Proyek Kali Besar di Zaman Ahok Dinilai Jadi Ancaman Kota Tua
A
A
A
JAKARTA - Proyek percantikan Kali Besar, Kota Tua, Jakarta Barat, senilai Rp77 miliar yang dilakukan Pemprov DKI dimasa pemerintahan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai sia-sia. Proyek tersebut dinilai justru menimbulkan masalah yakni, Kota Tua terancam banjir dan tak mampu menampung debit air.
Penyebab tak lain, karena kali besar yang ada saat ini tak bisa di normalisasi. Selain karena dasar kali telah di beton, Kali Kerukut yang menjadi aliran air juga telah terpasang pipa. Pipa ini membuat alat berat tak mampu bergerak dan mengeruk.
Arkeolog dan pemerhati Kawasan Kota Tua, Candrian Attahiyat mengatakan, desain Kali Besar yang ada saat ini telah mengubah fungsi. Perubahan fungsi Kali Besar inilah yang mengancam Kota Tua. "Saya belum bisa memahami persis penataan Kali Besar yang didesain sekarang ini. Kalau dilihat, jadi air di Kali Besar kemungkinan agak terhambat jika banjir dan meluap," kata Chandrian, Kamis (19/7/2018).
Menurut Chandrian, jika Kali Besar meluap selain bisa menggenang Jalan Kali Besar Barat dan Timur, banjir juga bisa menggenang kawasan Glodok dan jalan di Stasiun Jakarta Kota. "Bisa saja ke tempat lain seperti ke aliran Kali Kerukut, alirannya ke belakang Gedung Arsip sampai terus ke Jembatan Tiga, membelah sampai ke Kali Jelangkeng," ucap Chandrian.
Hal yang harusnya diperhatikan, lanjut Chandrian, yakni soal mitigasi bencana banjir dari penataan Kali Besar yang belum terlihat. Perubahan fungsi Kali Besar itu juga menjadi salah satu catatan UNESCO menolak Kota Tua menjadi kawasan world heritage.
Sebelumnya di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama kawasan Kota Tua di ubah. Pembangunan Kali Besar direnovasi senilai Rp77 miliar. Dana itu didapat dari CSR Sampoerna Land dengan penanggung jawab proyek Ciria Jasa. Desain Kali Besar kemudian dibuat dari tangan Budi Lim.
Kini Kali Besar memang berubah total karena telah menjadi kali penghias dan bukan lagi pengendali air. Di kali itu terdapat taman apung yang akan mengikuti debit air kali. Hanya saja di pembangunan ini, shetpile terpasang apa adanya.
Renggang antar shetpile terlihat di beberapa sisi kali. Padahal dengan renggangnya shetpile mengacam longsor. Belum lagi persoalan tanggul. Tanggul dibuat dari beton di sisi yang mengarah ke Kali Kerukut dan yang mengarah ke muara pantai Sunda Kelapa. Belum lagi, taman apung yang dibuat di tengah aliran kali. Jika banjir, air bisa meluap ke dua sisi jalan di Kali Besar.
Di Kali Kerukut dari kawasan Asemka mengarah Kali Besar saat ini dalam kondisi dangkal. Di tempat itu juga terdapat mesin penyaring air yang mengalir ke Kali Besar menggunakan pipa.
Jika hujan turun, aliran kali praktis tidak mengalir karena terhalang tanggul dan bisa merendam mesin. Begitupun dengan di Kali Besar, debit air tidak bisa menampung karena dua sisinya terhalang tanggul
Pada 2013 lalu, air di Kali Besar meluap akibat hujan deras. Dua sisi jalan (Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur) tertutup air. Banjir hampir menutup Jembatan Kota Intan yang dibangun tahun 1630 silam.
Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua, Norviadi S Husodo menuturkan, arsitek Budi Lim adalah orang yang ditunjuk untuk mengerjakan proyek Kali Besar oleh Pemprov DKI tahun 2014. "Kalau mau jelasnya ke beliau (Budi Lim)," ujarnya.
Budi Lim saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon belum merespons. Komunitas Jakarta Heritage Trust, Robert Tambunan mengatakan, pada 2014 pernah protes terhadap desain yang dirancang Budi Lim. Revitalisasi yang dikerjakan telah menyalahi aturan cagar budaya karena merubah fungsi.
