KNTI Desak Pemprov DKI Hapus Proyek NCICD dan Reklamasi

Kamis, 23 November 2017 - 12:41 WIB
KNTI Desak Pemprov DKI...
KNTI Desak Pemprov DKI Hapus Proyek NCICD dan Reklamasi
A A A
JAKARTA - Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak kepada Pemprov DKI Jakarta menghapus rencana pembangunan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang termuat dalam draft rancangan awal RPJMD DKI Jakarta 2018-2022.

Departemen Pendidikan DPP KNTI Henri Pratama menjelaskan, dalam draft rancangan awal yang dibagikan dalam acara konsultasi publik pada Rabu 22 November 2017 siang kemarin, Pemprov DKI masih memasukan agenda pembangunan NCICD. Dengan adanya proyek NCICD ke dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2018-2022 menjadikan Gubernur Jakarta tidak mengambil langkah utama restorasi dan pemulihan ekosistem Teluk Jakarta dan perlindungan nelayan.

Menurut Henri, adanya rencana relokasi penduduk yang terdampak akibat pembangunan proyek NCICD. Khususnya di daerah Kamal Muara, Muara Angke dan Kali Blencong yang akan dibangun tanggul laut dan tanggul muara sungai sepanjang 6.750 meter sebagai bagian pembangunan NCICD tahap darurat, disebut Fase D.

"Padahal sesuai janji kampanye Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berjanji untuk menghentikan seluruh aktivitas yang berkaitan dengan reklamasi dan penggusuran komunitas kampung kota," kata Henri lewat keterangan persnya, Kamis (23/11/2017).

Henri menuturkan, jika merujuk pada pidato pembukaan Gubernur Anies, menjanjikan pemerintah akan memberi perhatian pembangunan sekitar 40% kepada Kepulauan Seribu. Alasannya, Jakarta merupakan daerah yang memiliki pesisir dan pulau-pulau kecil untuk diperhatikan. Sementara posisi Jakarta sebagai Ibu Kota dapat menjadi contoh pengelolaan pulau untuk daerah lain.

"Namun disayangkan, pidato Gubernur Anies tidak tercermin jelas dan kuat dalam draft rancangan awal RPJMD DKI Jakarta. Terkait perhatian kepada masyarakat pesisir dan Kepulauan Seribu juga nampak normatif. Meskipun telah memuat rencana pembangunan terkait transportasi, air, pendidikan, kesehatan, energi, lapangan kerja, dan lainnya," urainya.

Henri mengingatkan, bahwa adanya perampasan lahan yang terjadi di Pulau Pari beberapa waktu lalu juga berkebalikan dengan pidato Gubenur dan RPJMD soal perhatian kepada pulau-pulau kecil, khususnya di Kepulauan Seribu. Padahal disebutkan dalam RPJMD, pemerintah akan mendorong pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Nyatanya, hari ini masyarakat Pulau Pari tengah berjuang menghadang privatiasi pulau melawan korporasi.

"Kami menilai forum konsultasi yang diadakan kemarin sangat bersifat normatif apabila tidak ada tindak lanjut dalam waktu dekat untuk membahas hal-hal yang substantif. Sementara waktu yang diberikan untuk elaborasi dalam pelaksanaan proses konsultasi yang dilakukan juga sangat terbatas. Pembahasan yang dilakukan justru memaksa peserta untuk menyentuh kegiatan yang bersifat teknis dalam pelaksanaan RPJMD DKI Jakarta," ujar Henri.

Untuk itu, KNTI meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memasukan beberapa poin yang penting menjadi perhatian di antaranya, KNTI meminta Pemprov DKI cabut dan menghapus pembangunan proyek NCICD dalam RPJMD DKI Jakarta 2018-2022. Kedua, menyusun Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) dengan berbasiskan perlindungan ruang penghidupan dan aksea nelayan terhadap pesisir dan laut.

Ketiga, memastikan aspek perlindungan tenurial masyarakat pesisir dan nelayan atas laut dan tanahnya khususnya kasus besar yang terjadi yaitu reklamasi dan perampasan Pulau Pari. Empat, penyusunan Perda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan sebagai turunan dari UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam;

Kelima, memastikan kajian lingkungan hidup strategis dengan memperhatikan daya tampung dan daya dukung dalam setiap kebijakan, rencana dan program pembangunan yang dirancang dalam RPJMD Jakarta. Keenam, memperhatikan isu dampak perubahan iklim dengan pendekatan scooping dan cooping. Terkait soal perhitungan emisi karbon dan memastikan tingkat resiliensinya (daya tahan/lenting).

"Ketujuh, memastikan menghitung risiko bencana dari setiap pembangunan yang berjalan. Delapan, berkonsentrasi kepada penghentian penurunan muka tanah khususnya di pesisir utara dengan jelas disertai proses impementasi beserta tahapannya. Salah satunya dengan menghentikan pengambilan air tanah dan memastikan terpenuhinya hak atas air dengan menghentikan privatisasi air," beber Henri.

Untuk yang kesembilan, KNTI meminta Anies-Sansi memperhatikan pengurangan beban pencemar yang masuk melalui sungai-sungai, baik limbah padat, limbah cair, termasuk logam berat juga dengan tahapan implementasinya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8857 seconds (0.1#10.140)