PT MRT Masih Rancang Sistem Keamanan dan Keselamatan

Rabu, 28 Maret 2018 - 18:39 WIB
PT MRT Masih Rancang Sistem Keamanan dan Keselamatan
PT MRT Masih Rancang Sistem Keamanan dan Keselamatan
A A A
JAKARTA - Sistem keamanan dan keselamatan untuk moda transportasi Mass Rapid Transportation (MRT) masih belum dikukuhkan. Rancangan sistem masih dibahas di beberapa titik, yakni terowongan, stasiun, hingga kendala teknis.

Meski baru sekedar wacana dalam merancang, namun MRT optimistis kendala demikian tak terjadi. Meminimalisir peristiwa kebakaran, jebolnya tanggul karena banjir, hingga malfungsi lainnya dilakukan MRT demi kenyamanan penumpang.

“Masih dibahas, segala sesuatu, mulai dari kebakaran di tunnel, peron dan stasiun hingga jebolnya tunnel karena banjir,” ungkap Direktur Konstruksi PT MRT, Silvia Halim di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta Pusat, pada Rabu (28/3/2018).

Meski demikian, Silvia yakin dengan kondisi pembangunan di atas 90%, MRT akan beroperasi perdana pada 2019 mendatang dan tetap menjanjikan keselamatan penumpang. Gangguan teknis akan diminimalisir sedini mungkin dengan menambah sarana dan sistem canggih.

Seperti banjir yang biasa melanda Jakarta, sistem MRT memiliki kemampuan teknis yang cukup mumpuni dibandingkan moda transportasi lainnya. Bila pada Commuter Line kereta akan terhenti bila terkena banjir, maka di MRT, Silvia memastikan genangan air tidak akan terjadi sekalipun air kali di Banjir Kanal Barat dan Kali Krukut meninggi.

Sebab, selain telah memasang water travel sensor di dua kali yang terlintas itu, PT MRT juga memasang pintu flat barrier di pintu masuk stasiun yang ada. Pintu ini akan menutup otomatis ketika genangan air telah mencapai titik tertinggi.

“Kita berjaga-jaga aja. Sekalipun pembangunan stasiun kita berada di titik aman banjir,” ucapnya.

Di bawah Banjir Kanal Barat

Berbeda dengan stasiun lainnya, Stasiun Dukuh Atas letaknya cukup dalam. Kedalaman stasiun ini mencapai 24 meter di atas permukaan tanah. Kondisi cukup rawan lantaran berada tepat di bawah Banjir Kanal Barat. Selain di Dukuh Atas, stasiun rawan banjir juga terjadi di Stasiun Benhil, Setiabudi, dan Bundaran HI.

Berbeda dengan Commuter Line yang mengandalkan penggerak manual dari masinis. Sistem operasional MRT lebih mengandalkan teknologi. Masinis hanya menjadi bantuan darurat bila sistem otomatis pada MRT mengalami gangguan.

Karena itu, gangguan malfungsi bisa terjadi setiap saat, mulai dari operator yang bermasalah, daya listrik yang tak baik, hingga gangguan lainnya. Bila hal itu terjadi, MRT memastikan kecepatan waktu tempuh tidak menurun.

Sebab kereta akan berjalanan sebelum akhirnya berhenti distasiun terdekat dengan sisa tenaga listrik. “Kalau pun sampai berhenti, maka pintu kereta akan dibuka di depan dan belakang, mengevakuasi penumpang dan berjalan di tunnel di sisi dekat stasiun,” kata Silvia sembari menunjuk trotoar tunnel selebar setengah meter.

Sementara dengan sistem yang ada. Bila kereta depannya mati, maka Silvia memastikan kereta selanjutnya akan berhenti total. Kereta ini tak bergerak sebelum nantinya kereta itu jalan.

Pintu Otomatis

Prosedur keselamatan lainnya yang dimiliki MRT yakni sistem canggih pada peron. Akses naik turun penumpang dilindungi oleh pintu platform screendoor. Pintu ini akan langsung menutup bila penumpang telah berada dalam kereta.

“Kalau pintunya masih terbuka, maka kereta tidak berjalan,” ucapnya.
Mengawasi tangan tangan jahil penumpang, pihak MRT bakal menempatkan petugas di peron. Sebab rancangan pintu yang otomatis dan sensor sensitif membuat pintu akan selalu terbuka bila ada orang dekat pintu.

Sedangkan bila kebakaran terjadi, maka apar akan langsung berfungsi memadamkan api. Bila pada akhirnya terjadi di peron dengan kondisi di tunnel, evakuasi penumpang bakal dilakukan di tangga darurat yang berada di sisi utara dan barat.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5332 seconds (0.1#10.140)