"Saya pernah menolak itu dalam pertemuan tahun 2014. Saya sudah ingatkan Kali Besar jangan diubah. Hujan 2013 saja meluap apalagi ditutup akses (dengan tanggul) seperti itu," ucapnya.
Penyebab tak lain, karena kali besar yang ada saat ini tak bisa di normalisasi. Selain karena dasar kali telah di beton, Kali Kerukut yang menjadi aliran air juga telah terpasang pipa. Pipa ini membuat alat berat tak mampu bergerak dan mengeruk.
Arkeolog dan pemerhati Kawasan Kota Tua, Candrian Attahiyat mengatakan, desain Kali Besar yang ada saat ini telah mengubah fungsi. Perubahan fungsi Kali Besar inilah yang mengancam Kota Tua. "Saya belum bisa memahami persis penataan Kali Besar yang didesain sekarang ini. Kalau dilihat, jadi air di Kali Besar kemungkinan agak terhambat jika banjir dan meluap," kata Chandrian, Kamis (19/7/2018).
Menurut Chandrian, jika Kali Besar meluap selain bisa menggenang Jalan Kali Besar Barat dan Timur, banjir juga bisa menggenang kawasan Glodok dan jalan di Stasiun Jakarta Kota. "Bisa saja ke tempat lain seperti ke aliran Kali Kerukut, alirannya ke belakang Gedung Arsip sampai terus ke Jembatan Tiga, membelah sampai ke Kali Jelangkeng," ucap Chandrian.
Hal yang harusnya diperhatikan, lanjut Chandrian, yakni soal mitigasi bencana banjir dari penataan Kali Besar yang belum terlihat. Perubahan fungsi Kali Besar itu juga menjadi salah satu catatan UNESCO menolak Kota Tua menjadi kawasan world heritage.
Sebelumnya di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama kawasan Kota Tua di ubah. Pembangunan Kali Besar direnovasi senilai Rp77 miliar. Dana itu didapat dari CSR Sampoerna Land dengan penanggung jawab proyek Ciria Jasa. Desain Kali Besar kemudian dibuat dari tangan Budi Lim.
Kini Kali Besar memang berubah total karena telah menjadi kali penghias dan bukan lagi pengendali air. Di kali itu terdapat taman apung yang akan mengikuti debit air kali. Hanya saja di pembangunan ini, shetpile terpasang apa adanya.
Renggang antar shetpile terlihat di beberapa sisi kali. Padahal dengan renggangnya shetpile mengacam longsor. Belum lagi persoalan tanggul. Tanggul dibuat dari beton di sisi yang mengarah ke Kali Kerukut dan yang mengarah ke muara pantai Sunda Kelapa. Belum lagi, taman apung yang dibuat di tengah aliran kali. Jika banjir, air bisa meluap ke dua sisi jalan di Kali Besar.
Di Kali Kerukut dari kawasan Asemka mengarah Kali Besar saat ini dalam kondisi dangkal. Di tempat itu juga terdapat mesin penyaring air yang mengalir ke Kali Besar menggunakan pipa.
Jika hujan turun, aliran kali praktis tidak mengalir karena terhalang tanggul dan bisa merendam mesin. Begitupun dengan di Kali Besar, debit air tidak bisa menampung karena dua sisinya terhalang tanggul
Pada 2013 lalu, air di Kali Besar meluap akibat hujan deras. Dua sisi jalan (Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur) tertutup air. Banjir hampir menutup Jembatan Kota Intan yang dibangun tahun 1630 silam.
Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua, Norviadi S Husodo menuturkan, arsitek Budi Lim adalah orang yang ditunjuk untuk mengerjakan proyek Kali Besar oleh Pemprov DKI tahun 2014. "Kalau mau jelasnya ke beliau (Budi Lim)," ujarnya.
Budi Lim saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon belum merespons. Komunitas Jakarta Heritage Trust, Robert Tambunan mengatakan, pada 2014 pernah protes terhadap desain yang dirancang Budi Lim. Revitalisasi yang dikerjakan telah menyalahi aturan cagar budaya karena merubah fungsi.
"Saya pernah menolak itu dalam pertemuan tahun 2014. Saya sudah ingatkan Kali Besar jangan diubah. Hujan 2013 saja meluap apalagi ditutup akses (dengan tanggul) seperti itu," ucapnya.
(ysw,ars)