Potret Kemiskinan Keluarga SK Pengidap Gizi Buruk di Tangsel
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Balita perempuan berinisial SK (2,5), menjalani proses pertumbuhan tubuh yang tak lazim sebagaimana bocah-bocah seusianya. Anak bungsu dari pasangan Nurifah dan Tarjuki itu kini dalam masa penanganan gizi buruk oleh instansi kesehatan setempat.
Tempat tinggal keluarga kecil itu berada di Jalan Musyawarah Raya, RT06/02, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel). Mereka mengontrak di bangunan berukuran 2 petak sejak hampir setahun lalu, dan memungkinkan untuk terus berpindah mencari lokasi sewa yang termurah.
Tak ada perabot yang mencolok dari dalam kontrakan yang ditinggali Tarjuki dan keluarga kecilnya. Hanya ada kasur lantai kecil, kipas angin dan lemari pakaian di ruang depan. Sedangkan di ruangan belakang, hanya dipenuhi dengan barang-barang dapur seadanya.
Tarjuki diketahui hanyalah seorang buruh serabutan, kesehariannya terkadang dihabiskan menjadi kuli kasar pada proyek pengerjaan rumah. Bahkan jika ada waktu senggang di sore atau malam hari, pria berkulit gelap itu tak mengenal lelah untuk berlanjut melakoni pekerjaan sebagai ojek daring.
"Kalau sekarang lagi ngerjain proyek bangun rumah di dekat sini, kadang kalau masih keburu sore atau malam ya terus lanjut ngojek," ujar Tarjuki ditemui dikediamannya, Kamis (5/42018).
Tarjuki mesti kerja keras seorang diri menghidupi kebutuhan hidup keluarga kecilnya. Apalagi, putrinya yang tertua, Puja Dwi Noviana, saat ini sedang duduk di bangku sekolah kelas 5 SDN Pondok Jaya 03, Pondok Aren, dan tentu membutuhkan biaya tambahan pendukung pendidikannya.
Sedangkan Nurifah sendiri tak bisa beraktivitas banyak, lantaran harus terus menemani, SK, yang didiagnosa mengidap gizi buruk sejak masa-masa awal kelahiran. Keperluan membeli susu, beras, sewa rumah, dan kebutuhan sekolah putrinya kadang harus ditutupi dengan hutang ke tetangga dan saudara.
"Dulu waktu pertama lahir pernah periksa, terus 2 tahunan lalu katanya (petugas Puskesmas) memang berat badan sama usia anak saya enggak seimbang, ya dibilang kena gizi buruk. Disaranin perbaiki asupan gizinya, susu, asi," kata Nurifah.
Nurifah sendiri awalnya sempat kesulitan untuk mendapat pengobatan atas kondisi gizi buruk yang dialami putri bungsunya. Dia dan suami, belum memiliki KTP Tangsel, sebagaimana dijadikan prasyarat utama dalam mendapat pelayanan administratif diberbagai instansi. "KTP lagi diurus, yang lama masih KTP di kampung (Tegal)," imbuh Nurifah.
Diceritakan Nurifah, kondisi SK saat ini sudah lebih baik dari fase-fase sebelumnya. Meski begitu, dia sangat mengharapkan bantuan pengobatan terhadap putrinya itu, terutama dalam memenuhi kebutuhan susu dan makanan dengan kandungan gizi tinggi.
"Sekarang dapat susu sebulan 1 kotak dari Posyandu, ya memang kurang, karena 1 kotak paling lama habis seminggu. Sisanya kita beli sendiri," tukasnya. (Baca Juga: Kasus Gizi Buruk di Tangsel Butuh Penanganan Terpadu(mhd)
Tempat tinggal keluarga kecil itu berada di Jalan Musyawarah Raya, RT06/02, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel). Mereka mengontrak di bangunan berukuran 2 petak sejak hampir setahun lalu, dan memungkinkan untuk terus berpindah mencari lokasi sewa yang termurah.
Tak ada perabot yang mencolok dari dalam kontrakan yang ditinggali Tarjuki dan keluarga kecilnya. Hanya ada kasur lantai kecil, kipas angin dan lemari pakaian di ruang depan. Sedangkan di ruangan belakang, hanya dipenuhi dengan barang-barang dapur seadanya.
Tarjuki diketahui hanyalah seorang buruh serabutan, kesehariannya terkadang dihabiskan menjadi kuli kasar pada proyek pengerjaan rumah. Bahkan jika ada waktu senggang di sore atau malam hari, pria berkulit gelap itu tak mengenal lelah untuk berlanjut melakoni pekerjaan sebagai ojek daring.
"Kalau sekarang lagi ngerjain proyek bangun rumah di dekat sini, kadang kalau masih keburu sore atau malam ya terus lanjut ngojek," ujar Tarjuki ditemui dikediamannya, Kamis (5/42018).
Tarjuki mesti kerja keras seorang diri menghidupi kebutuhan hidup keluarga kecilnya. Apalagi, putrinya yang tertua, Puja Dwi Noviana, saat ini sedang duduk di bangku sekolah kelas 5 SDN Pondok Jaya 03, Pondok Aren, dan tentu membutuhkan biaya tambahan pendukung pendidikannya.
Sedangkan Nurifah sendiri tak bisa beraktivitas banyak, lantaran harus terus menemani, SK, yang didiagnosa mengidap gizi buruk sejak masa-masa awal kelahiran. Keperluan membeli susu, beras, sewa rumah, dan kebutuhan sekolah putrinya kadang harus ditutupi dengan hutang ke tetangga dan saudara.
"Dulu waktu pertama lahir pernah periksa, terus 2 tahunan lalu katanya (petugas Puskesmas) memang berat badan sama usia anak saya enggak seimbang, ya dibilang kena gizi buruk. Disaranin perbaiki asupan gizinya, susu, asi," kata Nurifah.
Nurifah sendiri awalnya sempat kesulitan untuk mendapat pengobatan atas kondisi gizi buruk yang dialami putri bungsunya. Dia dan suami, belum memiliki KTP Tangsel, sebagaimana dijadikan prasyarat utama dalam mendapat pelayanan administratif diberbagai instansi. "KTP lagi diurus, yang lama masih KTP di kampung (Tegal)," imbuh Nurifah.
Diceritakan Nurifah, kondisi SK saat ini sudah lebih baik dari fase-fase sebelumnya. Meski begitu, dia sangat mengharapkan bantuan pengobatan terhadap putrinya itu, terutama dalam memenuhi kebutuhan susu dan makanan dengan kandungan gizi tinggi.
"Sekarang dapat susu sebulan 1 kotak dari Posyandu, ya memang kurang, karena 1 kotak paling lama habis seminggu. Sisanya kita beli sendiri," tukasnya. (Baca Juga: Kasus Gizi Buruk di Tangsel Butuh Penanganan Terpadu(mhd)