Menyisir Kampung Padat Narkoba di Jakarta Barat

Kamis, 08 Februari 2018 - 04:32 WIB
Menyisir Kampung Padat Narkoba di Jakarta Barat
Menyisir Kampung Padat Narkoba di Jakarta Barat
A A A
JAKARTA - Kampung Boncos di Kota Bambu Selatan, Palmerah, Jakarta Barat, mendadak ramai Rabu 7 Februari 2018. Puluhan polisi bersenjata laras panjang dari Polres Metro Jakarta Barat datang secara tiba-tiba ke kawasan itu.

Suasana kian genting setelah mereka mendobrak paksa dua rumah di pinggiran kampung. Rumah itu cukup strategis, yakni berada di tengah kampung dengan lapangan tenis di tengahnya. Lapangan tenis itu menjadi lahan parkir sepeda motor.

‘Bruk’ pintu rumah tiba-tiba ditendang. Polisi lalu masuk menyisir setiap ruangan di dua lantai rumah itu. Tujuh pemadat yang berada di dalam rumah pun tak berkutik saat disergap petugas. Mereka yakni Hais (37), Mustakim alias Mus (36), Ronald Anggoro (35), Setiawan Damanik alias Manik (28), Martin Faizin Ardiandi (23), Ariyanto (36), dan Robby Poernomo (33).

Dengan tangan terbogorgol di belakang, polisi lalu menggiring ketujuhnya keluar rumah. Bersama mereka turut disita barang bukti berupa 10 paket sabu-sabu, uang tunai jutaan rupiah, dan pipa hisap sabu. “Ampun pak, ampun...,” teriak Ronald yang ketakutan.

Namun bandar narkoba diduga berhasil kabus dari penggerebekan itu. Kaburnya pelaku membuat Kabag Ops AKBP Priyo dan Kasat Narkoba AKBP Suhermanto, murka. Alisnya mengerut, tatap mata mulai tajam, matanya kemudian mendadak merah lantaran kesal.

Bagi Suhermanto, penggerebekan ini bukanlah kali pertama. Sejak Desember 2017 hingga sekarang, sedikitnya sudah lima kali operasi mereka lakukan di Kampung Boncos. Ratusan kilogram sabu-sabu berhasil didapat dari kampung padat yang terkenal akan narkobannya itu.

“Kami menggerebek karena sebelumnya seorang bandar berinisial M berhasil dibekuk. Setelah diperiksa, barang itu berasal dari Boncos,” ujar Suhermanto.

Sekalipun berhasil menciduk tujuh pemakai, tangkapan ini tak membuatnya puas. Ia kembali memerintahkan anggotanya untuk menyisir kawasan itu. Sebab informasinya si pemilik sabu telah kabur saat penggerebekan ini.

Bandar itu kabur melalui pintu belakang di belakang rumah. Banyaknya gang di tempat itu membuat pelaku mudah lolos. “Namanya telah kami kantongi, tapi ciri mukanya kami belum tahu,” jelas Suhermanto.

Satu persatu barang bukti kemudian dijabarkan di sebuah balai kayu di antara dua rumah yang digerebek. Terlihat benda tajam golok, celurit kecil, pisau dapur, dan balsem kuat dijejerkan bersama narkoba, bong, dan uang tunai. Polisi bersenjata masih terlihat sibuk. Dengan bersenjata lengkap mereka kemudian meminta keterangan sejumlah warga. Satu persatu rumah kemudian digeledah mencari pelaku lain dan narkoba.

Menyisir Kampung Padat Narkoba di Jakarta Barat


Tiba-tiba, dalam hiruk-pikuk penggeledahan, dua anggota datang dari gang gelap di sisi kanan. Raut wajah tampak begitu kesal, celana dan sepatunya terlihat basah. Seorang pria berbaju merah bernama Adi Bobby Eriyanto alias Ade (28) , berada di depannya. Ade didorong dengan moncong senapan. Belakangan diketahui Ade merupakan pemadat. Ia berada di Kampung Boncos karena ingin membeli sabu-sabu. Ia tertangkap setelah panik dan berusaha lari ketika melihat polisi berada di tempat itu.

