya.
Tahun ini pihaknya menargetkan pendapatan parkir di Jakarta sekitar Rp120 miliar. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari pendapatan 2016 yang hanya mencapai Rp52 miliar.
Hingga pertengahan Agustus 2018, realisasi pendapatan parkir di Jakarta, baru mencapai sekitar Rp60 miliar.
(thm)