Kejari Tangsel Terima 310 SPDP, Kasus Tanah dan Narkoba Paling Menonjol
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Kejaksaan Negeri (Kejari) telah empat bulan berdiri di Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Sejak diresmikan pada 12 Maret 2018, sedikitnya sudah 310 pelimpahan berkas yang ditangani.
Dengan sumber daya manusia (SDM) dan kantor yang masih mengontrak di ruko Bintaro Jaya, Pondok Aren, Kejari Tangsel ditarget segera menyelesaikan 310 Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tersebut.
Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Tangsel Sobrani Binzar menyebutkan, dari 310 berkas yang dilimpahkan itu, sebanyak 70 kasus terkait dengan pidana umum sengketa tanah yang masuk ke dalam ranah pidana.
Sedangkan sisanya yang terbesar adalah kasus narkotika. Kedua kasus ini, yakni pertanahan dan narkotika, merupakan kasus-kasus yang paling menonjol di Kota Tangsel dan menjadi perhatian serius.
"Yang paling menonjol adalah narkotika dan tanah. Jadi masalah di Tangsel ini yang paling banyak adalah narkoba dan tanah. Itu yang kami terima dari Polres Tangsel dan Polda Metro," ujar Sobrani, kepada wartawan, Jumat (20/7/2018).
Sebagai wilayah urban, kata dia, ota Tangsel memiliki dinamika kehidupan masyarakat yang kompleks dan menjadi sasaran pengembangan besar. Kasus tanah yang terjadi dan masuk ke meja hijau banyak berasal dari sengketa antara warga dengan pihak pengembang. Tidak jarang kasus itu menghadapkan warga dengan perusahaan swasta.
"Jadi macam-macam masalahnya, ada yang lahannya dimasukin pihak lain yang menganggap itu milikinya. Ada 70 perkara tanah yang masih SPDP. Paling banyak masalah dengan swasta," tukasnya.
Sementara itu, Kepala Kejari Kota Tangsel, Bima Suprayoga, mengatakan, sebanyak 310 berkas yang harus ditangani itu merupakan pelimpahan dari Polda Metro Jaya, Polres Tangsel, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Tangsel.
"Kejari Tangsel berdiri 12 Maret 2018, sehingga sudah berjalan 4 bulan. Tapi dalam 4 bulan itu, yang efektif hanya tiga bulan, karena satu bulan pertama hanya saya yang bekerja," ujar Bima.
Dengan segala keterbatasan, lanjut dia, Kejari Tangsel terus bekerja dengan menginduk ke Tigaraksa. Dari 310 berkas yang masuk, ada sebanyak 50 berkas sedang diteliti oleh pihak JPU dari Kejari Tangsel.
"Tahap satu, dari 310 berkas yang masuk, sebanyak 50 perkara sedang dalam penelitian JPU. Dari 50 perkara itu, sudah 20 perkara yang sudah disidangkan, terdiri dari kasus kriminal biasa," ucapnya.
Dari 20 kasus yang telah disidangkan, yang cukup menonjol dan menjadi perhatian khalayak adalah kasus kekerasan secara bersama-sama atau tawuran dua kelompok pemuda di Ciputat.
Dalam peristiwa itu, satu orang remaja menjadi korban pembacokan, hingga telapak tangannya putus, setelah disabet celurit. Kepada para pelaku, JPU menjerat pidana penjara maksimal empat tahun.
"Yang sudah disidangkan pencurian, narkotika, pencabulan, dan yang tangan putus. Itu sudah kami tuntut empat tahun dan diputus dua tahun. Hukuman ini lebih ringan, karena pelakunya anak-anak," tandasnya.
Dengan sumber daya manusia (SDM) dan kantor yang masih mengontrak di ruko Bintaro Jaya, Pondok Aren, Kejari Tangsel ditarget segera menyelesaikan 310 Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tersebut.
Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Tangsel Sobrani Binzar menyebutkan, dari 310 berkas yang dilimpahkan itu, sebanyak 70 kasus terkait dengan pidana umum sengketa tanah yang masuk ke dalam ranah pidana.
Sedangkan sisanya yang terbesar adalah kasus narkotika. Kedua kasus ini, yakni pertanahan dan narkotika, merupakan kasus-kasus yang paling menonjol di Kota Tangsel dan menjadi perhatian serius.
"Yang paling menonjol adalah narkotika dan tanah. Jadi masalah di Tangsel ini yang paling banyak adalah narkoba dan tanah. Itu yang kami terima dari Polres Tangsel dan Polda Metro," ujar Sobrani, kepada wartawan, Jumat (20/7/2018).
Sebagai wilayah urban, kata dia, ota Tangsel memiliki dinamika kehidupan masyarakat yang kompleks dan menjadi sasaran pengembangan besar. Kasus tanah yang terjadi dan masuk ke meja hijau banyak berasal dari sengketa antara warga dengan pihak pengembang. Tidak jarang kasus itu menghadapkan warga dengan perusahaan swasta.
"Jadi macam-macam masalahnya, ada yang lahannya dimasukin pihak lain yang menganggap itu milikinya. Ada 70 perkara tanah yang masih SPDP. Paling banyak masalah dengan swasta," tukasnya.
Sementara itu, Kepala Kejari Kota Tangsel, Bima Suprayoga, mengatakan, sebanyak 310 berkas yang harus ditangani itu merupakan pelimpahan dari Polda Metro Jaya, Polres Tangsel, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Tangsel.
"Kejari Tangsel berdiri 12 Maret 2018, sehingga sudah berjalan 4 bulan. Tapi dalam 4 bulan itu, yang efektif hanya tiga bulan, karena satu bulan pertama hanya saya yang bekerja," ujar Bima.
Dengan segala keterbatasan, lanjut dia, Kejari Tangsel terus bekerja dengan menginduk ke Tigaraksa. Dari 310 berkas yang masuk, ada sebanyak 50 berkas sedang diteliti oleh pihak JPU dari Kejari Tangsel.
"Tahap satu, dari 310 berkas yang masuk, sebanyak 50 perkara sedang dalam penelitian JPU. Dari 50 perkara itu, sudah 20 perkara yang sudah disidangkan, terdiri dari kasus kriminal biasa," ucapnya.
Dari 20 kasus yang telah disidangkan, yang cukup menonjol dan menjadi perhatian khalayak adalah kasus kekerasan secara bersama-sama atau tawuran dua kelompok pemuda di Ciputat.
Dalam peristiwa itu, satu orang remaja menjadi korban pembacokan, hingga telapak tangannya putus, setelah disabet celurit. Kepada para pelaku, JPU menjerat pidana penjara maksimal empat tahun.
"Yang sudah disidangkan pencurian, narkotika, pencabulan, dan yang tangan putus. Itu sudah kami tuntut empat tahun dan diputus dua tahun. Hukuman ini lebih ringan, karena pelakunya anak-anak," tandasnya.
(thm)