Rumpah Tapak di Rorotan Bukan Program DP Rp0 Pemprov DKI
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI menyatakan rumah tapak di Rorotan, Jakarta Utara yang dibangun PT Nusa Kirana tidak termasuk ke dalam program DP Rp0 yang disubsidi. Harga jual Rp350 juta per unit itu jauh di atas batas maksimal yang ditetapkan pemerintah bagi skema kredit rumah bersubsidi.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman DKI Jakarta Agustino Darmawan mengatakan, program DP Rp0 Pemprov DKI menggunakan skema pembiyaan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) milik pemerintah pusat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI No 425/KPTS/M/2015 tentang Batasan Harga Jual Rumah yang Dapat Diperoleh Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera, batasan maksimal harga jual rumah tapak yang dapat diperoleh melalui kredit pemilikan rumah (KPR) sejahtera di Jabodetabek pada 2018 ialah Rp148,5 juta.
Sementara untuk rumah vertikal, batas maksimalnya Rp316 juta hingga Rp345 juta per unit."Kalau harganya Rp350 juta per unit ya jelas bukan program FLPP. Kan program FLPP ada aturanya," kata Agustino saat dihubungi Kamis (1/3/2018).
Agustino menjelaskan, FLPP juga menyaratkan pemohon rumah tapak memiliki penghasilan maksimal Rp4 juta per bulan. Sementara dengan harga Rp350 juta, besar cicilannya berkisar Rp2,3 juta per bulan dengan tenor 20 tahun dan bunga flat 5% per tahun.( Baca: Usai Disinkronkan, Sandiaga Minta Rumah Tapak Segera Dibangun )
Artinya, cicilan yang ditanggung tidak bisa menyasar masyarakat berpenghasilan rendah yang disyaratkan oleh FLPP.Harga tanah di Jakarta yang terlampau tinggi, kata Agustino, tidak mungkin program DP Rp0 dari Pemprov DKI bisa menghadirkan.
Apalagi, material pembangunan, perizinan dan sarana umumnya yang bisa sekitar Rp300 juta lebih. "Silakan pihak swasta membentuk skema sendiri yang bisa menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, jika ingin bergabung dengan skema FLPP, pengembang harus menyesuaikan harga sesuai aturan FLPP," ungkapnya
Sementara itu, Government Relation PT Nusa Kirana, Dhiki Kurniawan, menegaskan pihaknya tidak bisa menurunkan harga hingga di bawah Rp350 juta. Menurutnya, apabila skema dengan pemerintah tidak sesuai, Nusa Kirana memilih untuk memasarkan produk mereka secara mandiri. Dia juga menjanjikan unit itu bisa didapat dengan DP Rp0 yang ditanggung oleh dana corporate social responsibility (CSR) PT Nusa Kirana.
"Nilai (Rp350 juta) itu sebetulnya sudah minim. Kalau ternyata dari Pemprov DKI menyatakan belum bisa masuk program (FLPP) atau dari skemanya agak sulit, ya ini tetap jalan tidak ada masalah," ujarnya.
Dhiki beralasan lahan di Rorotan, Jakarta Utara masih luas sehingga Nusa Kirana lebih memilih membangun rumah tapak ketimbang rumah vertikal. Ada lahan 1,3 hektare yang siap dibangun oleh Nusa Kirana.
Pada 7 Februari 2018 lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno pernah bertemu dengan PT Nusa Kirana membahas soal kemungkinan pengembang itu berkontribusi membangun unit rumah DP Rp0. Sandiaga saat itu menyebut Pemprov DKI terbuka bagi para pengembang yang ingin berkontribusi meringankan beban Pemprov DKI membangun unit DP Rp0.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman DKI Jakarta Agustino Darmawan mengatakan, program DP Rp0 Pemprov DKI menggunakan skema pembiyaan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) milik pemerintah pusat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI No 425/KPTS/M/2015 tentang Batasan Harga Jual Rumah yang Dapat Diperoleh Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera, batasan maksimal harga jual rumah tapak yang dapat diperoleh melalui kredit pemilikan rumah (KPR) sejahtera di Jabodetabek pada 2018 ialah Rp148,5 juta.
Sementara untuk rumah vertikal, batas maksimalnya Rp316 juta hingga Rp345 juta per unit."Kalau harganya Rp350 juta per unit ya jelas bukan program FLPP. Kan program FLPP ada aturanya," kata Agustino saat dihubungi Kamis (1/3/2018).
Agustino menjelaskan, FLPP juga menyaratkan pemohon rumah tapak memiliki penghasilan maksimal Rp4 juta per bulan. Sementara dengan harga Rp350 juta, besar cicilannya berkisar Rp2,3 juta per bulan dengan tenor 20 tahun dan bunga flat 5% per tahun.( Baca: Usai Disinkronkan, Sandiaga Minta Rumah Tapak Segera Dibangun )
Artinya, cicilan yang ditanggung tidak bisa menyasar masyarakat berpenghasilan rendah yang disyaratkan oleh FLPP.Harga tanah di Jakarta yang terlampau tinggi, kata Agustino, tidak mungkin program DP Rp0 dari Pemprov DKI bisa menghadirkan.
Apalagi, material pembangunan, perizinan dan sarana umumnya yang bisa sekitar Rp300 juta lebih. "Silakan pihak swasta membentuk skema sendiri yang bisa menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, jika ingin bergabung dengan skema FLPP, pengembang harus menyesuaikan harga sesuai aturan FLPP," ungkapnya
Sementara itu, Government Relation PT Nusa Kirana, Dhiki Kurniawan, menegaskan pihaknya tidak bisa menurunkan harga hingga di bawah Rp350 juta. Menurutnya, apabila skema dengan pemerintah tidak sesuai, Nusa Kirana memilih untuk memasarkan produk mereka secara mandiri. Dia juga menjanjikan unit itu bisa didapat dengan DP Rp0 yang ditanggung oleh dana corporate social responsibility (CSR) PT Nusa Kirana.
"Nilai (Rp350 juta) itu sebetulnya sudah minim. Kalau ternyata dari Pemprov DKI menyatakan belum bisa masuk program (FLPP) atau dari skemanya agak sulit, ya ini tetap jalan tidak ada masalah," ujarnya.
Dhiki beralasan lahan di Rorotan, Jakarta Utara masih luas sehingga Nusa Kirana lebih memilih membangun rumah tapak ketimbang rumah vertikal. Ada lahan 1,3 hektare yang siap dibangun oleh Nusa Kirana.
Pada 7 Februari 2018 lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno pernah bertemu dengan PT Nusa Kirana membahas soal kemungkinan pengembang itu berkontribusi membangun unit rumah DP Rp0. Sandiaga saat itu menyebut Pemprov DKI terbuka bagi para pengembang yang ingin berkontribusi meringankan beban Pemprov DKI membangun unit DP Rp0.
(whb)