Renovasi Museum Bahari Terkendala Anggaran dan UU Cagar Budaya
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan kembali Museum Bahari yang terbakar Januari lalu hingga kini tak kunjung bisa dilakukan Pemprov DKI. Padahal rapat dengan Tim Cagar Budaya, ahli bangunan, dan beberapa pihak, terus dilakukan.
Arkeolog sekaligus Pemeharti Kawasan Kota Tua, Chandrian Attahiriyat mengatakan, pembangunan kembali Museum Bahari masih terbentur beberapa kendala.
“Salah satunya dengan mengganti bangunan semua atau merenovasi kawasan yang terbakar. Ini akan menjadi masalah ke depan. DKI tengah memikirkan matang matang, tapi ini terlalu lama dan belum ada keputusan,” ujar Chandrian, Sabtu (23/6/2018).
Menurut dia, apabila harus membangun sebagian lokasi yang terbakar saja, dikhawatirkan umur bangunan dan pondasi yang tersisa tak mampu menahan beban kontruksi. Dampaknya, bangunan bisa roboh di kemudian hari.
Namun apabila harus memugar sepenuhnya, masalah baru akan muncul. Sebab cara itu dianggap melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 11/2010 tentang Cagar Budaya. Dua hal ini yang menjadi penyebab lambatnya pembangunan maupun renovasi Museum Bahari.
“Belum nanti rapat dengan ahli bangunan, pasti akan ada opsi tambahan,” ucap Chandrian yang kerap mengikuti rapat mengenai renovasi Museum Bahari.
Sebelumnya, dalam merenovasi Museum Bahari, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan renovasi harus dilakukan cepat. Ia pun berkomitmen untuk membangunnya sebelum akhir 2018.
Sementara itu, Plt Kepala Unit Pengelolah Museum Bahari, Sri Kusumawati, mengakui bahwa penangan renovasi Museum Bahari cukup dilematis. (Baca juga: Kebakaran Hebat, Ini Koleksi yang Ada di Museum Bahari)
“Kita masih mencari solusi dengan ahli struktur bangunan. Keputusannya belum final, masih dalam pembahasan,” ucap Sri ketika dikonfirmasi.
Ia menjelaskan, renovasi Museum Bahari akan dilakukan tiga tahap, yakni penyelamatan aset berharga, merencanakan pembangunan, hingga pelaksanaan pembangunan. Dari ketiganya, Sri mengakui tahap kedua belum bersifat final.
“Tapi untuk tahap satu sudah dilakukan. Kami telah menghimpun aset yang diselamatkan,” ucap Sri yang menggantikan Kepala Museum sebelumnya Husnizor Nizar lantaran masih diperiksa polisi karena kasus kebakaran itu.
Terkait soal pembangunan maupun renovasi lainnya, Tim Cagar Budaya dan Ahli Struktur Bangunan menemukan masalah baru, yakni adanya lapisan seng di atap museum dan pemakaian bahan arcelik pada lapisan kaca. Kedua benda ini, kata Sri, menjadi masalah bila Pemprov tetap mempertahankan bangunan.
“Yang terjadi bila terjadi kebakaran kembali. Seng pada atap membuat air sulit masuk, begitupun arcelik, kaca sulit dipecahkan. Bila terjadi kebakaran kami khawatir aset tak bisa diselamatkan,” ucap Sri. (Baca juga: Museum Bahari Terbakar, Pengawasan Cagar Budaya Minim)
Karena itu, selain menunggu keputusan final ahli struktur bangunan, pihaknya juga tengah menghimpun data bangunan cagar budaya yang didapat di luar Indonesia. Bahan ini menjadi pertimbangan untuk pembangunan nantinya.
Sekalipun demikian, terhadap nilai pembangunan ke depannya, Sri menyebutkan telah melakukan penghitungan kasar mengenai anggaran pembangunan. Jumlah pengganti ini nantinya akan melibatkan banyak pihak, mulai dari APBD DKI, sponsor, hingga APBN.
