UI Dirikan Balai Warga Kampung Kebon Bayam di Tanjung Priok
A
A
A
JAKARTA - Tim Pengabdi Arsitektur Universitas Indonesia (UI) bersama warga Kampung Kebon Bayam, Kelurahan Papanggo Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara mendirikan balai warga. Kegiatan ini didukung Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI. Warga sekitar berharap, balai tersebut dapat juga digunakan untuk kegiatan dan keperluan warga.
Tim beranggotakan Amira Paramitha, Indriani Prathiwi, Ivana Rahardja, Intan Paramadina dan Noviar Dwidaud. Mereka adalah dosen dan mahasiswa S1 dan S2 dengan latar belakang keahlian yang beragam dan saling mengisi (arsitektur, permukiman informal, rancang kota, sustainable construction/teknologi bangunan).
Di lokasi ini dihuni sekitar 500 kepala keluarga yang menjadi petani bayam. Kampung ini mulai dibangun tahun 1997 saat mereka menempati lahan taman BWM sebagai petani bayam. Dengan pendampingan dari Urban Poor Consortium mereka dibina dan dilatih penanaman bayam dan pemupukan yang baik, memiliki koperasi dan tabungan bersama.
Saat ini, Kampung Kebon Bayam hanya menempati area selebar kurang lebih 25-40 meter di antara tembok pembatas rel kereta api dan tembok Taman BMW, memanjang linear dari barat ke timur sepanjang 600 meter antara jalan baru Sunter dan tol pelabuhan. Kebun bayam yang digarap warga dan peternakan pekarangan, menempati lahan seluas 2,5 hektare di bagian selatan kampung.
Ketua Tim Pengabdi Departemen Arsitektur UI, Herlily mengatakan, Pendekatan yang dipakai dalam program ini adalah Participatory Action Research (PAR). Program ini merupakan sebuah kolaborasi antara community engagement, riset dan pendidikan yang diterapkan untuk merespons masalah lingkungan dan sosial.
"Di sini, dengan pemetaan partisipatif sebagai alat yang digunakan, warga secara mandiri memetakan kampungnya dan mengidentifikasi potensi apa yang mereka miliki. Tim UI juga mendampingi warga untuk menghasilkan kesepakatan desain yang baik dan dapat diterima segenap warga dan lingkungan sekitar," katanya, Rabu (6/6/2018).
Untuk mengenal kondisi kampung, tim UI didampingi warga melakukan pengamatan di kampung untuk mengidentifikasi isu utama. Tim mengidentifikasi beberapa informasi dalam 10 isu yang berbeda, seperti manajemen sampah, penyediaan air bersih, pembuangan air limbah, drainase, dan jalan lingkungan, sarana prasarana bangunan rumah, ruang bersama, kondisi ekonomi, pendidikan, sejarah, serta perkebunan dan peternakan kampung.
Ketua Komunitas Warga Kebon Bayam, Furkon berharap sesudah Idul Fitri, Balai akan difungsikan untuk banyak kegiatan kegiatan. Diantaranya les pelajaran anak sekolah, tari, music, dan dokumentasi/video editing. Furkon mengatakan, para ibu juga berharap kehadiran balai warga akan menambah persatuan dan saling mempererat, bermanfat untuk masyarakat.
Tim beranggotakan Amira Paramitha, Indriani Prathiwi, Ivana Rahardja, Intan Paramadina dan Noviar Dwidaud. Mereka adalah dosen dan mahasiswa S1 dan S2 dengan latar belakang keahlian yang beragam dan saling mengisi (arsitektur, permukiman informal, rancang kota, sustainable construction/teknologi bangunan).
Di lokasi ini dihuni sekitar 500 kepala keluarga yang menjadi petani bayam. Kampung ini mulai dibangun tahun 1997 saat mereka menempati lahan taman BWM sebagai petani bayam. Dengan pendampingan dari Urban Poor Consortium mereka dibina dan dilatih penanaman bayam dan pemupukan yang baik, memiliki koperasi dan tabungan bersama.
Saat ini, Kampung Kebon Bayam hanya menempati area selebar kurang lebih 25-40 meter di antara tembok pembatas rel kereta api dan tembok Taman BMW, memanjang linear dari barat ke timur sepanjang 600 meter antara jalan baru Sunter dan tol pelabuhan. Kebun bayam yang digarap warga dan peternakan pekarangan, menempati lahan seluas 2,5 hektare di bagian selatan kampung.
Ketua Tim Pengabdi Departemen Arsitektur UI, Herlily mengatakan, Pendekatan yang dipakai dalam program ini adalah Participatory Action Research (PAR). Program ini merupakan sebuah kolaborasi antara community engagement, riset dan pendidikan yang diterapkan untuk merespons masalah lingkungan dan sosial.
"Di sini, dengan pemetaan partisipatif sebagai alat yang digunakan, warga secara mandiri memetakan kampungnya dan mengidentifikasi potensi apa yang mereka miliki. Tim UI juga mendampingi warga untuk menghasilkan kesepakatan desain yang baik dan dapat diterima segenap warga dan lingkungan sekitar," katanya, Rabu (6/6/2018).
Untuk mengenal kondisi kampung, tim UI didampingi warga melakukan pengamatan di kampung untuk mengidentifikasi isu utama. Tim mengidentifikasi beberapa informasi dalam 10 isu yang berbeda, seperti manajemen sampah, penyediaan air bersih, pembuangan air limbah, drainase, dan jalan lingkungan, sarana prasarana bangunan rumah, ruang bersama, kondisi ekonomi, pendidikan, sejarah, serta perkebunan dan peternakan kampung.
Ketua Komunitas Warga Kebon Bayam, Furkon berharap sesudah Idul Fitri, Balai akan difungsikan untuk banyak kegiatan kegiatan. Diantaranya les pelajaran anak sekolah, tari, music, dan dokumentasi/video editing. Furkon mengatakan, para ibu juga berharap kehadiran balai warga akan menambah persatuan dan saling mempererat, bermanfat untuk masyarakat.
(poe)