Selang beberapa menit setelah penangkapan Ade, seorang pemadat lainnya bernama Riyadi (30), terciduk. Seperti Ade, Riyadi kala itu hendak membeli narkoba di dua rumah. Ia kaget ketika seorang anggota polisi yang menyisir datang dari belakang. Mukanya yang panik membuat polisi tak ragu menciduknya.

Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Hengki Haryadi yang datang beberapa jam setelah penggerebekan disambut riuh warga. Mereka bertepuk tangan sembari mengucapkan terima kasih. Polisi lalu membariskan sembilan tersangka.

Dengan wajah membungkuk mereka terlihat menghindar dari sorot kamera wartawan. Tanpa sungkan, Hengki langsung meminta wartawan yang berada di tempat itu untuk merapat agar suaranya terdengar. “Injak aja pahanya (para pemadat) kalau ganggu,” kata Hengki dalam konferensi pers.

Kepada awak media, Hengki mengaku geleng-geleng melihat pengungkapan narkoba kali ini. Tangkapan narkoba kali ini cukup tinggi dibandingkan dua bulan sebelumnya. pada Desember lalu hanya 40 gram sabu, dan Januari sebanyak 52 gram sabu. Sedangkan Februari ini mencapai 64 gram sabu.

Sekalipun masih terbilang kecil, namun narkoba di sana seolah tak ada habisnya. Penangkapan pelaku tak serta merta membuat para bandar kapok. Mereka tetap berjual narkoba lantaran kondisi ekonomi mendesak. “Sejak tahun 2996 narkoba di sini berevolusi, dari putaw menjadi kokain hingga sabu,” jelas Hengki.

Kepada sejumlah warga, ia menegaskan akan terus memerangi narkoba. Pemberantasan tak hanya sebatas penggerebekan, namun penelusuran akan dilakukan demi menghilangkan stigma negatif kampung ini bebas narkoba.

Berbeda dengan Kampung Ambon yang cenderung menyediakan lapak, narkoba di Kampung Boncos cukup menarik. Para pemadat datang dari luar hanya untuk membeli. “Yang miris adalah ketika kami menangkap seorang pelajar SMA yang sedang membeli,” ucap Hengki.

Ke depannya, terhadap pemberantasan narkoba di perkampungan Jakarta Barat, ia akan mengajak Wali Kota, Dandim, Kajari, Ketua Pengadilan, serta tokoh masyarakat untuk duduk bersama. Solusi tentang pemberantasan akan dicari dalam rapat itu demi menghilangkan stigma negatif kampung narkoba. Terlebih dalam penggerebekan ini polisi mendapati tiga orang dari sembilan tersangka menderita penyakit HIV/AIDS.

“Saya akan perlihatkan video dan upaya penggerebekan ke mereka. Saya ingin pemberantasan ini tak serta merta milik polisi,” ucapnya.

Ketua RT 07/03 Irwan Isuara menyambut baik penggerebekan dan pemberantasan narkoba yang dilakukan polisi di wilayahnya. Ia mengakui kondisi narkoba di kampungnya cukup mengkhawatirkan. “Di sini seolah tak ada habisnya nerkoba. Ditangkap, ada lagi, dan lagi,” katanya.

Dibandingkan penggerebekan sebelumnya, ia mengakui penggerebekan kali ini cukup besar dan menyita perhatian warga. Terlebih tempat yang digerebek yakni dua rumah, merupakan rumah yang kerap dijadikan lokasi memadat. Selama ini Irwan tak berani melapor lantaran takut dengan kondisi pemadat yang kerap mengancam warga apabila diketahui melapor.

Warga lainnya, H Yasin (64) yang juga sesepuh di tempat itu mengakui tentang keberadaan pemadat yang kerap mengganggu. Selain menebar teror dengan mengancam warga melapor, mereka juga kerap mengintimidasi warga. Akibatnyabanyak warga yang kemudian memilih diam dan tidak melapor sekalipun banyak pemadat asik memakai di tengah gang.

Sekalipun di tempat itu bertebar spanduk bahaya narkoba di sebar oleh pengurus RW namun tanpa penindakan spanduk itu tidak berjalan. “Alhamdulilah mas, ini akhirnya diberantas. Semoga polisi tak bosan datang menggerebek lagi,” tutupnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3119 seconds (0.1#10.140)