“Karena jumlah cukup banyak, sulit bila menggunakan APBD. Sekalipun ada baru akan bisa di 2019 mendatang,” tutup Sri.
Arkeolog sekaligus Pemeharti Kawasan Kota Tua, Chandrian Attahiriyat mengatakan, pembangunan kembali Museum Bahari masih terbentur beberapa kendala.
“Salah satunya dengan mengganti bangunan semua atau merenovasi kawasan yang terbakar. Ini akan menjadi masalah ke depan. DKI tengah memikirkan matang matang, tapi ini terlalu lama dan belum ada keputusan,” ujar Chandrian, Sabtu (23/6/2018).
Menurut dia, apabila harus membangun sebagian lokasi yang terbakar saja, dikhawatirkan umur bangunan dan pondasi yang tersisa tak mampu menahan beban kontruksi. Dampaknya, bangunan bisa roboh di kemudian hari.
Namun apabila harus memugar sepenuhnya, masalah baru akan muncul. Sebab cara itu dianggap melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 11/2010 tentang Cagar Budaya. Dua hal ini yang menjadi penyebab lambatnya pembangunan maupun renovasi Museum Bahari.
“Belum nanti rapat dengan ahli bangunan, pasti akan ada opsi tambahan,” ucap Chandrian yang kerap mengikuti rapat mengenai renovasi Museum Bahari.
Sebelumnya, dalam merenovasi Museum Bahari, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan renovasi harus dilakukan cepat. Ia pun berkomitmen untuk membangunnya sebelum akhir 2018.
Sementara itu, Plt Kepala Unit Pengelolah Museum Bahari, Sri Kusumawati, mengakui bahwa penangan renovasi Museum Bahari cukup dilematis. (Baca juga: Kebakaran Hebat, Ini Koleksi yang Ada di Museum Bahari)
“Kita masih mencari solusi dengan ahli struktur bangunan. Keputusannya belum final, masih dalam pembahasan,” ucap Sri ketika dikonfirmasi.
Ia menjelaskan, renovasi Museum Bahari akan dilakukan tiga tahap, yakni penyelamatan aset berharga, merencanakan pembangunan, hingga pelaksanaan pembangunan. Dari ketiganya, Sri mengakui tahap kedua belum bersifat final.
“Tapi untuk tahap satu sudah dilakukan. Kami telah menghimpun aset yang diselamatkan,” ucap Sri yang menggantikan Kepala Museum sebelumnya Husnizor Nizar lantaran masih diperiksa polisi karena kasus kebakaran itu.
Terkait soal pembangunan maupun renovasi lainnya, Tim Cagar Budaya dan Ahli Struktur Bangunan menemukan masalah baru, yakni adanya lapisan seng di atap museum dan pemakaian bahan arcelik pada lapisan kaca. Kedua benda ini, kata Sri, menjadi masalah bila Pemprov tetap mempertahankan bangunan.
“Yang terjadi bila terjadi kebakaran kembali. Seng pada atap membuat air sulit masuk, begitupun arcelik, kaca sulit dipecahkan. Bila terjadi kebakaran kami khawatir aset tak bisa diselamatkan,” ucap Sri. (Baca juga: Museum Bahari Terbakar, Pengawasan Cagar Budaya Minim)
Karena itu, selain menunggu keputusan final ahli struktur bangunan, pihaknya juga tengah menghimpun data bangunan cagar budaya yang didapat di luar Indonesia. Bahan ini menjadi pertimbangan untuk pembangunan nantinya.
Sekalipun demikian, terhadap nilai pembangunan ke depannya, Sri menyebutkan telah melakukan penghitungan kasar mengenai anggaran pembangunan. Jumlah pengganti ini nantinya akan melibatkan banyak pihak, mulai dari APBD DKI, sponsor, hingga APBN.
“Karena jumlah cukup banyak, sulit bila menggunakan APBD. Sekalipun ada baru akan bisa di 2019 mendatang,” tutup Sri.
(thm)