Tarif Parkir Gedung Naik, DKI Incar PAD Rp75 Miliar per Bulan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menaikkan pajak parkir kendaraan bermotor di dalam gedung. Selain bertujuan untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi, kebijakan ini diharapkan dapat mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta, Edi Sumantri, mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diatur besaran pajak parkir dalam gedung setinggi-tingginya 30 persen dari tarif yang dibayarkan pengguna layanan.
Di Jakarta, selama 10 tahun terakhir pajak parkir dalam gedung masih berada di angka 20 persen. Adapun daerah tetangga sudah berada di angka 25 persen, padahal pengelolanya sama. Untuk itu, DKI sebagai Ibu Kota negara mengusulkan kenaikan pajak parkir dalam gedung menjadi 30 persen dari dari tarif yang dibayarkan pengguna layanan.
Kenaikan pajak parkir dalam gedung ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Ia menyebutkan, target PAD dari sektor parkir tahun ini sudah dinaikkan menjadi Rp685 miliar dari Rp600 miliar tahun lalu. Pihaknya berharap ranperda parkir bisa disahkan Juni, sehingga pada Juli bisa dirasakan peningkatan pajak.
"Kalau raihan pajak parkir sekitar Rp50 miliar per bulan. Dengan naik 10 persen, penambahannya bisa Rp25 miliar per bulan. Semakin cepat realisasi aturannya makin banyak potensi raihan yang kita capai," ujarnya, Senin (14/5/2018).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya mengatakan, kenaikan pajak parkir tersebut bukan dibebankan kepada pengelola, melainkan pengguna layanan parkir. Pengusaha atau pengelola hanya berkewajiban menyetorkan pajak parkir kepada pemerintah daerah. (Baca juga: Tekan Penggunaan Mobil Pribadi, DKI Akan Naikkan Tarif Parkir Gedung )
Untuk tarif layanan parkir yang akan dikenakan kepada konsumen atau pengguna jasa, Edi menyebutkan diatur selanjutnya dalam pergub. Pergub tersebut akan disusun setelah perda terbentuk.
Edi menambahkan, seluruh parkir of street yang dikelola swasta saat ini sudah menggunakan sistem tapping, tap in tap out, dan bekerja sama dengan gerbang pembayaran nasional (GPN) yang sedang diuji coba.
Jadi, tidak ada lagi peluang untuk penghindaran pajak karena setiap transaksi yang dilakukan oleh pengelola parkir, saat itu juga data terekam dalam transaksi gerbang pembayaran nasional.
Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta, Edi Sumantri, mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diatur besaran pajak parkir dalam gedung setinggi-tingginya 30 persen dari tarif yang dibayarkan pengguna layanan.
Di Jakarta, selama 10 tahun terakhir pajak parkir dalam gedung masih berada di angka 20 persen. Adapun daerah tetangga sudah berada di angka 25 persen, padahal pengelolanya sama. Untuk itu, DKI sebagai Ibu Kota negara mengusulkan kenaikan pajak parkir dalam gedung menjadi 30 persen dari dari tarif yang dibayarkan pengguna layanan.
Kenaikan pajak parkir dalam gedung ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Ia menyebutkan, target PAD dari sektor parkir tahun ini sudah dinaikkan menjadi Rp685 miliar dari Rp600 miliar tahun lalu. Pihaknya berharap ranperda parkir bisa disahkan Juni, sehingga pada Juli bisa dirasakan peningkatan pajak.
"Kalau raihan pajak parkir sekitar Rp50 miliar per bulan. Dengan naik 10 persen, penambahannya bisa Rp25 miliar per bulan. Semakin cepat realisasi aturannya makin banyak potensi raihan yang kita capai," ujarnya, Senin (14/5/2018).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya mengatakan, kenaikan pajak parkir tersebut bukan dibebankan kepada pengelola, melainkan pengguna layanan parkir. Pengusaha atau pengelola hanya berkewajiban menyetorkan pajak parkir kepada pemerintah daerah. (Baca juga: Tekan Penggunaan Mobil Pribadi, DKI Akan Naikkan Tarif Parkir Gedung )
Untuk tarif layanan parkir yang akan dikenakan kepada konsumen atau pengguna jasa, Edi menyebutkan diatur selanjutnya dalam pergub. Pergub tersebut akan disusun setelah perda terbentuk.
Edi menambahkan, seluruh parkir of street yang dikelola swasta saat ini sudah menggunakan sistem tapping, tap in tap out, dan bekerja sama dengan gerbang pembayaran nasional (GPN) yang sedang diuji coba.
Jadi, tidak ada lagi peluang untuk penghindaran pajak karena setiap transaksi yang dilakukan oleh pengelola parkir, saat itu juga data terekam dalam transaksi gerbang pembayaran nasional.
(thm)