Petani Cakung Minta Pembangunan Perumahan Dihentikan

Selasa, 15 Mei 2018 - 09:24 WIB
Petani Cakung Minta Pembangunan Perumahan Dihentikan
Petani Cakung Minta Pembangunan Perumahan Dihentikan
A A A
JAKARTA - Sejumlah petani yang mengaku memiliki lahan persawahan di Rorotan, Cakung, Jakarta Timur, meminta pembangunan kawasan perumahan elite Jakarta Garden City (JGC) dihentikan. Pasalnya, lahan seluas 60 hektar yang sedang dibangun itu milik petani atas nama Sutiman Bin Ayub dan kawan-kawan yang hingga sekarang belum diganti rugi.

"Jadi pembangunannya mengabaikan hak para pemilik lahan. Para petani ini hingga detik ini belum mendapatkan ganti rugi. Tetapi sudah dibangun danau dan perumahan," kata Kuasa Hukum Petani Cakung, Marthen N dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/5/2018).

Dijelaskannya, wilayah Rorotan, Cakung, sebelumnya masuk dalam daerah Bekasi, Provinsi, Jawa Barat. Namun pada tahun 1970-an lahan tersebut dimasukkan ke dalam wilayah administrasi kota Jakarta Timur.

Pada tahun 2015, Sekda DKI Saefullah sempat mengeluarkan surat imbauan kepada pengembang agar proyek pembangunan tersebut dihentikan. Namun hal itu tidak dihiraukan oleh pihak pengembang dan justru masih berjalan sampai sekarang.

Sutiman Bin Ayub mengatakan, sejak 2015 lalu dirinya bersama para petani lainnya telah menganggur. Ia tidak diperbolehkan lagi menggarap lahannya, lantaran akan dibangun sebuah danau. Padahal lahan itu menurutnya, dulunya bisa ditanami padi, sayuran hingga tempat untuk berternak bebek.

"Dulu setiap tahun 1 Ha sawah bisa menghasilkan 3-5 ton gabah, sekarang kita hanya bisa memandang dari jauh. Karena lahan kami sudah dipagar dan kami dilarang mendekat," keluhnya.

Setiap tahun, Sutiman harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). "Karenanya kami sangat kehilangan, karena pengambilan lahan secara sepihak," katanya.

Menurut Marthen, para petani kerap mendapatkan intimidasi untuk memperjuangkan haknya. Sudah selama kurang lebih dua tahun para petani tidak mempunyai penghasilan dan jadi pengangguran.

"Pengembang mengaku punya sertifikat. Tetapi sertifikat tersebut sudah di blokir BPN karena masih sengketa. Semestinya, pembangunan tersebut dihentikan dulu. Dan para petani diberikan haknya," tegas Marthen.

Makanya para petani mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur dan diarahkan ke PTUN. "Sudah kita ajukan gugatan ke PTUN, tetapi PTUN meminta agar proses hukum di PN Jaktim selesai dulu," ujarnya.

Saat ini, menurut Marthen, para petani tak berharap banyak. Para petani hanya meminta pihak pengembang membayar ganti rugi. Karena para petani mempunyai hak di tanah yang sedang dibangun tersebut.

"Kita akan mengadukan masalah ini ke Presiden Jokowi. Harapan kita para petani diberikan ganti rugi sesuai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), dan pembangunan tidak dilanjutkan dulu sampai semuanya selesai," ujarnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5309 seconds (0.1#10.140)