Pemkot Bogor Tak Akan Batasi Kuota Transportasi Online
A
A
A
BOGOR - Pemkot Bogor tak membatasi tentang kuota angkutan online (ojek maupun taksi). Akan tetapi keberadaan mereka tetap harus diatur agar tak mengganggu keamanan, kenyamanan dan ketertiban (K3) Kota Bogor.
"Keberadaan ojek online dan taksi online, Pemkot sudah menetapkan Peraturan Wali Kota, yang prinsipnya mengatur agar mereka mengikuti ketentuan K3 di Kota Bogor. Jadi kami tidak melarang operasi karena tidak ada payung hukumnya yang menyebutkan pemda harus mengatur keberadaan mereka," ungkap Kepala Bidang Transportasi Dinas Perhubungan Kota Bogor Jimmy Hutapea pada Selasa (30/1/2018).
Secara umum, lanjut dia, Pemkot sudah beberapa kali meminta pemerintah pusat segera mengeluarkan aturan yang baku untuk mengatur persoalan ini agar terhindar dari kejomplangan kebutuhan transportasi. "Jadi bagi ojek dan taksi online yang mau beroperasi di Kota Bogor, wajib mematuhi aturan tentang K3 disini. Kami juga melakukan pendekatan kepada seluruh pelaku usaha angkutan umum supaya bisa melakukan operasi tertib dan tidak ganggu kepentingan lain," terangnya.
Khusus dengan ojek online, jika mengacu pada aturan hukum, pihaknya mendorong Kemenhub untuk menetapkan kejelasan status operasinya. "Saat ini di pusat pun msh ada kajian karena ini salah satu fenomena yang memang kekinian yang agak lambat mengantisipasinya," jelasnya.
Sementara itu, pengamat perkotaan Yayat Supriyatna berharap pembatasan kuota taksi online yang dilakukan pemerintah pusat tidak tumpang tindih dengan kebijakan masing-masing daerah, khususnya terkait penataan transportasi."Apakah jumlah kuota itu sudah dikoordinasikan dengan pemerintah daerah seperti Bogor, Bekasi atau Depok. Jangan kuota itu nantinya bergesekan dengan kebijakan penataan kota di masing-masing daerah," kata Yayat, Selasa (30/01).
Dia pun mencontohkan, saat ini Kota Bogor sedang menata sistem transportasi dengan mengeluarkan kebijakan seperti rerouting (penataan ulang trayek angkot), konversi angkot ke bus atau pemberlakuan bus premium.
Yayat juga melihat, jangan sampai beroperasinya angkutan taksi online juga memengaruhi angkutan konvensional. Mulai dari, tarif hingga wilayah operasionalnya. Hal itu, kata dia, juga akan menimbulkan resistensi antara sesama amgkutan nantinya.
"Saya pikir penentuan kuota taksi online harus diseleraskan dan dikaji kembali dengan kebijakan-kebijakan di daerah Jabodetabek," ucapnya.
"Keberadaan ojek online dan taksi online, Pemkot sudah menetapkan Peraturan Wali Kota, yang prinsipnya mengatur agar mereka mengikuti ketentuan K3 di Kota Bogor. Jadi kami tidak melarang operasi karena tidak ada payung hukumnya yang menyebutkan pemda harus mengatur keberadaan mereka," ungkap Kepala Bidang Transportasi Dinas Perhubungan Kota Bogor Jimmy Hutapea pada Selasa (30/1/2018).
Secara umum, lanjut dia, Pemkot sudah beberapa kali meminta pemerintah pusat segera mengeluarkan aturan yang baku untuk mengatur persoalan ini agar terhindar dari kejomplangan kebutuhan transportasi. "Jadi bagi ojek dan taksi online yang mau beroperasi di Kota Bogor, wajib mematuhi aturan tentang K3 disini. Kami juga melakukan pendekatan kepada seluruh pelaku usaha angkutan umum supaya bisa melakukan operasi tertib dan tidak ganggu kepentingan lain," terangnya.
Khusus dengan ojek online, jika mengacu pada aturan hukum, pihaknya mendorong Kemenhub untuk menetapkan kejelasan status operasinya. "Saat ini di pusat pun msh ada kajian karena ini salah satu fenomena yang memang kekinian yang agak lambat mengantisipasinya," jelasnya.
Sementara itu, pengamat perkotaan Yayat Supriyatna berharap pembatasan kuota taksi online yang dilakukan pemerintah pusat tidak tumpang tindih dengan kebijakan masing-masing daerah, khususnya terkait penataan transportasi."Apakah jumlah kuota itu sudah dikoordinasikan dengan pemerintah daerah seperti Bogor, Bekasi atau Depok. Jangan kuota itu nantinya bergesekan dengan kebijakan penataan kota di masing-masing daerah," kata Yayat, Selasa (30/01).
Dia pun mencontohkan, saat ini Kota Bogor sedang menata sistem transportasi dengan mengeluarkan kebijakan seperti rerouting (penataan ulang trayek angkot), konversi angkot ke bus atau pemberlakuan bus premium.
Yayat juga melihat, jangan sampai beroperasinya angkutan taksi online juga memengaruhi angkutan konvensional. Mulai dari, tarif hingga wilayah operasionalnya. Hal itu, kata dia, juga akan menimbulkan resistensi antara sesama amgkutan nantinya.
"Saya pikir penentuan kuota taksi online harus diseleraskan dan dikaji kembali dengan kebijakan-kebijakan di daerah Jabodetabek," ucapnya.
(whb)