2018, Dana Operasional RT/RW Harus Dilaporkan kepada Warga
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta segera merevisi Surat Keputusan Gubernur 1197 Tentang mekanisme tata cara dan pengelolaan dana operasional fungsi tugas RT/RW. Mulai 1 Januari 2018, RT/RW melaporkan pertanggungjawaban dana operasional kepada warga.
Kepala Biro Tata Pemerintahan Premi Lasari mengatakan, selama ini banyak keluhan dari para ketua RT/RW perihal laporan pertanggungjawaban penggunaan dana operasional. Dimana, setiap pengeluaran dana operasional meski melampirkan kwitansi yang tidak bisa didapatkan di tempat-tempat kecil seperti tukang gorengan dan warung klontong.
Untuk itu, kata Premi, laporan pertanggungjawaban dana operasional akan disederhanakan sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) 171 tahun 2016 tentang pedoman RT/RW yaitu salah satu tugas bendahara RT/RW adalah melakukan pencatatan pengeluaran dan penerimaan terhadap uang yang ada diterima oleh lembaga.
"Jelas pasti ada revisi keputusan Gubernur tentang mekanisme tata cara dan pengelolaan dan fungsi tugas RT/RW. Karena memang SK terakhir 1197 itu kita memerintahkan ada beberapa formulir yang harus diisi RT/RW. Ini yang mau kita sederhanakan," kata Premi di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis 7 Desember 2017.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, mulai 2018 mendatang, kelurahan akan membayarkan uang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT/RW kepada ketua RT, ketua RW, paling lambat tiap tanggal 10 tiap bulan.
Kemudian yang kedua, penggunaan uang tersebut dicatat tiap bulannya di buku pengeluaran keuangan RT/RW. Ketiga, RT/RW melaporkan pengeluaran bulanan kepada warga dalam forum musyawarah RT/RW yang harus diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam 6 bulan. Selanjutnya, laporan tersebut ditembuskan kepada kelurahan.
"Jadi, ketua RT/RW yang memang dipilih oleh warga, bertanggung jawab kepada warga. Filosofinya, adalah kita ingin pelibatan warga lebih tinggi. Kita ingin agar pertanggungjawaban itu disampaikan kepada orang-orang yang memang memilih mereka," jelasnya.
Anies menjelaskan, selama ini laporan pertanggungjawaban RT/RW sebanyak 33.000 setiap bulanya menumpuk di kantor kelurahan. Sementara, RT/RW bukanlah ditunjuk oleh Pemprov DKI, melainkan dipilih langsung oleh warga.
Dengan mekanisme perubahan laporan yang langsung ke forum warga ini, Anies berharap kita pelibatan warga di dalam kegiatan-kegiatan jadi lebih tinggi. Termasuk pengeluaran dari anggaran, dari iuran, dari dana yang dikelola oleh ketua RT dan ketua RW itu lebih sesuai dengan kebutuhan di tingkat RT dan RW-nya. Kesesuaian ini menjadi penting supaya kegiatan di level RT/RW bisa berjalan dengan baik.
"Jadi, mekanismenya justru meningkatkan akuntabilitas. Dan akuntabilitasnya pada warga yang memilihnya. Dan ini kita tetapkan dalam bentuk keputusan gubernur yang nanti Insya Allah akan mulai berlaku 1 Januari 2018 menggantikan SK 1197," jelasnya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini mewajibkan RT/RW minimal sekali dalam 6 bulan harus melakukan pertemuan warga. Sehingga, warga pun merasa turut memiliki karena tahu persis dananya dipakai untuk kebutuhan-kebutuhan di lingkunganya.
"Ketua RT, ketua RW harus melakukan kegiatan yang relevan dengan kebutuhan di kampungnya. RT/RW wajib melaporkan pemasukan dan pengeluaran di forum warga," pungkasnya.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono menuturkan, Kemendagri tidak pernah mengatur sejauh mekanisme laporan pertanggungjawaban dana operasional RT/RW. Terpenting, setiap kali pengeluaran operasional satu sen pun harus dipertanggungjawabkan. Sebab, kata dia, dana operasional itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang jelas uang rakyat.
Mantan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta itu menilai, laporan pertanggungjawaban yang dibuat semakin sederhana itu jelas semakin baik hasilnya. Pengawasan yang dilakukan setiap jenjang pemerintahan pun menjadi lebih mudah.
"laporan uang ini untuk apa aja. Kegiatannya dicantumkan lampiran foto. LPJ itu tetap harus ada," pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah berharap, agar penyederhanaan laporan pertanggungjawaban dengan peningkatan dana operasional dapat menghasilkan sebuah output yang optimal. Dimana, laporan warga dapat direspon dengan cepat, baik soal keamanan, kebersihan ataupun perekonomian.
Dengan begitu, lanjut Trubus, kebijakan yang diambil Pemprov DKI dalam memperdayakan RT/ RW bukan dipandang sebagai kebijakan populis. Tetapi dipandang sebagai kebijakan mendidik untuk memajukan pelayanan warga.
"Selama ini warga males mengeluh karena tidak direspon. Padahal operasional RTRW terus diberikan dan dilaporkan pertanggungjawabnya. RT/RW itu kan peranya melayani warga setempat yang memiliki masalah. Kalau tidak ada laporan pertanggungjawab ya jelas salah, itu tidak mendidik," tegasnya.
Kepala Biro Tata Pemerintahan Premi Lasari mengatakan, selama ini banyak keluhan dari para ketua RT/RW perihal laporan pertanggungjawaban penggunaan dana operasional. Dimana, setiap pengeluaran dana operasional meski melampirkan kwitansi yang tidak bisa didapatkan di tempat-tempat kecil seperti tukang gorengan dan warung klontong.
Untuk itu, kata Premi, laporan pertanggungjawaban dana operasional akan disederhanakan sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) 171 tahun 2016 tentang pedoman RT/RW yaitu salah satu tugas bendahara RT/RW adalah melakukan pencatatan pengeluaran dan penerimaan terhadap uang yang ada diterima oleh lembaga.
"Jelas pasti ada revisi keputusan Gubernur tentang mekanisme tata cara dan pengelolaan dan fungsi tugas RT/RW. Karena memang SK terakhir 1197 itu kita memerintahkan ada beberapa formulir yang harus diisi RT/RW. Ini yang mau kita sederhanakan," kata Premi di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis 7 Desember 2017.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, mulai 2018 mendatang, kelurahan akan membayarkan uang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT/RW kepada ketua RT, ketua RW, paling lambat tiap tanggal 10 tiap bulan.
Kemudian yang kedua, penggunaan uang tersebut dicatat tiap bulannya di buku pengeluaran keuangan RT/RW. Ketiga, RT/RW melaporkan pengeluaran bulanan kepada warga dalam forum musyawarah RT/RW yang harus diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam 6 bulan. Selanjutnya, laporan tersebut ditembuskan kepada kelurahan.
"Jadi, ketua RT/RW yang memang dipilih oleh warga, bertanggung jawab kepada warga. Filosofinya, adalah kita ingin pelibatan warga lebih tinggi. Kita ingin agar pertanggungjawaban itu disampaikan kepada orang-orang yang memang memilih mereka," jelasnya.
Anies menjelaskan, selama ini laporan pertanggungjawaban RT/RW sebanyak 33.000 setiap bulanya menumpuk di kantor kelurahan. Sementara, RT/RW bukanlah ditunjuk oleh Pemprov DKI, melainkan dipilih langsung oleh warga.
Dengan mekanisme perubahan laporan yang langsung ke forum warga ini, Anies berharap kita pelibatan warga di dalam kegiatan-kegiatan jadi lebih tinggi. Termasuk pengeluaran dari anggaran, dari iuran, dari dana yang dikelola oleh ketua RT dan ketua RW itu lebih sesuai dengan kebutuhan di tingkat RT dan RW-nya. Kesesuaian ini menjadi penting supaya kegiatan di level RT/RW bisa berjalan dengan baik.
"Jadi, mekanismenya justru meningkatkan akuntabilitas. Dan akuntabilitasnya pada warga yang memilihnya. Dan ini kita tetapkan dalam bentuk keputusan gubernur yang nanti Insya Allah akan mulai berlaku 1 Januari 2018 menggantikan SK 1197," jelasnya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini mewajibkan RT/RW minimal sekali dalam 6 bulan harus melakukan pertemuan warga. Sehingga, warga pun merasa turut memiliki karena tahu persis dananya dipakai untuk kebutuhan-kebutuhan di lingkunganya.
"Ketua RT, ketua RW harus melakukan kegiatan yang relevan dengan kebutuhan di kampungnya. RT/RW wajib melaporkan pemasukan dan pengeluaran di forum warga," pungkasnya.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono menuturkan, Kemendagri tidak pernah mengatur sejauh mekanisme laporan pertanggungjawaban dana operasional RT/RW. Terpenting, setiap kali pengeluaran operasional satu sen pun harus dipertanggungjawabkan. Sebab, kata dia, dana operasional itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang jelas uang rakyat.
Mantan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta itu menilai, laporan pertanggungjawaban yang dibuat semakin sederhana itu jelas semakin baik hasilnya. Pengawasan yang dilakukan setiap jenjang pemerintahan pun menjadi lebih mudah.
"laporan uang ini untuk apa aja. Kegiatannya dicantumkan lampiran foto. LPJ itu tetap harus ada," pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah berharap, agar penyederhanaan laporan pertanggungjawaban dengan peningkatan dana operasional dapat menghasilkan sebuah output yang optimal. Dimana, laporan warga dapat direspon dengan cepat, baik soal keamanan, kebersihan ataupun perekonomian.
Dengan begitu, lanjut Trubus, kebijakan yang diambil Pemprov DKI dalam memperdayakan RT/ RW bukan dipandang sebagai kebijakan populis. Tetapi dipandang sebagai kebijakan mendidik untuk memajukan pelayanan warga.
"Selama ini warga males mengeluh karena tidak direspon. Padahal operasional RTRW terus diberikan dan dilaporkan pertanggungjawabnya. RT/RW itu kan peranya melayani warga setempat yang memiliki masalah. Kalau tidak ada laporan pertanggungjawab ya jelas salah, itu tidak mendidik," tegasnya.
(mhd)